halo, ini karyaku yang pertama, semoga suka...😊
"aku tahu alasan Om mati-matian merayuku agar aku mau menerima perjodohan ini" Ana
berbicara tanpa menatap wajah Andre.
Andre mengira Ana tahu bahwa alasannya menerima perjodohan ini karena dia harus menjadi pemegang saham terbesar di perusahaan Mega food yang sudah menjadi separuh hidupnya.
Ana mengira bahwa dia dinikahkan dengan Andre adalah untuk menutupi perilaku Andre yang menyimpang, yaitu menyukai sesama jenis, atau gay.
Kesalahpahaman alasan perjodohan ini membuat mereka memendam perasaannya masing-masing.
Bagaimana mereka akan mengatasi kesalahpahaman dalam pernikahannya?! terlebih adanya Weni, adik angkat Andre yang memiliki perasaan pada Andre sejak lama.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aira syakhie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tenang saja, hanya kamu wanitaku
Siang hari di salah satu mall di kota Bandung.
Ana memarkirkan motornya di baseman, Stela yang dibonceng turun duluan, setelah mereka menitipkan helmnya, mereka mulai masuk ke dalam mall.
"Lantai sabaraha sih, Na?"
"Di handap asana mah, charger mah," (handap\=bawah)
"Ka handap heula atuh, yuk!"
Ana dan Stela menuju lantai bawah berkeliling mencari benda yang mereka butuhkan. Setelah berkeliling, bertanya ke beberapa toko, akhirnya mereka mendapatkan apa yang mereka mau.
"Cul, ka lantai tilu heula, yuk! Nyari keyboard portabel"
"Okeh!"
Rencana mereka hanya akan berkeliling di lantai bawah, akhirnya mereka berkeliling di setiap lantai.
"An, cari makan, yuk! Lapar yeuh!"
"Yuk! Sarua urang ge, eh makan di BIP yuk, urang boga voucher, lumayan lima puluh persen,"
"Wah, lain lumayan atuh lima puluh persen mah, cuan maksimal, hahaaaa,,,"
"Hahaaaa,,, cus! ah!"
Di BIP
Ana dan Stela berjalan berkeliling mencari resto yang dituju.
"Eh, An, itu c aa calon bukan sih?" Stela menghentikan langkah Ana dengan menarik tangannya.
"Hah?" Ana.
"Njir! Ama cewek, Na! Mesra pisan!"
Ana mencoba mengikuti pandangan mata Stela.
Deg!
Benar saja apa yang dikatakan Stela, mereka berjalan berdua, bahkan terlihat mesra, wanita itu menggelendot manja di tangan Andre.
'eh! Bukannya dia gay? Kok bisa?' Ana memicingkan matanya menatap Andre dan wanita di sampingnya hingga iya tak sadar kalo mereka kini sudah ada di depannya.
"Hai An, Ana,,,!" Andre melambaikan tangan di depan wajah Ana yang terlihat terpaku menatapnya.
"Ah, hai!" Spontan Ana menjawab, sambil mengerjapkan matanya.
"Aw," Ana menjerit tertahan sambil menengok ke arah Stela. Stela mencubit tangan Ana, membuat Ana benar-benar tersadar.
"hai! aa calon, eh a Andre." Stela tersenyum melambaikan tangan menyapa Andre, sementara Andre hanya menatap Stela sekilas tanpa menghiraukannya. Stela yang merasa dicuekan langsung terdiam canggung dengan senyum kaku dan tangan masih dalam posisi melambai. 'beuh, dicuekin lagi!' batin Stela memonyongkan bibirnya.
"Kok gak bilang mau jalan?" Andre bertanya setelah merasa kesadaran Ana kembali.
Ana tak menjawab, dia hanya memicingkan matanya ke arah wanita di samping Andre, membuat wanita itu salah tingkah. Andre mengikuti arah pandangan Ana, lalu tersenyum. Saat Andre kembali menatap Ana, tiba-tiba Ana menjentikkan jari telunjuknya, sebagai tanda agar Andre mendekat. Andre mengangkat kedua alisnya, dia sedikit kaget dengan ekspresi calon istrinya itu, tapi dia tetap mengikuti apa yang Ana inginkan. Andre melepaskan tautan tangan wanita disampingnya pada lengannya, lalu melangkah lebih dekat ke arah Ana. Wanita itu sedikit terkejut dengan reaksi Andre.
Sementara Ana bergeser semakin dekat dengan Andre lalu dia berjinjit.
"Ceweknya cantik," bisik Ana, Andre tersenyum.
"Kenapa? Cemburu?" Andre menjawab dengan cara yang sama, berbisik dengan mencondongkan badannya mensejajarkan dengan tinggi badan Ana.
"Idih, gak banget!" Jawab Ana ketus.
"Dia adikku," jawab Andre.
"Adik?" Tanya Ana tak percaya, " Andre mengangguk.
"Yakin?"
"Tentu, dia adik angkatku"
"Tadi malem, aku gak liat dia!"
"Mungkin karena aku tampan, jadi kamu hanya fokus padaku dan tak menghiraukan yang lain,"
"Em, iya juga," tanpa sadar Ana menyetujuinya.
"Eh, maksudnya! Kamu bisa gak sih merendahkan kadar narsismu itu sedikit saja?!" Lanjut Ana sedikit sewot lalu melangkah mundur menjauhi Andre.
"Hahaaaaa,,," Andre tertawa lepas saat mendengar jawaban spontan Ana.
'sial! Dia mengerjaiku lagi' batin Ana kesal, apalagi melihat Stela tertawa tak kalah lepas dari Andre.
"Tenang saja, hanya kamu wanitaku," Andre kembali mencondongkan dirinya untuk berbisik di telinga Ana, yang membuat wajah Ana kembali merona. 'sial! Ana! sadarlah! kenapa kamu selalu geer? ingat! Dia itu gay! Dia hanya senang mempermainkanmu!' batin Ana mencoba menyadarkan diri sendiri. 'uh ternyata cewek itu adiknya, jelas saja! gak mungkin pacarnya kan?! dia gak mungkin bergandengan dengan 'pacarnya' (cowok maksud Ana) di mall di siang hari,' batin Ana.
'mas Andre bisa sedekat itu dengan perempuan?! dia tersenyum dan tertawa tanpa rasa canggung'
Wanita yang disebut sebagai adik oleh Andre sedikit termenung, melihat interaksi kakak angkatnya yang biasanya sangat dingin terhadap perempuan, bahkan saat bersamanyapun Andre tak pernah sesantai itu. 'apa mungkin mas Andre punya perasaan padanya, tidak! Tidak mungkin, mas Andre hanya memanfaatkan dia untuk dapat warisan,' batinnya bergejolak berusaha membantah kenyataan yang ada di hadapannya.
"Ana, karena tadi malam kamu belum sempat kenalan, jadi aku kenalkan lagi, ini Weni, adikku," Andre melangkah mundur mendekat pada Weni.
"Wen, kamu masih ingatkan dengan calon kakak iparmu ini?"
"Ah iya, halo Ana, aku Weni," Weni menyodorkan tangannya, disambut oleh Ana untuk bersalaman.
"Ini?" Weni menatap Stela.
"Dia temanku, Stela,"
"Hai Stela,"
"Hai!" Weni dan Stela bersalaman.
"Kamu sudah makan?" Andre menghampiri Ana.
"Ini lagi nyari resto, aku punya voucher sayang, bentar lagi waktunya abis," jawab Ana.
"Benarkah?! Kalo gitu kita ikut gabung, bolehkan?!" Ana menatap Stela meminta persetujuan, Stela mengangkat bahu, memberi isyarat agar Ana yang memutuskan sendiri.
"Kenapa? Aku yang traktir," Andre menegaskan.
"deal!" Jawab Ana cepat. "eh, katanya balik Jakarta sore kan?! kita masih punya waktu 3 jam!" lanjut Ana. 'heheeee,,,,' senyum jahat Ana terlukis jelas.
pletak!
Andre menyentil kening Ana.
"aw!" spontan Ana memegang keningnya yang terasa sakit.
"jangan macem-macem! aku tahu apa yang kamu pikirkan,"
"aku gak minta macem-macem, kok! satu macem aja, heheeee,,, jangan pelit-pelit jadi cowok, ntar gak laku lho!"
"apa kamu lupa?! sekarang aku calon suamimu artinya aku sudah laku,"
"beuh! jelaslah kayanya cuma aku doank yang mau!" Ana bergumam.
"apa?" Andre mengerutkan kening karena tak mendengar apa yang Ana gumamkan.
"gak!" Ana melengos berjalan meninggalkan yang lain.
'heh! dia memanfaatkanku untuk menutupi aibnya, itu tidak gratis, maka aku gak akan sungkan lagi, its shopping time!'
Ana dan yang lain berjalan mencari resto yang dirasa enakeun buat makan dan nongkrong. Ana tak lagi memilih-milih resto yang akan dia datangin dengan menimang harga, sekarang dia bersama ATM berjalannya, jadi dia bisa masuk ke resto mana aja, dan belanja sepuasnya selama 3 jam. Andre berjalan mengimbangi langkah Ana, meninggalkan Weni dan Weni tentu saja Stela dibelakang.
'apa ini kakakku yang selama ini aku kenal?! bagaimana mungkin dia bisa berinteraksi seintens itu dengan seorang wanita?!' batin Weni sedikit tak suka.
"mas, aku pengen makan di sana, bolehkan?!" Weni berjalan cepat menghampiri Andre lalu menggandeng tangannya lagi.
"gimana, An?" Andre meraih tangan Ana untuk menghentikannya jalannya.
"di sana? western ya? boleh! ayo, cul," Ana mengapit tangan Stela berjalan menuju resto yang ditunjuk Weni.