Aku tidak pernah tahu tentang bagaimana akhirnya. Mencintaimu adalah sesuatu tanpa rencana yang harus kutanggung segala konsekuensinya. Jika di izinkan Tuhan untuk bersama, aku bahagia. Tapi jika tidak, aku terima meski terluka. -Alea-
**
Hamil diluar nikah memang sebuah aib, tapi kenapa harus perempuan yang menanggung lebih banyak sikap dan penilaian buruk dari setiap orang.
Lalu, bagaimana dengan Alea? Dia hamil oleh kekasihnya, tapi tidak mendapatkan tanggung jawab dari pria yang telah menodainya.
Di hari pernikahan, Alea harus menerima jika dia harus menikah dengan Rean, suami pengganti untuknya. Kakak dari pria yang membuatnya hamil.
Lalu, pernikahan seperti apa yang akan dia jalani?
Aku hanya suami pengganti untukmu, kau harus pergi dari kehidupanku setelah bayi ini lahir. -Rean-
Bisakah aku memperjuangkanmu sebagai suamiku? -Alea-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Yang Memintanya Pergi
Rean kembali ke rumah, tidak mendapatkan informasi apapun tentang keberadaan Alea. Karena dia juga tidak ingin jika adik sepupunya tiba-tiba harus bersama dengan Samuel. Rean akan berusaha sendiri untuk menemukan keberadaan istrinya sekarang.
"Kak, kenapa bisa Alea pergi?" tanya Arina, menatap Kakak sepupunya dengan lekat.
Rean menghembuskan napas kasar, mengusap wajahnya dengan frustasi. Jika dia mengatakan saat ini dia menyesal karena sudah mengatakan hal itu pada Alea. Mungkin sudah terlalu terlambat.
"Aku yang memintanya pergi, Rin"
Arina menghela napas kasar, menatap Rean dengan tidak percaya atas ucapannya. "Kak, apasih yang kamu pikirkan? Bahkan Alea sedang hamil besar, jika dia kenapa-napa, apa kamu siap? Lagian, Tante dan Paman Chris juga akan sangat kecewa dengan keputusan kamu ini, Kak"
Rean menunduk diam, bahkan dia tidak tahu harus melakukan apa sekarang. Sudah terlanjur membuat istrinya pergi, dan sekarang menyesal pun rasanya percuma.
"Rin, aku hanya berpikir takut menyakitinya lebih dari yang dia terima selama ini. Aku harus menikahi Riska yang hamil anakku, dan itu akan membuat Alea semakin tersakiti"
Arina duduk disamping Rean, menepuk paha Kakak sepupunya ini. "Kak, sebenarnya kamu yakin jika ulat bulu itu hamil anaknya Kakak? Malam itu bahkan kamu tidak ingat apa-apa, Kak. Coba selidiki lagi"
Rean mengusap wajah kasar, dia mulai frustasi dengan semuanya. "Aku sudah pernah menyelidikinya, bahkan mencari tahu dari cctv di bar. Dan memang aku dan Riska masuk ke dalam kamar itu, cukup lama sebelum Arian datang. Lalu, bekas ciuman di tubuhku, aku harus mengartikan apa tentang itu?"
Arina juga bingung harus berkata apalagi sekarang. Karena sepertinya masalah sudah terlanjur terjadi dan tidak akan bisa di ulang kembali.
"Kalau begitu, sebaiknya Kak Rean ceraikan saja Alea. Karena dengan terus bersama, hanya akan semakin menyakitinya"
Rean terdiam, mengingat perjanjian yang telah mereka tanda tangani dan memang Rean akan menceraikan Alea setelah melahirkan. Itu terhitung dua bulan lagi dari sekarang. Tapi sekarang, bahkan hatinya merasa sakit hanya karena dia membayangkan tentang perceraian itu sendiri.
"Aku tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya, tapi aku berharap ini yang terbaik dan tidak akan lebih menyakiti Alea"
Arina mengangguk, sekarang jika memaksa Alea kembali juga percuma. Karena gadis itu sudah banyak mendapatkan luka yang besar. Seharusnya memang sejak awal Alea menyerah, dengan pernikahan yang seperti ini.
"Sekarang tidak perlu mencarinya lagi, pastinya Alea tidak akan mau kembali padamu, Kak. Dia sudah kecewa, karena kamu sudah memintanya pergi"
Rean hanya diam, tatapannya kosong, mata tajam itu menunjukan rasa lelah yang besar. Salah Rean sendiri yang berani meminta Alea pergi, sekarang dia hampir tidak akan bisa menemuinya lagi.
Tapi, apa hidupnya akan tenang? Apa hidupnya akan bahagia? Melepaskan seorang yang dia sadari sudah memiliki hatinya, hanya karena dia tidak mau semakin menyakiti perempuan yang dia cintai.
Namun, cinta tidak akan saling menyakiti.
*
Alea duduk diam di sofa dekat jendela di Apartemen Kakaknya ini. Ditangannya ada sebuah buku yang sedang dia baca. Menenangkan hati dan pikirannya dengan membaca, meski dia yakin itu akan menyembuhkan.
"Al, kita makan dulu yuk. Kamu belum makan apapun"
Alea menoleh, dia tersenyum dan mengangguk pelan pada Kakaknya. Alea menutup buku dan berdiri dari duduk dengan berpegangan pada pinggir sofa, karena geraknya mulai terbatas dengan perutnya yang besar.
Pergi ke ruang makan, Alea duduk dan makan bersama Kak Gina dengan tenang. Makanan yang masuk ke mulutnya, semuanya terasa hambar. Namun, Alea hanya memaksakan untuk makan agar bayi dalam kandungannya sehat.
"Al, aku dengar Riska akan menikah dengan Lion dalam beberapa hari lagi" lirih Gina, seolah takut untuk mengatakannya.
Tanpa sadar, sudah dua bulan berlalu sejak dia pergi dari rumah Rean. Tidak ada yang terjadi, dia hanya diam di dalam Apartemen Kakaknya, keluar hanya untuk melakukan pemeriksaan.
Ponselnya sengaja mati, Alea membuang kartu sim di dalam ponsel agar tidak ada yang menghubunginya. Dia benar-benar ingin menenangkan diri. Bahkan mungkin Ibu Yulita mencarinya, tapi tidak akan bisa.
"Kak, bisa bantu aku datang kesana. Tolong berikan sesuatu pada Kak Rean"
Gina menatap adiknya dengan iba, bahkan kehidupan Alea sudah banyak mendapatkan kepiluan selama hidupnya. Dan sekarang dia harus pergi meninggalkan apa yang dia perjuangkan.
Pada akhirnya, dia tidak bisa memperjuangkan Rean yang sejak awal hanya suami pengganti untuknya.
"Baiklah, nanti Kakak bantu pergi kesana ya"
Sejak hari dia meninggalkan Rean, maka sudah seharusnya Alea menyerah. Tidak mudah untuk tetap bertahan dengan luka, di tengah jiwa yang hancur.
*
Rean menatap foto yang tertinggal saat Alea pergi meninggalkan rumah ini. Dua hari lagi adalah pernikahannya dengan Riska. Namun, ada rasa enggan untuk melakukannya. Rean sadar jika hatinya sudah sepenuhnya berpaling, apalagi ketika dia tahu jika Alea adalah teman masa kecilnya. Namun, untuk apa menyadarinya sekarang? Karena semuanya sudah terlambat.
Rean, mengambil ponselnya yang berdering. Menatap siapa yang menelepon, dan kembali menyimpannya di atas tempat tidur. Saat ini, Rean benar-benar tidak ingin di ganggu siapapun.
"Alea, maafkan aku karena pada akhirnya kita tetap tidak bisa bersama"
Rean berkata sambil menatap foto ditangannya, mengusap bagian anak perempuan yang di kuncir dua itu. Air mata mengalir begitu saja. Menyesali semua yang telah terjadi, tapi itu percuma saja.
"Seandainya malam itu aku tidak pergi dengannya, mungkin hal ini tidak akan terjadi. Aku tidak akan berpisah dengannya, meski sudah banyak luka yang aku tanamkan"
Brak.. Pintu yang terbuka kasar, Rean sedikit terkejut, dia menoleh dan melihat Arian yang masuk.
"Kau tidak menerima teleponku, apa kau ingin terus seperti ini, Kak?" tekan Arian, menatap Rean dengan kesal.
Rean hanya diam, menatap Arian dengan matanya yang sembab. Sudah beberapa hari dia terus menangisi kepergian Alea. Bahkan untuk persiapan pernikahan atau apapun, Rean tidak pernah ingin tahu. Dia hanya sedang meratapi sebuah penyesalan.
"Rian, aku harus bagaimana? Aku sudah tidak bisa bersama Alea. Kau tahu 'kan, jika dia adalah teman masa kecilku. Dan seharusnya aku bersamanya. Aku berjanji untuk menikahinya.. Hiks... tapi aku malah mengabaikannya ketika sudah menikah dengannya. Arian, aku bingung ... Hiks..."
Arian menghembuskan napas kasar, dia menepuk bahu Rean. "Kak, kita gagalkan pernikahan ini. Aku sudah punya bukti atas kebenarannya"
Rean mendongak, menatap Arian dengan sedikit tidak percaya. Bahkan Rena sudah berusaha keras dalam waktu dua bulan ini, mencari bukti yang bisa dia pakai jika sebenarnya dia tidak tidur dengan Riska dan tidak membuatnya hamil. Tapi seolah semuanya ada yang menghalangi, hingga Rean benar-benar sulit mendapatkan informasi apapun.
"Kau mendapatkan bukti"
"Ya, aku mendapatkannya"
Bersambung
Satu kata untuk Rean dipersilahkan.. wkwk
pasti arina dapetin bukti2 dr sam dgn syarat arina harus nikah deh sm sam,,,,
jika ada selain samuel membantu Arin,,berarti itu nanti yg menjadi kekasih nya,,,tapi aku besar kemungkinan bahwa Samuel lah yg memberikan itu bukti🤣🤣🤣🤣🤣
cowok badboy nih bos..senggol dong....