NovelToon NovelToon
TERROR POCONG SANG DUKUN

TERROR POCONG SANG DUKUN

Status: tamat
Genre:Kutukan / Horor / TKP / Hantu / Iblis / Tamat
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Habibi Nurpalah

Malam itu, mereka mengubur seorang dukun. Yang bangkit adalah mimpi buruk mereka.
Kematian brutal Ki Anom melahirkan sumpah terkutuk. Kesalahan fatal saat pemakamannya melepaskan arwahnya dalam wujud Pocong pendendam. Desa Sukawaringin nyaris hancur oleh amukannya.
Lima tahun berlalu. Kedamaian yang mereka rebut dengan susah payah kembali terkoyak. Sebuah korporasi ingin mengosongkan desa mereka, dan mereka menyewa seorang ahli teror gaib, Ki Jagaraga, untuk melakukannya.
Ki Jagaraga tidak mengulangi sejarah. Ia menyempurnakannya.
Ia membangkitkan Ki Anom sebagai panglima pasukan orang mati, dan bersamanya... tiga Pocong Wedon. Arwah tiga wanita yang mati tragis, masing-masing membawa metode teror unik: satu dengan isak tangis di tepi sungai, satu dengan obsesi gila di sumur tua, dan satu lagi dengan nyanyian merdu yang menghipnotis.
Desa Sukawaringin kini dikepung. Warganya diteror satu per satu. Ini bukan lagi hantu yang tersesat, ini adalah invasi arwah yang terencana.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Habibi Nurpalah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pola Teror dan Bayangan di Sumur Tua

Pagi hari di Desa Sukawaringin tidak lagi disambut dengan kicau burung, melainkan dengan berita horor yang menyebar dari mulut ke mulut. Cerita keluarga Pak Karta menjadi topik utama yang dibicarakan dengan nada berbisik di setiap sudut desa. Detailnya semakin mengerikan setiap kali berpindah orang: ada yang bilang pocong itu tidak punya kepala, ada yang bilang matanya menyala, ada juga yang bersumpah melihat kuku-kuku panjang keluar dari sela-sela kain kafannya.

Di kediaman Kades Bowo, suasananya jauh lebih serius. Pak Karta, dengan mata merah kurang tidur dan wajah yang masih pucat, menceritakan kembali detail kejadian semalam kepada tim inti.

Juna mendengarkan dengan saksama, sesekali membuat catatan di buku kecil. Setelah Pak Karta selesai bercerita, Juna berdiri dan membentangkan sebuah peta desa sederhana yang pernah ia buat untuk program sensus di atas meja.

Ia mengambil spidol dan melingkari lokasi rumah Pak Karta di dekat sungai.

Juna:

"Pak Karta," ujarnya dengan nada serius. "Bapak kan yang paling keras menolak tawaran dari PT Mutiara Propertindo di balai desa kemarin?"

Pak Karta mengangguk lemah. "Iya, Jun. Saya bilang lebih baik mati daripada menjual tanah warisan."

Juna:

(Menatap yang lain)

"Ini bukan acak. Ini terencana. Mereka tidak meneror pos ronda atau balai desa. Mereka meneror secara personal, targetnya adalah warga yang dianggap sebagai pentolan perlawanan."

Wajah semua orang di ruangan itu menegang. Logika Juna terasa dingin dan menakutkan, namun sangat masuk akal.

Bowo:

"Siapa lagi kemarin yang paling vokal selain Pak Karta?"

Pak RT berpikir sejenak. "Mang Soleh. Petani singkong itu. Dia bahkan sempat mengacungkan cangkul ke arah pengacaranya Hartono."

Juna segera mencari lokasi rumah Mang Soleh di peta dan melingkarinya. Rumah itu berada di tengah-tengah area persawahan, sedikit terpisah dari kelompok rumah lainnya. Di belakangnya, Juna ingat, ada sebuah sumur tua yang sudah lama tidak terpakai.

Firasat buruk menyelimuti ruangan itu. Mereka seolah baru saja memprediksi lokasi bencana berikutnya.

Siang itu, Desa Sukawaringin diselimuti oleh paranoia. Para petani yang biasanya bekerja di sawah hingga sore, kini pulang jauh sebelum tengah hari. Para ibu tidak lagi mencuci baju bergerombol di sungai, mereka lebih memilih menimba air di sumur dekat rumah. Pintu dan jendela yang biasanya terbuka lebar kini tertutup rapat bahkan di siang hari yang terik.

Beberapa warga mulai melakukan pertahanan spiritual versi mereka sendiri. Ada yang menggantungkan seikat bawang putih di atas pintu, ada yang menaburkan garam kasar di sekeliling rumah, bahkan ada yang menulis lafaz "Allah" dengan spidol di setiap jendela.

Ustadz Badrul hanya bisa menasihati bahwa pertahanan terbaik adalah doa yang tak putus, namun ia mengerti, dalam kondisi seperti ini, warga butuh sesuatu yang bisa mereka lihat dan sentuh untuk merasa sedikit lebih aman.

Di rumahnya, Mang Soleh dan keluarganya merasakan ketegangan paling hebat. Mereka mendengar kabar bahwa mereka kemungkinan adalah target berikutnya. Istrinya sudah menangis sejak siang. Mang Soleh sendiri berusaha tegar, ia bahkan memalang pintu belakang rumahnya dengan lemari kayu.

"Jangan takut. Rumah kita di tengah sawah, terang. Mana berani hantu datang ke sini," ujarnya, mencoba meyakinkan keluarganya, dan terutama, dirinya sendiri.

Malam tiba, lebih cepat dan lebih gelap dari biasanya. Desa Sukawaringin menahan napas secara kolektif.

Di kediaman Mang Soleh, keluarga itu berkumpul di ruang tengah, ditemani oleh lampu minyak sebagai tambahan penerangan, seolah cahaya bisa mengusir roh jahat.

Sekitar pukul sebelas malam, mereka mendengarnya.

Bukan suara tangisan. Melainkan suara lain yang lebih ganjil.

Krieeet... krieeeet...

Suara kerekan timba sumur yang berkarat. Suara itu berasal dari halaman belakang, dari sumur tua yang sudah lima tahun lebih tidak pernah disentuh siapa pun. Tali timbanya bahkan sudah lapuk dan hampir putus.

Krieeet... krieeeet...

Suaranya teratur, ritmis, seolah ada seseorang yang sedang menimba air tanpa henti.

Mang Soleh menelan ludah. Hawa dingin merambat di punggungnya. Bersamaan dengan suara itu, tercium bau aneh. Bukan bau melati, melainkan bau air comberan yang busuk dan tanah becek.

Anak laki-lakinya yang paling tua, Usman, yang berusia tujuh belas tahun, memberanikan diri. Ia mengendap-ngendap ke jendela belakang dan mengintip dari celah kecil.

Apa yang ia lihat membuatnya ingin menjerit, namun suaranya tertahan di tenggorokan.

Di samping sumur tua itu, berdiri sesosok pocong. Kain kafannya kotor dan compang-camping di beberapa bagian, seolah baru saja ditarik dari kuburan berlumpur. Sosoknya diam, tidak menangis, tidak bergerak. Tangannya yang terikat di dalam kafan secara ganjil bergerak naik turun, menarik tali timba itu berulang kali. Sebuah tindakan obsesif yang tidak masuk akal.

Usman mundur perlahan dari jendela, wajahnya pucat seperti mayat. Ia hanya bisa menggelengkan kepala pada ayahnya, tak mampu berkata-kata.

Tiba-tiba, suara kerekan timba itu berhenti.

Hening.

Lalu, terdengar suara baru.

Tap... tap... tap...

Suara langkah kaki basah yang berat, mendekat ke arah pintu belakang rumah mereka.

Ceklek... Ceklek... Ceklek...

Gagang pintu belakang mereka bergerak-gerak naik turun dengan kasar, seolah ada yang mencoba membukanya dengan paksa. Disusul oleh suara garukan di permukaan pintu kayu.

KRAK... KRAK... KRAK...

Keluarga itu hanya bisa meringkuk ketakutan di sudut ruangan, memeluk satu sama lain, mendengarkan teror yang berusaha mendobrak masuk ke rumah mereka.

Pagi harinya, saat matahari terbit, semua suara itu hilang. Dengan gemetar, Mang Soleh membuka palang pintu. Di teras belakang rumahnya, terdapat genangan air lumpur yang berbau busuk. Dan di atas tanah, tercetak jejak-jejak kaki basah tanpa bentuk yang jelas, mengarah dari sumur tua ke pintu rumahnya, dan kembali lagi.

Pola teror itu kini terkonfirmasi. Ki Jagaraga tidak hanya melepas satu arwah. Ia sedang melepas pasukannya, satu per satu, masing-masing dengan cara meneror yang berbeda, menyasar mereka yang berani melawan.

Pesan itu tersampaikan dengan sangat jelas: Kalian tidak akan bisa lari. Kalian tidak akan bisa bersembunyi. Satu per satu, kalian akan kami datangi.

1
Pipitputriamanda Amanda
ceritanya bagus dan deh degan semangat terus thour💪
Pipitputriamanda Amanda
ceritanya bagus dan deh degan semangat terus thour💪
🌿
serem bgt /Sob/
Maya Mariza Tarigan
semangat...bagus ceritanya
Ferdian yuda
kecee nih ceritanya




jangan lupa paket lengkapnya juga ya
VolChaser
Lanjutin terus bro, pembawaan misterinya bikin betah. Semangat, jangan kasih kendor 🔥🔥
VolChaser
Juna kocak juga ya, antara terlalu logis atau emang 'kurang'. wkwkwkw 🤣
VolChaser
wuihh, asik juga. bikin deg-degan 😄
Fushito UwU
Gue ga bisa berhenti baca!!
Tadeo Soto
Wuih, plot twistnya dapet banget sampe gak tau mau bilang apa lagi.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!