NovelToon NovelToon
Pengganti Yang Mengisi Hati

Pengganti Yang Mengisi Hati

Status: sedang berlangsung
Genre:Pengantin Pengganti / Pengganti / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir / Tukar Pasangan
Popularitas:521
Nilai: 5
Nama Author: Vanesa Fidelika

Seharusnya hari itu jadi momen terindah bagi Tiny—gaun putih sudah terpakai, tamu sudah hadir, dan akad tinggal menunggu hitungan menit.
Tapi calon pengantin pria... justru menghilang tanpa kabar.

Di tengah keheningan yang mencekam, sang ayah mengusulkan sesuatu yang tak masuk akal: Xion—seseorang yang tak pernah Tiny bayangkan—diminta menggantikan posisi di pelaminan.

Akankah pernikahan darurat ini membawa luka yang lebih dalam, atau justru jalan takdir yang diam-diam mengisi hatinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vanesa Fidelika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29: Siapa Dalangnya?

   Diva melirik. “Lo gak marah?”

   Tiny tersenyum, pahit. “Enggak. Ngapain juga marah? Toh, yang mereka tahu Cuma cerita setengah. Sisanya mereka tambah-tambahin sendiri.”

   Diva melongo kecil, menatap Tiny dengan takjub. “Gila… lo dewasa banget sekarang.”

   Lalu ia mencondongkan badan, menggoda, “Mungkin efek merantau kali ya? Atau… efek dapat suami yang dewasa juga?”

   Tiny mengerling geli. “Udah, yuk. Ke kamar lo aja gimana?”

   Ia berdiri sambil menarik-narik tangan Diva. “Gue yakin lo ada jajanan kan? Bawa ke kamar. Kita nonton drakor bareng. Yang ada oppa-oppa ganteng itu…”

   Diva langsung berdiri, suaranya lantang seperti biasa, “GASKEN!”

   Gayanya santai, langkahnya besar-besar seperti mengikuti balap lari.

   Ada aura tomboy yang memang khas Diva sejak dulu—tak berubah sedikit pun. Beda dengan Tiny yang kini makin kalem, makin tenang… tapi di sisi sahabatnya ini, ia bisa gila lagi. Ceria lagi, dan cerewet lagi tentunya.

   Mereka melangkah menuju kamar Diva sambil saling lempar lelucon kecil. Tak ada topik berat. Tak ada luka yang dibahas lagi.

   Untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu terakhir… Tiny bisa tertawa lepas. Bersama Diva, sahabatnya—yang meski cerewet dan agak urakan, tapi selalu tahu caranya membuat Tiny merasa pulang.

°°°°

   Xion keluar dari kamarnya.

   Langkahnya santai, tanpa tujuan jelas, hanya ingin mengambil udara segar di lorong rumah ini yang sudah lama tidak ia datangi.

   Matanya tanpa sadar tertuju ke pintu yang tak jauh dari tempatnya berdiri.

   Pintu kamar Diva. Dari sanalah suara tawa itu datang. Riuh. Ringan.

   Tawa dua perempuan yang sangat dikenalnya—dan sangat ia sayangi.

   Diva… Adiknya yang selalu frontal tapi setia.

   Dan Tiny…

   Xion terdiam sejenak. Ada sesuatu di hatinya yang menghangat—lalu menyelusup pelan ke dada. Sejak kapan Tiny masuk ke dalam daftar “kesayangan”-nya?

   Ia tak ingat pasti. Mungkin sejak pernikahan. Mungkin juga sejak malam itu?

   Tapi… saat Tiny tertawa barusan—tawa yang jujur, lepas, tanpa beban—Xion merasa seperti melihat bagian dari dirinya sendiri ikut tenang.

   Jarang sekali Tiny bisa tertawa seperti itu akhir-akhir ini. Dan jika suara itu bisa kembali karena Diva… Atau karena rumah ini… Atau mungkin… karena dirinya juga… Maka, biarlah tawa itu terus ada.

   Xion bersandar di dinding, menatap lurus ke depan, Tapi telinganya tetap menangkap suara dari balik pintu itu.

   Suara tawa dua perempuan yang berhasil membuat rumah ini hidup kembali.

°°°°

   Tok tok.

   Dari balik pintu kamar Diva.

   “Suami lo tuh, jemput lo. Suruh tidur siang, jangan drakor mulu.” ujar Diva dengan nada malas.

   Tiny mendengus sambil nyubit lengan Diva pelan. “Baru juga dua episode, udah disuruh pensiun.”

   Tapi pintu tak juga dibuka. Dan…

   CREK! Pintu mendadak terbuka dari luar.

  “WOY!”

   Suara Gery langsung meledak dari ambang pintu.

   Diva dan Tiny sontak terlonjak. Diva bahkan nyaris menjatuhkan bantal yang sedang ia peluk.

   “Gila lo!” seru Diva. “Main dobrak aja lo! Sangkain maling!”

   Gery cengar-cengir tanpa dosa. “Gue capek ngetok, kagak dibukain. Dasar musang.”

   Diva yang dikatakan musang, jelas tak terima. “Ngapa sih lo tiba-tiba nongol? Gak ada kabar, gak ada angin, gak ada somay.”

   Gery celingukan santai. “Papa mama mana?”

   Diva menghela napas berat. “Dari tadi semua orang nanya itu! Lagi ada urusan. Gatau kemana, gatau kapan balik. Jangan tanya ke gue, tanya ke langit!”

   Gery nyengir, lalu melirik ke arah Tiny. “Eh… ada lo, Tiny?”

   Tiny mendecak pelan. “Ya iyalah. Masa bayangan gue doang.”

   Gery ngakak sebentar, lalu mencari-cari sosok lain. “Xion mana? Mobilnya parkir, bini-nya nongol, lakinya ilang.”

   “Gatau,” jawab Tiny, “Nyari ketenangan batin, mungkin.”

   Gery mencibir, “Tadi gue ketok kamarnya, kagak ada. Jangan-jangan jadi ninja.”

   Diva melipat tangan. “Lo tuh nyari Papa Mama kenapa sih?”

   Gery garuk kepala. “Mau ambil dokumen.”

   Diva mencolek bahunya, “Yaudah, nongkrong di luar sana. Jangan ngerecokin kamar cewek!”

   Gery akan berbalik, tapi tiba-tiba berhenti dan membalikkan badan. “Oiya, gue lupa bilang. Alicia… hamil.”

   Seketika…

   “APA??”

   Suara Tiny dan Diva pecah bareng layaknya sound system rusak.

   Gery langsung menutup kedua telinganya. “Anj1r! Boleh gak jangan nyakar gendang telinga gue?!”

   Tiny langsung berdiri dengan semangat seperti mendapat kupon diskon 90%. “Gue sama Diva ke rumah lo sorean, ya! Gue mau lihat Kak Alicia!”

   Diva juga ikut berdiri. “Fix. Kita berangkat. Gue bawa jelly sama mangga muda!”

   Gery geleng-geleng. “Terserah. Tapi tolong ya, jangan rusuh. Gue takut istri gue stres karena dua setan dateng barengan.”

   “AMANN!!”

°°°°

   Xion kini di taman belakang. Udara terasa lebih sejuk di sana, dikelilingi tanaman buah yang tertata rapi—pepaya, mangga, jambu air, semua tumbuh subur.

   Tempat itu sunyi. Hening. Tapi bukan hening yang menyedihkan—lebih seperti pelarian dari dunia yang terlalu bising.

   Xion duduk di kursi taman, tangannya menggenggam secangkir teh yang mulai dingin.

   Alam memang hobinya. Tapi selama ini…

   Hobi itu selalu terpendam di balik jadwal kerja yang padat dan tanggung jawab rumah tangga yang tak henti. Ini, mungkin, jadi satu-satunya bagian dari dirinya yang paling pribadi.

   Saat Xion tengah menikmati suasana itu, Tiba-tiba sepasang tangan menepuk bahunya dari belakang.

   Refleks, Xion duduk lebih tegak dan memutar tubuh. Pandangan tajamnya langsung tertuju ke tangan yang menepuk tadi.

   Bukan tangan perempuan.

   Lebih besar, kasar.

   Dan pemiliknya…

   “Woy,” ujar sosok itu santai.

    Xion menyeringit, lalu mengendurkan bahunya. “Bang Gery?”

   Gery cengar-cengir. “Susah payah gue nyari lo, gak ketemu-temu. Eh, nongkrong di sini rupanya.”

   Xion mengangguk pelan, nadanya berat seperti biasa. “Tumben ke sini?”

   Gery duduk di kursi batu di dekatnya. “Rumah gue juga ini, bebas dong.”

   Xion menatapnya sebentar. “Sendirian aja?”

   Gery mengangguk. “Iya. Gue sendiri. Mau ambil dokumen. Tapi nunggu Mama pulang dulu.”

   Xion mengangguk lagi. Tapi pikirannya berputar cepat. Masih segar di ingatannya… malam itu.

   Obat. Kesadaran. Dan peristiwa yang mengubah segalanya.

   Tanpa basa-basi, Xion akhirnya membuka suara. To the point, “Kamu yang ngasih obat ke Teh waktu terakhir ke rumah aku?”

   Wajah Gery sempat berubah. Hanya sepersekian detik—tapi cukup untuk Xion menangkapnya. Satu ekspresi yang terlalu cepat… untuk disebut kebingungan.

   Namun Gery segera kembali ke wajah santainya. “Iya. Gue yang ngasih. Kenapa? Berhasil kan?”

   Xion menyipitkan mata. “Apa manfaat ngasih obat kayak gituan?”

   Gery menyandarkan punggungnya ke kursi. “Gue gak tahu pasti. Dalangnya bukan gue. Gue Cuma pelaksana. Yang eksekusi aja.”

   Xion mengepal tangan. “Siapa dalangnya?”

   Gery berdiri pelan, memasukkan kedua tangannya ke saku celana. Ekspresinya berubah datar.

   “Kalau gue kasih tahu… lo nggak bakal percaya. Soalnya, orang itu orang yang lo percaya banget.”

   Xion ikut berdiri, sorot matanya kini tajam. “Kamu pikir aku nggak bisa hadapi? Siapa? To the point aja. Nggak usah basa-basi.”

1
Arisu75
Alur yang menarik
Vanesa Fidelika: makasih kak..

btw, ada novel tentang Rez Layla dan Gery Alicia lho..

bisa cek di..
Senyum dibalik masa depan, Fizz*novel
Potret yang mengubah segalanya, wat*pad
total 1 replies
Aiko
Gak bisa dijelaskan dengan kata-kata betapa keren penulisan cerita ini, continue the good work!
Vanesa Fidelika: aa seneng banget..makasih udah mau mampir kak. hehe

btw ada kisah Rez Layla dan juga Gery Alicia kok. silakan mampir kalau ada waktu..

Senyum Dibalik Masa Depan👉Fi*zonovel
Potret Yang Mengubah Segalanya👉Wat*pad
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!