Zakia Arabelle Lawrance harus menelan kenyataan pahit saat mendapati suami yang selama ini ia anggap setia ternyata tak lebih dari seorang bajingan.
Setelah perceraian dengan suaminya, dirinya harus memulai kembali hidupnya. Menata kembali masa depannya. Tekadnya bulat untuk membuat siapa saja yang menghina dirinya malu dan tunduk dibawah kakinya.
Namun, ditengah jalan cinta kembali hadir mengusik ketenangan batinnya. Bukan hanya satu namun beberapa pria sekaligus terlibat dengannya. Namun, pada siapakah Zakia menentukan pilihannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
"Gila si adiknya Nia gak jauh beda sama Nia nyinyirnya"
"Tapi bedanya kalau Nia meledak-ledak, dia lebih kalem. Cuma tingkat nyinyirnya sama"
"Sudah ayo masuk" Lerai Zidan saat melihat temannya malah bergosip tentang Zakia.
"Lah ini kita duduk dimana? "
"Ikuti Kia, gue ke toilet dulu" Ucap Zidan langsung meninggalkan teman-temannya yang mematung.
Tampak Zakia melambaikan tangannya bak anak kecil untuk memanggil teman-teman Zidan. Mereka gemas sendiri ketika melihat ekspresi Zakia yang natural tanpa dibuat-buat. Zakia begitu polos dengan kesederhanaannya.
"Ini ruangan owner? " Tanya salah satunya saat melihat tulisan owner room di depan pintu.
Zakia tidak menjawab dan lebih memilih masuk ke dalam meninggalkan teman-teman Zidan yang masih mematung.
"Gak di suruh masuk sama yang punya ruangan? " Tanya Zidan saat melihat teman-temannya masih berdiri mematung di depan pintu.
"Ah, nggak kok. Kita aja yang masih kaget"
"Kaget kenapa? " Zidan mendahului mereka untuk masuk ke dalam ruangan milik Zakia
"Umur Zakia berapa sih, Dan? "
"Berapa ya, kalau gak salah 23 deh"
"Serius 23? " Zidan mengangguk pasti karena dirinya pernah membaca KTP milik Zakia.
"Gila demi apa, 23 tahun man, punya restoran. Kita 27 tahun masih baru merintis"
"Ini juga baru buka beberapa bulan yang lalu"
Cklek...
Semuanya yang ada di ruangan itu menoleh pada pintu yang terbuka di ruangan itu. Tampak Zakia dengan tampilan segarnya muncul dari balik pintu. Dia sudah berganti dengan pakaian santainya dan tampil tanpa make-up, membuatnya seperti remaja belasan tahun.
"Dari mana? " Tanya Zidan saat melihat tampilan Zakia yang sudah berubah.
Sedangkan teman-temannya melongo tak percaya saat Zidan bertanya pada Zakia layaknya pasangan yang begitu posesif. Mereka berpikir apakah Zakia adalah calon pengganti Rosa, jika memang iya mereka setuju terlepas dari status Zakia yang seorang janda.
Inikah calon bucin yang sesungguhnya?. Batin mereka kompak.
"Mandi sekalian sholat, Mas udah sholat? " Tanya Zakia tanpa melihat Zidan dan memilih berjalan ke arah meja kerjanya untuk menelepon kepala pelayan agar mengantarkan makanan ke ruangannya.
"Di tempat parkir ada musholla kan? " Zakia mengangguk. "Mas sholat di sana aja"
"Sholat di sini aja, sajadah nya udah di dalem, ada kamar mandinya juga. Gih sholat dulu, mumpung makanannya belum datang" Ucap Zakia lembut.
"Iya deh, gue sholat duluan, kalian bisa gantian setelahnya" Ucap Zidan lalu meninggalkan semuanya dan masuk ke dalam ruangan tempat Zakia keluar tadi.
"Kia kita boleh nanya gak? "
"Boleh dong" Zakia menjawab sekalian membaca buku yang berada di pangkuannya.
"Menurut kamu Zidan itu orangnya gimana? "
Zakia mengangkat pandangannya dari bacaannya. Karena kebetulan yang bertanya padanya adalah wanita jadi dia menatap dulu lawan bicaranya.
"Mas Zidan orang yang hangat, pekerja keras, sabar, perhatian pada hal-hal kecil sekalipun dan lembut"
Mereka mengerjap beberapa kali saat mendengar jawaban Zakia. Jika soal pekerja keras mereka sangat percaya, bagaimana Zidan berusaha kuliah sambil lalu bekerja. Meskipun dirinya berasal dari keluarga yang berkecukupan. Sabar, Zidan memang yang paling tenang dan sabar diantara mereka semua. Namun, jawab Zakia lainnya membuat mereka tidak percaya, karena mereka sering menyebut Zidan es batu berjalan saking dinginnya.
"Kalian udah berapa lama kenal sih? "
"Kami kenal kurang lebih 3 tahunan, Kia dititipin sama Mas Zidan sama Mbak Nia"
"Tau nggak gimana kalau Zidan marah? "
"Ngomel. Tapi kalau sudah marah besar dia bakalan diem aja"
Lagi-lagi mereka menatap Zakia dengan tatapan yang sulit diartikan. Ini pikiran mereka saja atau bagaimana, mereka berdua memahami satu sama lain. Bahkan Zidan berubah bukan seperti dirinya sendiri saat bersama Zakia. Zidan lebih banyak bicara dari biasanya.
"Kia kalau kita lihat, kamu itu deket banget sama Zidan ya? "
"Lihat dimana? " Zakia menutup bukunya dan beralih pada berkas-berkas yang ada di mejanya.
"Di sosial media Zidan, yang kamu di tag itu"
"Oh, kita memang sering menghabiskan waktu bersama. Tapi tidak berdua karena kami selalu keluar bersama"
Tok... Tok... Tok...
"Masuk"
"Mbak Kia, ini hidangannya "
"Tata aja di sana Mbak, tolong katakan pada kepala dapur, saya mau bicara besok"
"Baik Mbak Kia. Ini ada lagi? "
"Nanti saya kabari jika memang kurang" Jawab Zakia tanpa mengangkatnya pandangannya.
"Kalau begitu kami pamit undur diri"
"Selamat bekerja" Ucap Zakia lembut. Para pelayannya memang senyum manisnya menatap ke arah Zakia yang bahkan tidak mengangkat pandangannya sama sekali.
"Ini mau gantian sholat atau makan dulu? " Tanya Zakia saat melihat siluet Zidan yang duduk di depan meja kerjanya.
"Boleh kita makan dulu? "
"Sholat dulu sana" Jawab Zidan.
"Ke parkir aja yok, biar cepet sekalian jama'ah kita. Kalau satu-satu gue yakin bakalan lama"
Mereka beranjak menuju parkiran. Beberapa teman wanita Zidan masih di sana sibuk dengan ponselnya. Begitupun Zidan yang terlihat serius menatap ponselnya sembari duduk di depan meja Zakia. Sedangkan Zakia sendiri sibuk membalik berkas yang ada di tangannya, sesekali mengangkat pandangannya menatap laptop yang menyala di depannya.
Saking seriusnya mereka hingga tidak menyadari jika teman-temannya sudah kembali dan menunggu acara makan malam. Keduanya masih sibuk dengan dunianya sendiri. Hingga Zidan mengangkat pandangannya dan melihat teman-temannya yang sedang menatap dirinya dan Zakia.
Zidan lalu menoleh ke arah Zakia yang masih serius dengan berkas di tangannya.
"Kia" Zakia langsung menatap Zidan yang sedang menatapnya juga. Zakia lalu melirik ke arah teman-teman Zidan yang sedang duduk lesehan didepan makanan yang tadi di sajikan.
"Ah ayo" Dengan cepat Zakia merapikan meja kerjanya dan bergabung dengan lainnya dibawah.
Mereka memulai acara makan malam dengan keadaan hening. Tidak ada yang berbicara satupun saat makan. Barulah saat tiba dihidangan penutup obrolan ringan kembali terdengar diantara mereka.
"Sebelumnya Kia boleh nanya, ini kakak-kakaknya namanya siapa, ya kali kalian kenal Kia, Kia nya ndak kenal" Ucap Zakia dengan wajah polosnya.
"Ah iya kita belum kenalan dengan benar, kenalin aku Rina. Kita pernah bertemu saat aku bersama Alesha" Zakia hanya mengangguk saja.
"Aku Reta"
"Kenalin aku Romi yang tampannya gak kalah jauh sama Zidan" Pria bernama Romi itu langsung mendapat sorakan dari teman-temannya.
"Aku Rian"
"Dewa"
Zakia hanya mengangguk-anggukan kepalanya layaknya anak kecil.
"Kok mau temenan sama Mas Zidan? " Pertanyaan Zakia membuat mereka melongo, sedangkan Zidan yang sedang minum langsung tersedak mendengar pertanyaan Zakia. Bukannya khawatir Zakia lebih memilih tertawa melihat reaksi Zidan.
"Awh" Pekik Zakia saat Zidan menyentil dahi Zakia dengan begitu teganya.
"Kebiasaan" Zidan sudah tidak asing lagi dengan tingkah usil wanita mungil ini.
Teman-teman Zidan hanya dibuat takjub dengan kedekatan Zakia dan Zidan. Dimana seorang Zakia bisa membuat es balok semacam Zidan mulai mencair. Namun, sepanjang bersama Zakia mereka juga merasa nyaman. Zakia wanita yang polos dan sederhana, sedikit usil dalam keanggunannya.
"Sudah malam kita balik aja, besok kumpul lagi kalau mau. Lusa gue balik, kerjaan numpuk" Ucap Zidan.
Zidan melirik ke arah Zakia yang tampak sedikit mengerucutkan bibirnya. Zidan hanya mengulum senyumnya. Sejak mengenal dan dekat dengan Zakia. Zidan merasa memiliki semangat tambahan untuk melakukan aktivitasnya.
Zidan sering mengatakan jika Zakia layaknya bunga matahari baginya. Zakia yang begitu ceria dan penuh ambisi, namun selalu menunduk pada orang yang harus dihormati. Mengenal Zakia, Zidan merasa memiliki matahari tersendiri di hatinya. Namun, jika ditanya soal rasa, Zidan masih memastikan. Ini perasaan suka antara lawan jenis, atau perasaan suka antara kakak dan adik. Karena tingkah Zakia yang selalu menggemaskan layaknya anak kecil saat bersamanya, membuat Zidan berpikir jika Zakia hanya menganggap dirinya seorang kakak.