“Jangan dulu makan! Cuci piring dan sapu halaman belakang, baru makan!” Bentak Bunda.
Bentakan, hardikan dan cacian sudah kenyang aku terima setiap hari. Perlakuan tak adil dari dua saudara tiri ku pun sering aku dapatkan. Aku hanya bisa pasrah, hanya ada satu kekuatan untuk ku masih bertahan tinggal dengan ibu tiri ku, semua karena demi ibu ku!
Ya, ibu yang mengalami Gangguan Jiwa sehingga harus di rawat dirumah. Maka aku hanya bisa bersabar menerima semua kondisi ini. Kemana akan berlari sedangkan ibu ku butuh di rawat, namun setiap hari perlakuan ibu tiri pada ibu membuat aku tak dapat menerimanya. Puncaknya saat aku mengutarakan pada ayah ku jika aku ingin kuliah.
“Tidak! Anak perempuan untuk apa kuliah! Kamu hanya akan di dapur! Buang-buang biaya!” Tolak ibu tiri ku dengan keras. Ayah pun hanya mengikuti keinginan istri mudanya.
‘Aku harus menjadi perempuan kuat dan aku harus bisa merubah takdir ku!’ Tekad ku sudah bulat, aku akan merubah takdirku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sebutir Debu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 Kepulangan Kami ke Indonesia
Kota Makkah dan Madinah adalah dua kota suci, tanah yang mulia dan banyak keutamaan ketika kita beribadah di dua tempat itu. Selain itu juga , dua kota tersebut adalah tempat bersejarah bagi umat Islam. Nabi kita, Nabi Muhammad yang dilahirkan di Makkah, serta ketika wafat dimakamkan di Madinah. Aku baru tahu jika Rasulullah dimakamkan di Madinah setelah mengikuti perjalanan Umroh ini. Aku bahkan bisa merasakan panasnya Madinah saat berjalan kaki menuju masjid Nabawi. Bahkan aku seperti orang desa masuk saat rombongan kami memasuki pelataran masjid pada siang hari, kami disuguhi pemandangan ratusan payung raksasa yang memenuhi halaman Masjid Nabawi. Payung-payung itu mekar saat pagi hingga sore seperti bunga. Sungguh banyak kekaguman ku pada pada kota Madinah ini. RAsanya ingin waktu agar tak cepat berputar, dan jika nanti suatu saat ada rezeki, aku ingin kembali ke tempat ini.
Tak terasa 4 hari sudah aku berada di Kota Madinah, selain Masjid Nabawi, rombongan kami juga mengunjungi tempat-tempat istimewa yang bersejarah, di antaranya adalah Makam Rasulullah, Raudhah, Makam Baqi, Jabal Uhud, dan Kebun Kurma. Dan kembali disini aku melihat bagaimana dua menantu Bramantyo itu terlihat sedikit lama di satu makam. Yang ku tahu makam yang mereka singgahi itu adalah sebuah makam Ulama dari indonesia. Ada keunikan yang aku lihat dari duo menantu Bramantyo itu, mereka sama sekali tidak sibuk dengan ponsel selama di kegiatan umroh ini. Mungkin karena mereka sering kesini, bahkan sekalipun belum ku lihat diantara mereka untuk berpose. Mereka tampaknya lebih sibuk menikmati perjalanan ini dan memberikan spirit kepada para jamaah yang tampaknya memiliki masalah hingga memutuskan untuk ikut perjalanan ini.
Tak terasa kami sudah akan kembali ke tanah air karena semua rangkaian ibadah umroh telah kami lakukan. Aku begitu bahagia, kembali oleh-oleh di hotel saat Umi Arumi datang seorang diri. Ia tampak menanyakan perihal suasana hati Uni Desi.
“Bagaimana Des? Sudah baikan? Sudah lebih mantap dengan keputusan?” Tanya Umi Arumi.
Uni Desi tampak merenung sesaat. Lalu ia memberikan jawabannya.
“Menurut Umi, apakah saya termasuk istri yang baik?” Kalimat Uni Desi meluncur begitu pelan tapi terdengar getir.
Umi Arumi membuka cadarnya dan sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Uni Desi. Ia raih tangan Uni Desi.
“Des, kalau kamu bertanya sama Umi, apakah kamu relasi bisnis yang baik? Yang menyenangkan? Yang jujur? Yang bertanggungjawab, Uni jawab Iya. Tapi pertanyaan mu barusan bisa jadi sebuah jawaban dari semua kegundahan mu apakah keputusan mu benar. Dan yang bisa menjawab, suami mu.”Ucap Umi Arumi.
Aku memang menemani Talita membereskan pewarnanya,tapi telinga ku mendengarkan baik-baik. Sayang jika ada ilmu yang dilewatkan.
“Saya tidak tahu bagaimana kamu sebagai seorang istri, namun setahu saya perselingkuhan itu terjadi karena ada niat, kedua karena ada yang tidak ia temukan pada pasangan nya namun ada pada perempuan lain yang mungkin menggodanya atau ia justru yang sibuk menggoda perempuan itu karena merasa menarik, yang ketiga hilangnya cinta karena tak dirawat. Itu dari hasil observasi ku sendiri bersama adik ipar ku selama menerima banyak kasus orang yang berselingkuh.” Ucap Umi Arumi.
Uni Desi tampak diam, Uni Desi tampak menarik napas dalam dan memejamkan kedua matanya. Seperti ada beban berat dalam pikirannya. Ia sebenarnya ingin bercerai namun banyak yang memberikan motivasi untuk kembali lagi karena tak ada KDRT dalam rumah tangganya.
“Memang selama ini sering banyak yang menyarankan pada saya untuk komunikasi, tapi saya sering berkomunikasi dengan suami MI,” Ujar Uni Desi.
Tampak Umi Arumi menarik Abaya nya dan mendekat ke sisi Uni Desi.
“Kadang kita perempuan ini menyenangkan suami dengan cara kita, bukan dengan apa yang suami kita inginkan. Contoh kecil saja, saat suami pulang kerja. Kebiasaan kita perempuan ini, suami pulang langsung di cecar banyak pertanyaan. Darimana? Kok lama? Kerjanya gimana? Atau lebih parah nih saya pernah lihat langsung di karyawan saya. ‘tolong buang sampah, tolong pasangin gas, tolong anaknya’. Itu suami harusnya pulang pengen istirahat eh.. malah tambah semrawut, jadi nyari yang bisa kasih adem di luaran. Saya nih belajar ini dari ibu mertua saya, ibu mertua itu kalau ayah mertua pulang dari luar kota beliau akan siapkan 4 gelas air. Air putih, air kopi, air teh dan air susu. Saya tanya banyak banget Ma, beliau jawab nanti mama yang habiskan yang lain kalau hanya satu yang papa pilih. Disana saya belajar bagaimana ibu mertua saya itu menyenangkan suaminya dengan apa yang suaminya inginkan. Bayangkan sampe segitunya, saya aja ga bisa begitu.” Jelas Umi Arumi. Bahkan Umi Arumi menambahkan jika saat suami tiba dirumah, berikan waktu 10 menit maksimal agar ia sudah fresh, sarafnya sudah rileks karena semua yang ia bawa dari luar, baru diajak bicara dan ditanya apa yang dibutuhkan.
Aku mengambil point penting, cepat ku catat dalam satu buku kecil ku dengan emot yang akan menjadi pengingat ku kelak jika menjadi seorang istri.
#Senangkanlah suami dengan cara yang diinginkan suami bukan dengan cara kita, bisa jadi cara kita menyenangkan suami tapi suami tidak nyaman dan tidak suka#
Uni Desi tertegun, Aku tak tahu apa yang Uni Desi ambil dari banyak nasehat Umi Arumi. Tapi kalau mendengar cerita beberapa jamaah umroh kemarin jika Umi Arumi enak bisa menjadi motivator, karena punya suami sholeh dan kaya. Tapi dari kalimatnya kemarin kami yakin, ia pernah melewati badai dalam kehidupannya sebagai seorang istri. Karena ia sempat terkekeh menahan tawanya karena dianggap tak pernah melalui masa-masa sulit.
Setiap manusia selagi masih hidup di dunia, pasti mendapati badainya masing-masing, kunci menghadapi badai dalam kehidupan adalah sabar dan bersyukur. Itu adalah point yang juga aku dapatkan selama perjalanan ini, aku mengakui jika aku tidak sabar dulu mungkin kini aku sedang menangis dalam kubur karena hal bodoh ku saat itu ingin bunuh diri. Dan jika aku tak bersyukur menjalani hidupku, mungkin saat ini Allah tak akan memberikan nikmat atau rezeki berupa umroh seperti saat ini, bukankah ada kalimat jika kita bersyukur Allah akan tambah nikmat kita.
Saat tiba di tanah air kami lihat sepasang menantu Bramantyo itu tak sempat berpamitan dengan kami. Hiruk pikuk para penjemput jamaah juga ikut membuat aku samar-samar mendengar kabar jika mertua dari Umi Arumi meninggal. Dan lebih jelasnya saat kami berada di mobil yang telah menjemput aku dan Uni Desi.
“inna lillahi wa inna ilaihi raji'ụn….” gumam Uni Desi.
“Siapa yang meninggal Ni?” tanya ku khawatir.
“Pak Bramantyo, ayah mertua Umi Arumi.” Jawab Uni Desi pada ku. Ia tampak sibuk fokus dengan ponselnya, sedangkan aku sibuk merasakan tak sabar untuk segerra bertemu ibu. Aku rindu ibu, aku jadi ingat saat aku di tanah suci, aku hanya berharap kesembuhan untuk ibu. Seketika air mata ku mengalir deras, aku mengingat masalalu ku selama merawat ibu. Begitu getir, begitu lelah… aku ingin ibu diberikan kesempatan untuk sehat dan sadar, aku memohon pada Allah di tanah suci, jangan sampai ibu ku meninggal dunia dalam keadaan seperti itu.
Flashback On…