NovelToon NovelToon
Pewaris Sistem Kuno

Pewaris Sistem Kuno

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Spiritual / Sistem / Kultivasi Modern / Fantasi
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Ali Jok

Jaka, pemuda desa yang tak tahu asal-usulnya, menemukan cincin kuno di Sungai Brantas yang mengaktifkan "Sistem Kuno" dalam dirinya.

Dibimbing oleh suara misterius Mar dan ahli spiritual Mbah Ledhek, ia harus menjalani tirakat untuk menguasai kekuatannya sambil menghadapi Bayangan Berjubah Hitam yang ingin merebut Sistemnya.

Dengan bantuan Sekar, keturunan penjaga keramat, Jaka menjelajahi dunia gaib Jawa, mengungkap rahasia kelahirannya, dan belajar bahwa menjadi pewaris sejati bukan hanya tentang kekuatan, tetapi tentang kebijaksanaan dan menjaga keseimbangan dunia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ali Jok, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PAGI YANG ASING DI BUMI YANG BARU

Pernah nggak kalian bangun pagi dan ngerasa sesuatu yang beda? Kayak hari ini bakal jadi hari yang spesial? Nah, aku baru aja ngerasain itu tapi levelnya ekstrem. Kita baru aja ngubah seluruh planet, jadi ya, "sedikit beda".

Perjalanan balik dari inti Bumi tuh... aneh. Terowongan yang sebelumnya gelap dan panas sekarang dipenuhi sama akar-akar bercahaya dan kristal kecil yang berdenyut kayak kunang-kunang. Bahkan batuan biasa aja kayak punya semacam... energi hidup.

"Aku masih bisa merasakan keberadaan Banaspati," bisik Sekar tiba-tiba. Tangannya masih pegangan sama diriku. "Banaspati. Dia seperti... tersebar di mana-mana."

aku mengangguk, setuju dengan ucapan Sekar, wajahku serius tentangnya. "Aku juga. Seperti dia sekarang jadi bagian dari setiap batu, setiap api, setiap napas Bumi."

Mbah Ledhek, yang jalan di depan, tersenyum. "Pengorbanan yang indah. Dia tidak mati, dia jadi abadi."

Pas kita keluar dari mulut gua di Gunung Lawu, pemandangan yang kita lihat membuat kita semua diam. Langit, warnanya bukan biru biasa lagi, tapi semacam biru-ungu keemasan. Pohon-pohon sekitar bersinar lembut, daun-daunnya bergemerisik seperti bisik-bisik sesuatu yang hampir bisa didengar.

"Whoa," cuma itu yang bisa aku ucapkan, takjub, seakan melihat dunia lain.

Sekar menunjuk ke bawah, antusias seperti anak kecil menemukan mainan baru. "Lihat! Rumputnya... bergerak."

Beneran. Rumput-rumput itu seperti menari pelan, mengikuti irama yang cuma mereka yang dengar. Dan yang paling gila, burung-burung terbang dalam formasi yang terlalu sempurna, seperti menari balet di udara.

"Telepati," kata Mbah Ledhek tiba-tiba, wajahnya sangat penasaran. "Coba."

aku fokus, mencoca mengirim pesan ke Sekar dalam pikiran: "Kamu dengar ini?"

Mata Sekar melebar, terkejut tak percaya. "Jaka? Kamu bisa denger aku juga?"

aku sedih sampai hampir menangis, kutahan air mata ini sekuat tenaga. Ternyata perubahan di Bumi membuat kita bisa komunikasi telepati! Tapi jaraknya terbatas, hanya dalam beberapa meter.

"Coba sama yang lain," saran Mbah Ledhek, terdengar seperti guru yang sangat mendidik.

Kita mencoba fokus ke sekelompok penduduk desa yang lagi berdiri bengong di kejauhan, tapi yang kita denger cuma... kebingungan mereka. Kayak static radio. Jadi telepati kita cuma bekerja sama sesama yang terlibat dalam aktivasi Genesis Device.

Penduduk desa di kaki Gunung Lawu kelihatan... bingung, tapi tidak takut. Ada seorang bapak-bapak tua yang lagi duduk di depan rumah, nonton rumput di halamannya yang tiba-tiba tumbuh bunga-bunga berwarna pelangi.

"Lho, Jaka? Sekar?" Dia menyapa, heranku responnya seperti tidak ada apa apa dengan perubahan ini. "Kalian tau nggak ini, apa yang terjadi?"

Yang mengejutkanku, dia keliatan tenang banget. Padahal dunianya baru aja berubah total.

"Bumi... berubah, Pak," jawabku hati-hati.

Dia manggut-manggut. "Aneh ya. Tadi malem aku mimpiin almarhum istriku. Lebih jelas dari biasanya. Kayak dia lagi benar-benar di sini."

Sekar pegang tanganku lebih kenceng, mencoba menenangkan diriku dengan situasi ini. "Jaka, dia nggak takut. Semua orang yang kita liat keliatan... damai."

Dia bener. Anak-anak malah ketawa-ketawa lari-larian ngejar kupu-kupu yang sekarang punya sayap berbentuk kristal. Ibu-ibu masih masak di dapur, cuma sesekali melirik ke sayuran yang masih segar padahal baru aja dipetik seminggu lalu.

"Kesadaran kolektif," bisik Mbah Ledhek, dengan nada penuh percaya diri dan seakan sudah tahu akan seperti ini. "Bumi sekarang ngasih ketenangan pada semua penghuninya."

Tapi aku merasa ada yang aneh. Aku nggak bisa jelasin gimana, tapi aku bisa ngerasain Bumi lagi... memperhatikan. Kayak planet ini sekarang punya kesadaran sendiri, dan dia lagi ngeliatin kita semua.

Aku lagi asik ngebantu seorang emak-emak menanam benih yang tumbuh dalam hitungan detik, tiba-tiba...

BRRRZZZZZZZT!

Suara itu bukan di telinga, tapi di seluruh tubuhky. Kayak getaran frekuensi rendah yang bikin semua tulangku gemetar.

"Kamh denger itu?" tanya Sekar, mukanya pucat, badannya gemetar seperti gempa.

"Semua orang denger," jawab Mbah Ledhek, sambil melihat langit yang baru itu. "Itu bukan suara biasa."

Lalu, sesuatu yang bikin mataku melotot. Di langit, muncul tiga... yah, aku nggak tau apa namanya. Bukan pesawat, bukan burung, tapi lebih kayak kapal yang terbuat dari cahaya dan kristal. Mereka turun dengan pelan, nggak bikin suara, dan mendarat di lapangan dekat balai desa.

Warga desa pada berkumpul, tapi ini yang aneh, nggak ada yang panik. Mereka cuma pada nonton penasaran, kayak lagi liat pertunjukan kembang api.

Pintu salah satu kapal terbuka, dan tiga makhluk keluar. Mereka bentuknya mirip manusia, tapi tinggi banget, sekitar tiga meter dan kulitnya kayak dipenuhi bintik-bintik cahaya kecil. Yang paling depan pakai jubah yang kayak terbuat dari galaxy beneran.

"Kami datang dengan damai," suaranya langsung di kepala semua orang. Dan yang ngeri, dia berbicara dalam bahasa Jawa! "Kami adalah Penjaga Pengetahuan."

Aku, Sekar, dan Mbah Ledhek maju. Rasanya natural aja, kayak kita yang harus ngadepin mereka.

"Kami menyaksikan kebangkitan Benih Pencipta ketujuh," kata makhluk itu, fokus ke diriku, matanya memperhatikan dari ujung kaki sampai kepala. "Bumi telah mencapai kedewasaannya."

"Benih Pencipta ketujuh?" ulangku, mempertanyakan sesuatu yang aku bahkan tidak tahu apa itu.

"Ya. Enam lainnya tersebar di galaksi. Tapi hanya tiga yang berhasil bertahan." Makhluk itu, yang memperkenalkan diri sebagai Aeliana, tersenyum. "Kami mengundang kalian untuk bergabung dengan Simfoni Galaksi."

Warga desa pada bengong-bengong. Beberapa malah udah balik lagi ngurus kebun mereka, kayak kedatangan alien itu hal yang biasa aja.

"Simfoni... apa?" tanya Sekar, penuh rasa ingin tahu, yah seperti itu lah sekar.

"Komunitas peradaban yang sudah mencapai kesadaran kosmik," jelas Aeliana. "Kami berbagi pengetahuan, melindungi satu sama lain, dan... mengamati Benih-Benih lainnya."

Kita berkumpul di rumah warga sekitar Gunung Lawu buat diskusi. Aeliana dan teman-temannya bilang mereka akan menunggu jawaban kita.

"Gimana kita harus mutusin sesuatu yang kayak gini, bahkan aku tidak mengerti sama sekali?" protesku, sesuatu yang baru kadang sangat berbahaya. "Ini harusnya diputusin sama seluruh umat manusia!"

"Tapi kita yang diminta," kata Sekar, memberi saran yang masuk akal. "Kita yang ngaktifin Genesis Device. Kita yang... berubah lebih dulu."

Mbah Ledhek mengambil semangkuk air lalu menaruh tangannya. "Coba kita tanya Bumi."

Aku dan Sekar melihat dengan heran waktu air di mangkuk itu mulai berkilau. Lalu, dalam bayangan di air, kita liat... semua orang. Bukan cuma manusia, tapi juga hewan, tumbuhan, bahkan mikroba. Semuanya terhubung.

"Bumi sudah jawab," kata Mbah Ledhek, keringat membasahi wajahnya. "Dia percaya sama kita."

Aku merasa membaca seluruh internet sekaligus. Semua perasaan, semua pikiran, semua harapan dari setiap makhluk di Bumi. Dan yang jelas, mereka semua pengen maju. Pengen belajar. Pengen tumbuh.

"Oke," akhirnya aku bilang ke Aeliana yang lagi nunggu di luar. "Kita terima undangan kalian. Tapi dengan syarat, kita yang tentukan tempo kita. Kita masih harus belajar."

Aeliana manggut, senyumnya lembut. "Itu bijaksana. Kami akan—"

Dia tiba-tiba berhenti, matanya yang seperti nebula itu melebar. Dia ngeliatin sesuatu di belakang gue.

Gue balik badan dan nggak percaya apa yang gue liat..

Tapi bukan Banaspati yang kita kenal. Dia sekarang lebih... abstrak. Kayak patung asap yang dibentuk angin, dengan mata yang masih merah tapi sekarang lebih lembut.

"Jaka," suaranya bergema dari mana-mana sekaligus. "Aku nemuin sesuatu di dalam kesadaran Bumi. Orang tuamu... mereka nggak mati. Mereka terperangkap di antara dimensi."

Aku nggak bisa bergerak. Nggak bisa napas, informasi yang sangat membuat pikiran dan hatiku berhenti sesaat.

"Terperangkap? Dimana?"

Tapi sebelum Banaspati bisa jawab, Aeliana mendesis, wajahnya sekarang seram. "Itu mustahil! Jiwa seharusnya tidak bisa kembali!"

Dan dari langit, datang suara yang lain, suara yang bikin darahku beku. Suara yang dulu kita denger waktu pertempuran melawan Pemburu.

"KAMI TAU KALIAN BANGUN," suara itu mengguntur, udara bergetar. "BENIH PENCIPTA TIDAK BOLEH HIDUP. KAMI AKAN HABISKAN KALIAN SEMUA."

Aeliana langsung berubah jadi waspada. "Mereka sudah datang. The Harvesters."

Aku lihat Sekar, lihat Mbah Ledhek, lihat warga-warga desa yang sekarang akhirnya keliatan takut.

"Pertanyaan gabung atau nggak jadi nggak relevan lagi," kataku, ngerasain energi baru mengalir di tanganku. "Kayaknya kita langsung diterima di klub galaksi, sebagai target."

Banaspati yang sekarang jadi entitas asap itu mendekat. "Perang baru akan mulai. Tapi kali ini, kita nggak sendiri."

Dia nunjuk ke langit, dimana sekarang mulai bermunculan kapal-kapal lain, kapal-kapal yang bentuknya berbeda, dengan desain aneh-aneh, tapi semuanya mengambil posisi melindungi Bumi.

"Benih-Benih lain?" tebak Sekar, jika Shareloc Holmes mencari asisten menurutku Sekar cocok.

Aeliana manggut, sekarang keliatan lebih rileks. "Simfoni Galaksi tidak akan membiarkan Harvesters menghancurkan satu anggota baru."

Aku tarik napas dalem. Besok, kita mungkin harus berperang lagi. Tapi sekarang...

Sekarang, aku cuma bisa liat langit yang penuh sama pesawat ruang angkasa dan ngerasain satu hal: penasaran.

"Mar," gue bisikin. "Kamu siap buat perang galaksi?"

"Database saya sudah diperbarui dengan taktik perang antar bintang," jawabnya, dan aku bisa denger senyum dalam suaranya, senyum seperti sudah menunggu momen ini. "Tapi saya lebih suka kita mulai dengan perkenalan dulu."

aku tertawa. Mungkin semesta ini lebih gila dari yang pernah aku bayangin. Tapi satu hal yang pasti, Bumi nggak sendirian lagi.

Dan kita? Kita baru aja jadi warga semesta.

1
ShrakhDenim Cylbow
Ok, nice!
Walaupun latar belakangnya di Indonesia, tapi author keren gak menyangkut-pautkan genre sistem dengan agama🤭
ShrakhDenim Cylbow: Bagoos💪
total 2 replies
Marchel
Cerita yang bagus lanjutkan kak..
Ali Asyhar: iyaa kak terimakasih dukungannya
total 1 replies
Ali Asyhar
semoga cerita ini membuat pembaca sadar bahwa mereka penting untuk dirinya
T A K H O E L
, , bagus bro gua suka ceritanya
bantu akun gua bro
Ali Asyhar: oke bro
total 5 replies
Ali Asyhar
otw bro
Vytas
semangat up nya bro
Vytas
mampir juga bro,
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!