Mutia Muthii seorang ibu rumah tangga yang sudah menikah dengan seorang pria bernama Zulfikar Nizar selama 12 tahun dan mereka sudah dikaruniai 2 orang anak yang cantik. Zulfikar adalah doa Mutia untuk kelak menjadi pasangan hidupnya namun badai menerpa rumah tangga mereka di mana Zulfikar ketahuan selingkuh dengan seorang janda bernama Lestari Myra. Mutia menggugat cerai Zulfikar dan ia menyesal karena sudah menyebut nama Zulfikar dalam doanya. Saat itulah ia bertemu dengan seorang pemuda berusia 26 tahun bernama Dito Mahesa Suradji yang mengatakan ingin melamarnya. Bagaimanakah akhir kisah Mutia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mantan Besan Ribut
Lestari menggeram kesal, rencananya kembali gagal. Ia tidak menyangka Dito akan selalu menghalangi jalannya. Namun, Lestari tidak akan menyerah. Ia akan terus berusaha untuk membalas dendam pada Mutia, tidak peduli berapa banyak rintangan yang harus ia hadapi.
"Sialan!" umpat Lestari, matanya berkilat marah. "Aku akan mendapatkan kalian semua!"
Lestari kembali menyusun rencana jahat, kali ini ia akan menyerang Mutia di tempat yang tidak terduga. Ia kembali mendatangi rumah sakit, menyamar sebagai pengunjung biasa. Ia melihat Mutia baru saja keluar dari rumah sakit, berjalan sendirian.
"Ini kesempatan emas," gumam Lestari, senyum licik menghiasi wajahnya. "Aku akan mengakhiri hidupmu, Mutia."
Lestari segera mendekati Mutia, mengeluarkan pisau dari balik jaketnya. Ia hendak menyerang Mutia dari belakang, tetapi Dito tiba-tiba muncul. Pria itu melihat Lestari hendak menyerang Mutia, dan ia segera bertindak.
"Lestari, berhenti!" teriak Dito, suaranya menggelegar.
Lestari terkejut, ia tidak menyangka Dito akan datang. Ia menggeram marah, merasa kesal karena rencananya kembali gagal.
"Kamu selalu menghalangi jalanku!" teriak Lestari, matanya berkilat liar. "Aku akan membunuhmu!"
Lestari menyerang Dito dengan brutal, menggunakan pisaunya untuk melukai pria itu. Dito berusaha melindungi dirinya, tetapi Lestari terlalu kuat. Ia berhasil melukai Dito di beberapa bagian tubuh.
Mutia berteriak histeris, mencoba menghentikan Lestari. Ia merasa ngeri melihat Dito terluka, dan ia merasa bersalah karena telah membuat Dito dalam bahaya.
"Lestari, berhenti!" teriak Mutia, air matanya mengalir deras. "Jangan sakiti dia!"
Lestari tidak peduli dengan teriakan Mutia, ia terus menyerang Dito. Ia merasa bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk membalas dendamnya.
"Kamu akan mati, Dito!" teriak Lestari, matanya berkilat penuh kebencian. "Kamu akan membayar atas apa yang kamu lakukan!"
Dito, dengan sisa tenaga yang ada, berhasil merebut pisau dari tangan Lestari. Ia menendang Lestari dengan keras, membuat wanita itu terhuyung ke belakang dan jatuh tersungkur ke tanah.
"Kamu sudah gila, Lestari!" teriak Dito, suaranya penuh amarah. "Kamu akan membayar atas semua ini!"
Dito hendak menyerang Lestari lagi, tetapi polisi tiba-tiba datang. Mereka menangkap Lestari, memborgol tangannya dan membawanya pergi. Lestari berteriak histeris, mencoba melepaskan diri, tetapi tidak ada yang peduli.
Mutia merasa lega, Lestari akhirnya ditangkap. Ia memeluk Dito erat, merasa bersyukur karena pria itu telah menyelamatkannya.
"Terima kasih, Dito," bisik Mutia, air matanya mengalir deras. "Kamu telah menyelamatkan hidupku."
Dito tersenyum lemah, ia merasa bahagia karena Mutia selamat. Ia berjanji akan selalu melindungi Mutia, tidak peduli apa pun yang terjadi.
****
Lestari duduk di ruang interogasi, wajahnya datar dan tanpa ekspresi. Ia menatap para polisi dengan tatapan dingin, seolah-olah ia tidak melakukan kesalahan apa pun. Para polisi menunjukkan bukti-bukti yang memberatkan Lestari, tetapi wanita itu tetap menyangkal.
"Saya tidak tahu apa yang kalian bicarakan," ucap Lestari, suaranya tenang. "Saya tidak melakukan apa pun."
"Jangan berbohong, Lestari," ucap seorang polisi, suaranya tegas. "Kami memiliki bukti-bukti yang kuat. Kami tahu kamu yang menyerang Mutia dan keluarganya."
"Itu tidak benar," bantah Lestari, matanya berkilat marah. "Saya tidak pernah menyakiti siapa pun."
"Kami menemukan sidik jarimu di pisau yang digunakan untuk menyerang Dito," ucap polisi itu, menunjukkan pisau yang ditemukan di tempat kejadian. "Kami juga memiliki rekaman CCTV yang menunjukkan kamu berada di rumah sakit saat Leha diserang."
Lestari terdiam, ia tidak tahu harus berkata apa lagi. Ia tahu bahwa bukti-bukti itu sangat kuat, tetapi ia tidak mau mengakuinya. Ia akan terus menyangkal, sampai polisi tidak memiliki bukti lagi.
"Itu bukan saya," ucap Lestari akhirnya, suaranya dingin. "Kalian salah orang."
Polisi menghela napas panjang, mereka tahu bahwa Lestari adalah wanita yang keras kepala. Mereka akan membutuhkan waktu lama untuk membuatnya mengaku.
"Kamu akan menyesal, Lestari," ucap polisi itu, matanya menatap tajam Lestari. "Kamu akan membayar atas semua kejahatanmu."
Lestari tertawa sinis, tidak peduli dengan ancaman polisi. Ia yakin bahwa ia akan bisa lolos dari hukuman.
Kalian tidak akan pernah bisa membuktikan apa pun," ucap Lestari, suaranya penuh keyakinan. "Aku akan bebas."
Polisi membawa Lestari kembali ke sel tahanan, mereka akan terus menginterogasinya sampai ia mengaku. Mereka tidak akan membiarkan Lestari lolos begitu saja.
****
Sutirah datang dengan amarah yang membara, langsung melabrak Mutia di ruang rawat Ahmad. Matanya menyala penuh kebencian, menuduh Mutia sebagai biang keladi dari semua penderitaan yang menimpa Zulfikar dan Lestari.
"Kamu!" bentak Sutirah, jarinya menunjuk Mutia dengan kasar. "Kamu sudah keterlaluan! Kamu menghancurkan hidup anakku!"
Mutia, yang masih berduka atas kondisi ayahnya, menatap Sutirah dengan heran dan marah. "Apa maksud Ibu?" tanyanya, suaranya bergetar. "Apa yang sudah saya lakukan?"
"Kamu merebut Zulfikar dari Lestari!" teriak Sutirah, air matanya tumpah. "Kamu yang menyebabkan dia dipenjara!"
"Itu tidak benar, Bu!" bantah Mutia, suaranya meninggi. "Lestari yang bersalah. Dia yang menyakiti keluarga saya. Dia yang mencoba membunuh saya!"
"Jangan berbohong!" bentak Sutirah, tidak mau mendengarkan penjelasan Mutia. "Kamu wanita licik! Kamu memanipulasi anakku!"
"Saya tidak pernah melakukan itu!" teriak Mutia, air matanya mulai mengalir. "Lestari yang gila! Dia yang terobsesi dengan dendam!"
"Kamu bertanggung jawab atas semua ini!" tuduh Sutirah, suaranya penuh kebencian. "Jika kamu tidak ada, Zulfikar tidak akan dipenjara!"
"Itu tidak adil, Bu!" teriak Mutia, air matanya semakin deras. "Saya juga korban di sini! Lestari yang menyerang saya dan keluarga saya!"
Sutirah tidak peduli dengan penderitaan Mutia. Ia hanya ingin membalas dendam atas penderitaan putranya. Ia menatap Mutia dengan tatapan penuh kebencian, melontarkan kata-kata pedas yang menyayat hati.
"Kamu akan menyesal, Mutia!" sumpah Sutirah, suaranya menggelegar. "Kamu akan menderita seperti anakku menderita! Aku akan membuat hidupmu seperti neraka!"
Mutia terdiam, air matanya terus mengalir. Ia merasa hancur dan putus asa. Ia tidak tahu bagaimana cara menghadapi kebencian Sutirah, dan ia tidak tahu bagaimana cara menghentikan Lestari.
****
Sutirah, dengan amarah yang masih membara, mendatangi ruang inap Leha. Ia tidak peduli dengan kondisi Leha yang masih lemah, ia hanya ingin melampiaskan dendamnya pada Mutia. Kedua mantan besan itu terlibat cekcok panjang, suara mereka meninggi memenuhi ruangan.
"Kamu! Kamu harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada anakku!" bentak Sutirah, menunjuk Leha dengan jari gemetar.
Leha, yang masih terbaring lemah, menatap Sutirah dengan tatapan marah. "Apa maksudmu?" tanyanya, suaranya serak. "Anakmu yang bersalah! Dia yang bekerja sama dengan Lestari!"
"Jangan berbohong!" teriak Sutirah, air matanya tumpah. "Mutia yang menyebabkan semua ini! Dia yang merebut Zulfikar dari Lestari!"
"Itu tidak benar!" bantah Leha, suaranya meninggi. "Zulfikar yang meninggalkan Mutia! Dia yang memilih Lestari!"
"Kamu dan anakmu sama saja!" bentak Sutirah, matanya berkilat penuh kebencian. "Kalian berdua menghancurkan hidup anakku!"
"Kami tidak melakukan apa pun!" teriak Leha, air matanya mengalir deras. "Lestari yang gila! Dia yang menyakiti keluarga kami!"
Sutirah tidak peduli dengan penjelasan Leha. Ia hanya ingin membalas dendam atas penderitaan putranya. Ia menatap Leha dengan tatapan penuh dendam, melontarkan sumpah serapah yang menyayat hati.
"Aku bersumpah, aku akan membuat Mutia menderita!" teriak Sutirah, suaranya menggelegar. "Aku akan membalas dendam atas apa yang dia lakukan pada Zulfikar!"
Leha terdiam, air matanya terus mengalir. Ia merasa takut dengan ancaman Sutirah, tetapi ia juga merasa marah. Ia tidak akan membiarkan Sutirah menyakiti Mutia.