NovelToon NovelToon
Jerat Cinta Sang Kapten

Jerat Cinta Sang Kapten

Status: sedang berlangsung
Genre:Menikahi tentara / Duda / Cintapertama
Popularitas:38.6k
Nilai: 5
Nama Author: keipouloe

Jhonatan Wijaya, seorang Kapten TNI yang dikenal kaku dan dingin, menyimpan rahasia tentang cinta pandangan pertamanya. Sembilan tahun lalu, ia bertemu dengan seorang gadis di sebuah acara Akmil dan langsung jatuh cinta, namun kehilangan jejaknya. Pencariannya selama bertahun-tahun sia-sia, dan ia pasrah.

Hidup Jhonatan kembali bergejolak saat ia bertemu kembali dengan gadis itu di rumah sahabatnya, Alvino Alfarisi, di sebuah batalyon di Jakarta. Gadis itu adalah Aresa, sepupu Alvino, seorang ahli telemetri dengan bayaran puluhan miliar yang kini ingin membangun bisnis kafe. Aresa, yang sama sekali tidak mengenal Jhonatan, terkejut dengan tatapan intensnya dan berusaha menghindar.

Jhonatan, yang telah menemukan takdirnya, tidak menyerah. Ia menggunakan dalih bisnis kafe untuk mendekati Aresa. Ketegangan memuncak saat mereka bertemu kembali. Aresa yang profesional dan dingin, berhadapan dengan Jhonatan yang tenang namun penuh dominasi. Dan kisah mereka berlanjut secara tak terduga

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keipouloe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29

Di tengah perjalanan, canda tawa mereka terdengar jelas. Mereka tidak lagi membahas berita sampah itu, melainkan bercerita tentang hal-hal random.

“Kapten tahu nggak,” ujar Aresa, suaranya sedikit meninggi melawan angin. “Dulu, waktu saya di pesantren, saya pernah dapat hukuman paling pahit seumur hidup.”

“Kenapa? Kamu kabur?” tanya Jhonatan, geli.

“Bukan!” balas Aresa cepat. “Saya dihukum disuruh makan daun pepaya mentah satu lembar karena nggak hafal nadzom. Ya Tuhan, pahitnya masih terasa sampai sekarang!”

Jhonatan tertawa terbahak-bahak, tawa yang tulus dan menggelegar. “Serius, Res? Ahli telemetri yang kerja di perusahaan internasional pernah dihukum makan daun pepaya mentah?”

“Serius!” sahut Aresa, ikut tertawa. “Saya sampai bilang ke pengurus, saya janji bakal lebih rajin menghafal kalau hukumannya ganti makan kerupuk. Tapi mana ada yang mau. Gara-gara itu, hafalan saya jadi lancar terus. Trauma pahit, tapi bermanfaat.”

Jhonatan terhanyut. Mereka tertawa dan berbincang seperti pasangan kekasih yang sedang berbagi kenangan masa lalu yang konyol dan personal. Malam itu, Jhonatan benar-benar melupakan semua beban yang menumpuk di pikirannya.

Mereka tertawa sepanjang perjalanan.

****

Mereka tiba di pusat kuliner dekat alun-alun kota. Tempat itu ramai dengan gerobak dan tawa pengunjung. Jhonatan memarkir motor dan menggandeng tangan Aresa menuju gerobak martabak yang paling ramai.

“Mau martabak rasa apa, Res?” tanya Jhonatan.

“Cokelat keju, Kapten! Itu harus, nggak ada tawar-menawar,” jawab Aresa, matanya berbinar seperti anak kecil. “Pokoknya yang paling tebal kejunya.”

Jhonatan tersenyum dan memesan. Setelah beberapa saat, martabak pesanan mereka selesai dibungkus.

Jhonatan menyodorkan selembar uang seratus ribu rupiah kepada pedagang. “Berapa, Pak?”

“Sepuluh ribu aja, Mas,” jawab pedagang itu ramah sambil menyerahkan kembalian sembilan puluh ribu.

Jhonatan terkejut. Ia menganga kecil. Di Jakarta, martabak seperti ini, bahkan di pinggir jalan, harganya bisa tiga sampai lima kali lipat.

“Sepuluh ribu?” ulang Jhonatan, memastikan.

Aresa menyikutnya pelan. “Iya, Kapten. Sepuluh ribu. Makanya saya ngotot mau martabak di sini. Ini harga paling terjangkau di dunia. Jangan kaget gitu ah, nanti ketahuan orang kaya,” bisik Aresa, menahan tawa.

Jhonatan menggelengkan kepalanya, terhibur dan tercengang. “Baiklah. Martabak termurah yang pernah saya beli. Martabak bersejarah, malah.”

Aresa terkekeh. “Yang penting enak.”

Mereka berjalan menuju pendopo alun-alun dan duduk di bangku kayu. Udara malam berembus lembut, membawa aroma wangi martabak yang baru matang.

“Coba dulu,” ujar Jhonatan, menyodorkan sepotong martabak hangat.

Aresa mengambilnya dan menggigit perlahan. “Hmm... ini baru hidup,” katanya sambil menutup mata, menikmati rasanya.

Jhonatan ikut memakan bagiannya. Rasa cokelat dan keju beradu di lidah, manis dan asin berpadu sempurna. Ia menatap Aresa yang terlihat bahagia sekali, lalu tersenyum kecil. Ia sadar, kebahagiaan ternyata bisa dibeli dengan sepuluh ribu rupiah.

Tanpa berpikir panjang, Jhonatan menyodorkan potongan martabak yang sudah ia gigit. Ia mengira Aresa akan menolak, tapi ternyata salah. Aresa justru membuka mulutnya tanpa ragu, memakan potongan itu dengan santai.

Aresa kemudian balik menyodorkan potongan lain. “Enak kan, Kapten?” tanyanya dengan nada jahil.

“Enak sekali,” jawab Jhonatan, menatapnya lama. “Lebih enak daripada dinner mahal di Paris.”

Aresa langsung tertawa, menepuk bahunya pelan. “Gombal banget sih, Kapten!”

Jhonatan ikut tertawa, tapi nadanya kemudian melembut. “Oh ya, soal pacar kamu itu…” katanya pelan, kali ini tanpa nada bercanda. “Jangan terlalu dipikirin. Dia pasti bakal muncul lagi. Mungkin cuma butuh waktu.”

Aresa terdiam sesaat, lalu menjawab lirih, “Sejak saya pulang ke Indonesia, dia tiba-tiba hilang kontak. Mungkin karena sibuk di sana. Dia pembalap reli, Kapten. Balapan itu butuh fokus penuh. Saya ngerti kok.”

Ia berusaha tampak tenang, tapi Jhonatan bisa melihat sesuatu di matanya—kekhawatiran kecil yang tak bisa disembunyikan.

Ia diam sejenak, menatap wajah Aresa yang kini diterangi cahaya lampu taman. Dalam hati, ia tahu, ada sesuatu yang tidak beres. Bagaimana mungkin seorang pacar bisa menghilang tanpa kabar selama lebih dari seminggu, di tengah hubungan yang katanya serius?

Bukan karena cemburu, tapi naluri protektifnya muncul begitu saja. Ia akan mencari tahu siapa pria itu.

“Setelah martabak ini habis,” kata Jhonatan, berdiri dan mengulurkan tangan, “kita keliling kota. Saya janji, malam ini nggak ada masalah. Hanya kamu, saya, dan sepuluh ribu rupiah kebahagiaan.”

Aresa tersenyum lebar, meraih tangan Jhonatan. “Siap, Kapten.”

****

Aresa melingkarkan tangannya di pinggang Jhonatan dan menyandarkan helmnya di punggung pria itu. Mereka tidak langsung pulang, melainkan berkeliling sebentar, menikmati sejuknya malam Banjarnegara di atas motor matic tua.

Sepanjang perjalanan, tawa mereka terdengar nyaring menembus dinginnya udara. Jhonatan melupakan kode etik, melupakan perannya sebagai perwira kaku yang selalu menjaga jarak. Ia hanya ingin menikmati momen nyata bersama Aresa.

Aresa bercerita tentang insiden lucu saat ia salah coding dan merusak sistem telemetri di Italia. Jhonatan membalas dengan kisah konyol saat ia harus berlari mengelilingi barak karena terlambat apel pagi.

Mereka bukan lagi dua orang yang bersandiwara. Mereka adalah dua jiwa yang secara tak terduga menemukan kenyamanan dalam hal-hal kecil.

Jhonatan merasakan tangan Aresa semakin erat memeluknya. Ia tahu, sandiwara ini sudah berubah menjadi sesuatu yang lebih serius.

****

Saat berhenti di lampu merah, Jhonatan merasakan ponselnya bergetar di saku jaket. Ia memegang tangan Aresa sebentar, lalu mengeluarkannya diam-diam.

Satu pesan masuk dari Bison.

“Target sudah diamankan, Bos. Situasi terkendali. Target tidak akan mengganggu. Kami menunggu perintah selanjutnya.”

Jhonatan menarik napas lega, tapi di dadanya muncul rasa getir.

Kebahagiaan Aresa malam ini... dibangun di atas sisi gelap yang tak boleh ia ketahui.

Ia mengantongi ponsel lagi, lalu memutar motor ke arah rumah Adnan.

****

Motor matic itu akhirnya berhenti di depan rumah Adnan. Malam telah larut, udara dingin menusuk, dan hanya lampu teras yang menyala redup.

Jhonatan mematikan mesin. Keheningan seketika menyelimuti mereka. Ia melirik jam di pergelangan tangan—sudah lewat tengah malam.

Aresa turun, wajahnya masih menyisakan senyum dari tawa sebelumnya. Tapi senyum itu perlahan memudar ketika ia melihat betapa sunyi nya rumah itu.

“Kapten,” bisik Aresa, menatap Jhonatan dengan rasa bersalah. “Kita pulang... terlalu larut, ya?”

Jhonatan mengangguk. “Ya, Res. Terlalu larut.”

Mereka berjalan pelan menuju pintu utama. Konsekuensi dari kencan yang terlalu menyenangkan ini akan menanti mereka besok pagi dalam bentuk ‘sidang keluarga’.

Sebelum Aresa masuk, Jhonatan menatapnya dan berbisik, “Tidur nyenyak, safe harbor. Siapkan mental untuk interogasi besok.”

Aresa tersenyum kecil. “Anda juga, Kapten. Terima kasih untuk martabak sepuluh ribu yang bersejarah.”

Keduanya melangkah masuk ke rumah yang sunyi, membawa tawa yang baru saja mereka ukir malam itu.

Namun di luar sana, di balik keheningan Banjarnegara, seseorang masih terjaga—mengamati dari jauh.

Dan malam yang tenang itu… ternyata belum benar-benar berakhir.

1
🌹Widianingsih,💐♥️
bapaknya Aresa sangat tegas dan sayang anak.
Beda ya, keluarga militer dan orang biasa mah cara mendidik anak-anaknya 👍
Saila Alka
mungkin dia wanita yang kamu nantikan
Saila Alka
pasti cuma berharap bisa bertemu kembali dengan wanita itu kan......
Nuri_cha
date terselubung ya Jhom.. sa ae, kapten yg satu ini
Nuri_cha
idenya bisa juga bang... Pepet terusss
Shin Himawari
my safe harbor cenahhh kapten ini bikin istilahh yang sesuai dirinya tapi sweet banget 😭
Shin Himawari
diem diem pak Adnan acc kapten Jho yaaa ciyee calon mantu
Shin Himawari
sama bang, aku pikir pak Adnan bakal ngamuk juga, mungkin pak Adnan liat ketulusan kapten Jho ya 🥺
Drezzlle
semoga kak Jessica bisa bantu ya
Drezzlle
idih fitnah banget ini gusti
Wida_Ast Jcy
karena itulah harus lu selediki....
Wida_Ast Jcy
🤣🤣🤣🤣🤣 buruan atuh
mama Al
omelin tuh si Vero
mama Al
iyalah resa juga sudah punya pengganti 🤭
mama Al
hahaha lagian ganggu macan lagi tidur 🤭🤭🤭
kim elly
LDR nggak bisa di percaya
kim elly
🙄 akhirnya terkuak
kim elly
🤭🤭iya kaburu ketinggalan pesawat
TokoFebri
benteng terkuat adalah benteng yang beberbeda keyakinan. wkwkw
TokoFebri
suka banget sama anak Yaang pernah mondok. ujiannya berat banget dah.. aku aja ga kuat wkwk.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!