Kisah dua anak manusia yang ditemukan karena takdir.
Sekartaji adalah anak ketiga dari empat bersaudara yang semuanya perempuan. Dia adalah satu-satunya yang belum menikah di usianya yang ke 27 sementara kedua kakak dan adiknya sudah punya pasangan masing-masing. Sekar tidak ada keinginan menikah karena baginya pria jaman now red flag semua.
Danapati, seorang pengusaha berusia 34 tahun, belum mau menikah karena menunggu wanita yang membuatnya jatuh cinta.
Bagaimana jika dua orang yang tidak mau menikah tapi dipertemukan oleh takdir?
Disclaimer. Ini bukan cerita rakyat Jawa ya. Hanya cerita komedi unfaedah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Reeves, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sedikit Demi Sedikit
"Ini kamu waktu masuk SD, Sekar. Lihat, kamu manis sekali dan sekarang ...."
"Jadi cewek tomboy," potong Danapati.
"Tapi tetap cantik, Nji," senyum Bu Lusi. "Ini nilai-nilai kamu dari kelas satu sampai kelas dua."
Sekartaji membaca transkip raportnya. "Ternyata aku tuh pintar ya?"
Danapati menyipitkan matanya. "Memang kamu pintar, nduk."
Sekartaji tersenyum. "Alhamdulillah. Meskipun aku amnesia tapi kemampuan berpikir aku tidak kena. Jujur itu yang dikhawatirkan papa dan mama. Takutnya aku jadi berbeda dan bodoh karena mereka tahu sebelumya bahwa aku itu pintar."
"Itu yang penting Sekar. Pertama kamu masih diberikan umur, kedua kamu masih bisa belajar dan kemampuan otak kamu tidak berkurang untuk menyerap semuanya." Bu Lusi menggenggam tangan Sekartaji. "Jujur ibu khawatir saat mendengar kamu ketabrak. Doa ibu saat itu, kamu hidup dan kemampuan berpikir serta belajar kamu tidak hilang. Syukurlah kamu bisa survive dan bisa jadi insinyur."
Sekartaji memegang tangan Bu Lusi. "Apakah ibu ingat dulu bagaimana Raden Panji Inu Kertapati ini bertemu dengan saya?"
Bu Lusi cekikikan mendengar Sekartaji menyebutkan nama Panji. "Mentang-mentang nama kalian macam cerita rakyat ya jadi diplesetkan terus. Ibu memang tidak tahu kalian bertemu bagaimana, tapi ibu ingat saat itu kamu duduk sendiri di depan tangga sekolah. Kamu hanya diam melihat jalan menunggu papamu datang."
Danapati memperhatikan ekspresi Sekartaji yang tampak berminat dengan cerita Bu Lusi.
"Waktu itu ibu belum pulang karena harus memastikan semua anak-anak pulang bersama orang tuanya atau dengan mobil antar jemput. Terutama yang kelas satu sampai kelas tiga. Kamu satu-satunya siswa yang belum dijemput. Ibu tahu papamu ada rapat di kantor jadi memang agak terlambat."
Sekartaji tampak berpikir. "Apakah waktu itu pas mbak Indira dan mbak Isha masuk rumah sakit karena demam berdarah?"
Bu Lusi mengangguk. "Iya. Dua kakak kembar kamu masuk rumah sakit bersamaan."
"Dulu kakak Sekar dirawat dimana Bu?" tanya Danapati.
"Elisabeth!" jawab Bu Lusi dan Sekartaji bersamaan.
Danapati tersenyum. "Sedikit demi sedikit ya Sekar?"
"Oke. Ibu lanjut ya. Saat itu kamu masih manyun di tangga, datang Panji dengan seragam putih biru naik sepeda. Panji memperkenalkan diri sebagai kakak sepupu kamu, Sekar." Bu Lusi menatap Danapati. "Kamu dari kecil memang sudah terlihat tampan dan semakin matang usia kamu, semakin ganteng lho."
Danapati mendongakkan wajahnya ke Sekartaji. "Benar kan aku makin ganteng! Bahkan foto SIM aku ganteng itu kan sesuatu! Tahu sendiri kan kamera satlantas itu jahat! Bahkan lebih jahat dari kamera apel kroak!"
Sekartaji menatap malas ke Danapati. "Sudah pak? Narsisnya?"
"Kalian itu ... Tidak pernah akur?" goda Bu Lusi.
"Tidak!" jawab Sekartaji dan Danapati bersamaan.
"Ya ampu ...." Bu Lusi tertawa kecil melihat kerandoman pasangan di depannya. "Tapi entah kenapa, ibu merasa kalian jodoh lho."
Sekartaji memasang wajah bergidik sementara Danapati mengangguk semangat.
"Doanya ya Bu Lusi," senyum Danapati.
"Selalu Panji. Ok lanjut ya. Panji duduk menemani kamu, beliin es ..."
"Tung tung. Beliin siomay, beliin roti bakar ... Beliin ...." Sekartaji terdiam dan menoleh ke arah Danapati. "Sepeda kamu warna biru. Tas sekolah kamu warna hitam ada gantungan kunci Doraemon."
"Kamu ... Ingat?" Danapati menatap Sekartaji dengan wajah serius.
"Aku ... ingat ... Kenapa aku ingat sekarang padahal aku sudah berusaha mengingat-ingat dua puluh tahun terakhir ini," gumam Sekartaji.
"Karena sayang, otak manusia itu sangatlah unik. Disaat kamu ingin berusaha mengingat akan sesuatu, dia bisa menutupnya. Tapi disaat kamu sedang tidak ingin mengingatnya, hal yang dulu kamu cari, akan muncul. Itu sama dengan trauma seseorang. Ibu ada kasus seorang siswi yang mengalami pelecehan dari ayahnya sendiri. Dia selalu membuat dirinya membayangkan hal-hal yang membuatnya tenang saat ayahnya melakukan itu. Hingga saat ketahuan, dia tidak bisa mengingat karena pikirannya dia tutupi. Pihak kepolisian dan psikolog berusaha mendapatkan keterangan, tapi siswi itu tetap tidak bisa berbicara."
"Ayahnya b@ngs@t!" umpat Danapati.
"Lalu apa yang terjadi?" tanya Sekartaji.
"Ibu yang maju. Tidak ada pembicaraan soal itu tapi ibu memberikan hasil pekerjaan rumahnya yang mendapatkan nilai bagus. Pelan-pelan ibu korek informasi dengan pengawasan pihak kepolisian karena si ayah hendak dibebaskan dengan jaminan. Untungnya si anak bisa keluar semua bahkan dia menyebutkan detail semua hal yang ada di tubuh ayahnya."
"Ya Allah ... Pasti anak itu sangat trauma berat Bu." Sekartaji merasa miris mendengarnya.
"Si ayah akhirnya masuk penjara lagi, si anak akhirnya diasuh oleh tantenya dan dibawa ke Australia karena ibunya ... Tipikal wanita bodoh yang mencintai tanpa logika dan tidak percaya suaminya melakukan pelecehan pada anak mereka sendiri. Demi menghindari kekerasan dari ibunya yang merasa anaknya yang berusia delapan tahun itu bohong, Tantenya membawa pergi dari Indonesia."
"Berapa lama anak itu dilecehkan?" tanya Danapati.
"Setahunan."
"Lalu? Ayahnya ?" tanya Sekartaji.
"Mati di sel. Dikeroyok oleh napi lain. Ibunya, tetap menyalahkan putrinya dan terakhir ibu dengar, dia di rumah sakit jiwa karena depresi berat saat tahu suaminya mati di lapas."
"Siswi itu?" tanya Danapati.
Wajah Bu Lusi tampak murung. "Sayangnya, dia meninggal karena kecelakaan saat mau berangkat kuliah. Ibu tahu dia menjadi gadis yang penuh semangat dan aktif dalam membantu para korban pelecehan. Allah ternyata lebih sayang dengan dia."
Sekartaji dan Danapati terdiam.
"Oh maksud ibu, hal-hal yang ada di otak itu seperti internet. Ada tapi tersembunyi. Kamu mengalami amnesia tapi dengan sedikit trigger, kamu akan bisa mengingatnya."
"Jadi pak Panji ... Sengaja membawa saya ke Semarang demi membuat saya ingat?" tanya Sekartaji berusaha merangkai semua peristiwa yang terjadi dua hari ini.
"Benar. Kenapa tidak langsung ke sumbernya. Aku tidak menyangka Bu Lusi masih ingat bahkan menjadi kepala sekolah disini, Sekar." Danapati menatap lembut ke Sekartaji. "Terbukti kan? Kamu mulai ingat satu persatu kan?"
Sekartaji mengangguk. Terlepas dari sikap slengean Danapati, tapi dia sangat perhatian pada Sekartaji.
"Sekar, Panji itu baik waktu kecil dan ibu lihat sampai detik ini pun tidak berubah kalau sama kamu. Bahkan Panji cuma melihat kamu waktu bertemu dengan dua kakak kembar kamu. Panji hanya mau melihat kamu, tapi sedikit menunduk saat berbicara dengan Indira dan Ishani. Ibu tahu karena kalian berempat saat itu sangat kiyut dan ibu pun lebih kepo dengan sikap kalian masing-masing."
"Saya memang sudah naksir Sekartaji dari dulu Bu. Hanya saja karena waktu itu Sekar kata ibu pindah ke Jakarta, saya lost contact. Setelah bertemu lagi, saya tidak akan melepaskan lagi!" jawab Danapati tegas.
Sekartaji menatap Danapati dengan sorot mata tidak bisa terbaca.
"Aku serius, Dewi Sekartaji."
***
Yuhuuuu up Siang Yaaaaaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️
Mending ngundangnya Xu Cai, Chen Yuan ,atau Dylan Wang aja ya anak cantik