SMA Adhirana dikenal sebagai sekolah elit dengan reputasi sempurna — tapi di balik tembok megahnya, beredar satu rumor yang gak pernah dibahas secara terbuka: “Lantai Tujuh.”
Katanya, gedung utama sekolah itu cuma punya enam lantai. Tapi beberapa siswa bersumpah pernah menekan tombol “7” di lift... dan tiba di lantai yang tidak tercatat di denah mana pun.
Lantai itu selalu berubah-ubah. Kadang berupa ruang kelas kosong dengan bau darah, kadang koridor panjang penuh loker berkarat. Tapi yang pasti — siapa pun yang masuk ke lantai tujuh selalu kembali dengan ingatan yang terpotong, atau malah tidak kembali sama sekali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Nuraida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 — Dunia yang Tertukar
Pagi itu, Adhirana terlihat damai.
Setelah perulangan waktu terhenti dan flash drive dihancurkan, sekolah kembali ke normalitasnya yang dingin dan elit. Daren, Naya, dan Zio kini bersikap seolah tidak ada yang terjadi. Mereka mengingat Reina sebagai teman, tetapi mereka tidak mengingat kengerian yang mereka alami di Lantai Tujuh. Aksa Laksana hanyalah "senior yang hilang lima tahun lalu," dan Rhea Wijaya adalah "kakak Daren yang pindah ke luar negeri."
Reina, yang kini memegang ingatan kolektif mereka semua—rasa bersalah Daren, program Zio, loop waktu—hidup sebagai orang asing di tengah orang-orang yang mengenalnya.
Ia berjalan ke kelas di samping Naya.
"Rei, kamu kenapa? Kamu terlihat seperti baru lihat hantu," tanya Naya, suaranya dipenuhi kekhawatiran yang tulus dan wajar.
"Aku baik-baik saja, Naya," jawab Reina. Kloningku telah menyelamatkanmu, pikirnya.
Saat istirahat, Reina duduk di kantin bersama Naya dan Zio. Zio sedang sibuk memotret makanan untuk kontennya, sementara Naya menjelaskan tugas Biologi yang seharusnya mereka kerjakan semalam.
Reina melihat ke luar jendela kantin. Dunia terlihat normal, tetapi terasa terlalu datar. Tidak ada bayangan yang tidak sinkron. Tidak ada jam yang macet. Keheningan ini terasa seperti selimut yang terlalu tebal.
Tiba-tiba, dari pintu kantin, masuklah Daren Kurniawan.
Daren berjalan lurus ke arah meja Reina. Ia terlihat sempurna, seperti yang ia selalu tunjukkan: Ketua OSIS yang berwibawa.
"Reina, bisakah kita bicara sebentar?" tanya Daren, suaranya tegas.
Naya dan Zio saling pandang. "Ada apa, Daren?" tanya Naya.
"Ini urusan OSIS," jawab Daren, tatapannya tidak goyah.
Reina bangkit. Ia tahu, Daren yang ini adalah Daren yang asli, yang masih memegang ingatan.
Mereka berjalan ke koridor yang sepi.
"Kamu sudah dengar kabarnya?" tanya Daren, suaranya pelan.
"Kabarnya apa?"
"Penutupan Lantai Tujuh. Ruang Bawah Tanah ditutup permanen. Mereka bilang, karena masalah konstruksi tua," kata Daren. "Aku yang mengurusnya. Aku memastikan kode Aksa bekerja, dan dia tidak akan pernah bisa menyerang realitas lagi."
Reina mengangguk. "Terima kasih, Daren."
Daren menatap Reina, matanya penuh rasa terima kasih dan kesedihan. "Kamu yang menyelamatkan kami semua, Reina. Kamu menghancurkan kunci itu dan memutus rantai ini."
"Tapi Aksa hilang selamanya," kata Reina, suaranya tercekat.
"Dia tidak hilang. Dia memilih menjadi jangkar. Dia ada di sana, di balik tembok, menjaga kita tetap aman. Itu penebusan yang ia inginkan," Daren memegang bahu Reina. "Dan kamu... kamu harus menjadi dirimu sendiri. Bukan kloning yang kembali dari masa lalu."
Reina tersentak. "Kamu tahu?"
"Aku tahu. Ketika kamu menghancurkan flash drive, kamu membebaskan kami semua. Termasuk diriku yang asli. Dan di saat itu, aku melihat semua yang kamu lakukan di tahun 2019, Reina. Aku melihat kamu membuat kloning dirimu yang baru, yang bebas dosa, dan kembali ke masa lalu untuk 'memperbaiki' semuanya," Daren berbisik. "Tapi kamu, Reina yang sekarang, yang penuh dosa, yang mencoba kembali... kamulah yang sebenarnya asli, yang membawa cinta kepada Aksa."
Reina merasakan air mata di matanya. Ia telah membebaskan semua orang, dan kini ia diterima sebagai dirinya yang penuh kesalahan.
"Aku harus pergi, Reina. Aku harus mengurus sisanya," kata Daren.
"Tunggu, Daren. Satu hal. Apa yang terjadi dengan Diri Pantulan yang sempurna itu? Daren yang ingin mengambil alih dunia?"
"Dia hilang. Semua kloning hilang. Begitu cerminnya hancur, semua yang tidak nyata lenyap. Hanya yang paling nyata dan paling bersalah yang tersisa," jawab Daren, lalu ia berjalan menjauh.
Reina kembali ke kantin, hatinya terasa lega, tetapi juga kosong.
Setelah sekolah usai, Reina berjalan menuju gerbang. Ia ingin segera kembali ke kamar kosnya, untuk mencari kedamaian baru di dunia yang telah ia selamatkan.
Di dekat gerbang sekolah, terpampang papan pengumuman besar. Papan yang biasanya berisi agenda OSIS.
Tetapi kini, papan itu dikelilingi oleh sekelompok guru. Reina melihat ada kain hitam yang menutupi sesuatu di sana.
"Ada apa, Pak?" tanya Reina kepada salah satu guru Biologi.
Guru itu menoleh, wajahnya menunjukkan kebingungan sesaat, lalu ia tersenyum. "Oh, Nak. Kami baru merapikan dinding memorial di sini. Ada sedikit kesalahan data. Tapi sudah diurus. Mau lihat?"
Guru itu menyingkir. Kain hitam itu terlepas.
Reina melihat dinding batu peringatan yang baru. Di sana, tertempel deretan foto siswa-siswi yang berprestasi dan... yang hilang.
Di antara foto-foto lama yang buram, Reina melihat sebuah bingkai foto yang baru.
Di dalamnya, ada foto dirinya sendiri. Reina Laksana. Tersenyum dalam seragam Adhirana yang sama dengan yang ia kenakan saat ini.
Di bawah foto itu, terukir lempengan perak:
REINA ALYSSA LAKSANA
2002 – 2019
Murid Berprestasi. Hilang di Lantai 7.
Reina terhuyung, dunia di sekelilingnya berputar.
Aku tidak hanya menghancurkan rantai waktu.
Aku telah menukar realitas.
Reina menyadari kebenaran yang kejam. Dalam upaya menghancurkan rantai, ia telah mengembalikan loop ke awal mula. Di mata dunia nyata, Reina Laksana yang masuk ke sekolah pada tahun 2021 dan yang mereka kenal selama ini, tidak pernah ada.
Reina yang sekarang, yang berdiri di sana, adalah Reina Laksana yang hilang di tahun 2019, yang berhasil keluar sebagai kloning yang penuh dosa.
Naya dan Zio mungkin mengingatnya sebagai teman, tetapi itu hanyalah program yang paling stabil di ingatan kolektif mereka, bukan kebenaran. Bagi dunia nyata, ia adalah hantu.
Reina menyentuh lempengan perak itu, rasa dingin menembus jarinya.
"Aku... aku yang hilang," bisik Reina.
Tiba-tiba, ia merasakan dingin yang akrab di punggungnya. Ia berbalik.
Tidak ada siapa-siapa.
Ia melihat ke cermin kaca di dinding sekolah. Refleksinya menatapnya, dengan senyum yang tidak sinkron, senyum yang dingin dan asing.
Reina tahu. Meskipun flash drive hancur, Rhea masih ada di dalam dirinya.