"Bagaimana aku jadi makmum kamu kalau kamu tak sujud pada tuhanku"
"Namun kupilih jalur langit untuk membuat kita bisa bersatu"
Sulit untuk Inayah atau biasa di panggil Naya untuk bisa bersatu dengan laki-laki yang telah mengisi hatinya, bahkan semakin Naya berusaha untuk menghilangkan perasaannya, perasaan itu justru semakin dalam.
Bisakah keduanya bersama?
Atau justru memang perpisahan jalan terbaik untuk keduanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hafizoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
"Sekarang sesi tanya-jawab ya, jadi dalam proses ta'aruf tak boleh ada yang di tutup-tutupi. Siapa yang mau bertanya terlebih dahulu, silahkan" ujar Anisa
"Laki-laki yang ada di novel itu, gimana kabarnya sekarang?" tanya Pak Azka yang angkat bicara lebih dulu
Naya dan Anisa saling pandang sepertinya Pak Azka sudah begitu jauh membaca novel yang di belinya kemarin pada Naya, Naya tak tau harus menjawab namun Anisa menyikut lengan Naya pertanda harus di jawab.
"Emmm..... Aku tidak tau lagi, Pak. Sejak kepergiannya waktu itu, aku gak tau lagi kabarnya sampai sekarang" jawab Naya dengan jujur
"Kamu gak mencarinya?"
"Gak, Pak. Karena tidak ada restu dari orang tuaku"
Naya langsung menunduk sedikit deg-degan mendapat pertanyaan itu dari Pak Azka, pikir Naya tadi Pak Azka akan bertanya tentang dirinya tapi justru bertanya tentang laki-laki dalam novel yang di tulisnya yaitu Samuel.
"Jika dapat restu dari orang tuamu dan dia sekarang mualaf, bagaimana?"
"Kalau dia datang sebelum ada yang mengkhitbahku, aku akan menerimanya kembali. Tapi jika dia datang setelah ada yang mengkhitbahku, maka aku akan tetap melanjutkan menikah dengan calon imamku itu" jawab Naya
Seketika suasana jadi hening, Pak Azka tak bertanya apapun lagi. Naya jadi takut kalau jawaban yang di berikannya tadi salah, sehingga membuat Pak Azka berpikir ulang untuk melakukan ta'aruf ini.
"Kalau begitu Abang harus cepat-cepat mengkhitbah Naya" celetuk Anisa tertawa sembari menggoda abangnya
Pak Azka tertawa, Naya yang melihat begitu terpesona karena sangat manis. Bahkan Naya ikut tertawa di balik cadarnya, Anisa memang sangat pintar membuat suasana jadi cair yang tadinya tampak tegang.
"Sekarang giliran kamu, silahkan kamu mau bertanya apa" ujar Pak Azka, Naya akhirnya bisa bernapas lega tak ada pertanyaan lagi dari Pak Azka
"Baik, sebelum denganku apakah Bapak sudah pernah ta'aruf dengan wanita lain?" tanya Naya yang penasaran juga tentang masa lalu Pak Azka
"Gak pernah" sahut Pak Azka
Tanpa sadar membuat Naya tersenyum di balik cadarnya, karena dirinya wanita pertama yang ta'aruf dengan Pak Azka, Naya jadi berpikir untuk benar-benar memikirkan hubungan ini secara matang.
Naya tak mau Pak Azka jadi kecewa sehingga berdampak pada hubungan Pak Azka di kemudian hari pada wanita lain, seperti yang sudah terjadi padanya hingga membuat Naya ragu untuk memulai hubungan baru.
"Apa yang membuat Bapak menyetujui ta'aruf dengan aku?" tanya Naya malu-malu
"Aku memang mantap menyetujui ta'aruf dengan Ibu semenjak Ibu memakai cadar, entah mengapa dari dulu aku sangat menginginkan seorang istri yang bercadar dan itu kemauannya sendiri. Setiap kali memikirkan wajah Ibu di balik cadar membuat hatiku tak karuan, karena tak ingin berdosa lebih baik menuju ke jenjang yang lebih serius. Apakah Ibu sudah siap menikah? Dan apakah itu denganku?"
Deg
Jantung Naya berdegup kencang mendapat pertanyaan dari Pak Azka seperti itu dan keringat dingin mengucur seluruh tubuhnya, Naya menautkan kedua tangannya bingung harus menjawab sekarang atau nanti.
"Emmm... Jika Bapak siap, insyaallah aku siap" jawab Naya gugup
"Jangan karena aku, tetapi karena hati Ibu sendiri" ujar Pak Azka
Naya semakin bingung harus menjawab apa, sejujurnya keinginan untuk menikah dan menolak Pak Azka sama-sama menggebu. Suasana kembali hening, Anisa yang biasanya mencairkan suasana pun ikut diam.
"Tak perlu di jawab sekarang, Ibu bisa sholat istikharah dulu untuk menyakinkan hati" ujar Pak Azka, membuat Naya merasa sedikit tenang
"Bagaimana dengan Bapak sendiri?"
"Insyaallah, Aku sudah siap lahir batin" jawab Pak Azka mantap
"Gak sabar malah" celetuk Anisa tertawa
"Apaan sih? Kamu juga gak lama lagi akan di jodohkan Abi" ledek Pak Azka
Kedua saudara itu mulai saling ledek dalam bercanda, melihat kedekatan mereka membuat Naya teringat akan kedua saudaranya yang jauh, Nara ada di Kairo kuliah lanjut sampai S2.
Baim adik bungsu kini pindah sekolah di Tahfiz Qur'an yang ada di Sulawesi, sehingga mereka sudah tak bisa lagi untuk berkumpul bersama di tambah sang kakek dan sang nenek pun kini tinggal di Kairo.
Menemani adiknya Nara, keduanya ingin menghabiskan sisa hidup yang bermanfaat yaitu beribadah di Mekkah, Naya berharap ketika menikah nanti semua keluarganya pulang dan bisa berkumpul bersama.
Besar keinginan Naya ingin menerima Pak Azka, namun jika teringat tentang Samuel. Masih ada juga sedikit keinginannya untuk menunggu meski sangat kecil, entah mengapa sosok Samuel sulit di lupakan.
Usai obrolan serius, Naya dan Pak Azka serta Anisa terlibat obrolan ringan tentang sekolah dan asrama dengan berbagai macam topik sampai ke arah tentang pertemanan antara Naya dan Anisa yang seperti saudara.
Setelah hampir satu jam berapa di ruang yayasan, Naya pun pamit hendak pulang ke rumah orang tuanya dan ingin berkumpul dengan keduanya. Karena hari ini hari terakhir sekolah di semester ini, setelah itu libur.
"Kapan aku bisa mengetahui jawabannya?" tanya Pak Azka saat Naya hendak keluar dari ruang yayasan
"Selesai libur semester ya, Pak"
"Baiklah" sahut Pak Azka sembari tersenyum manis
Naya mengucap salam lalu keluar meninggal kan kedua saudara itu, suasana sekolah sudah sangat sepi hanya ada petugas kebersihan yang mengerjakan tugasnya untuk membersihkan lingkungan pesantren.
Sesampai di rumah kedua orang tuanya menyambut Naya dengan antusias, sepertinya kedua orang tuanya tak sabar ingin mengetahui dan mendengar tentang ta'aruf Naya dengan Pak Azka hari ini tadi.
Naya masuk ke dalam rumah beriringan dengan kedua orang tuanya menuju ruang keluarga, Naya tersenyum melihat keduanya tampak bahagia. Begitu besar harapan keduanya, tak mungkin Naya hancurkan.
Keduanya tak meminta Naya untuk bekerja di perusahaan besar, tak meminta materi dan tak meminta apapun, hanya ingin Naya menikah dengan laki-laki yang bisa menuntutnya untuk lebih dekat pada Allah.
"Tadi Naya sudah ngobrol dengan Pak Azka di temani Anisa" ucap Naya memulai obrolan, terlihat mata kedua orang tuanya berbinar
"Lalu?" tanya Rendi yang sangat antusias
"Pak Azka orang yang hebat, pilihan Abi dan Umi memang sudah tepat tapi masalah hati Naya belum bisa memastikan. Karena ini menyangkut masa depan Naya, Naya ingin menikah sekali saja seumur hidup" jelas Naya mencurahkan isi hatinya, berharap kedua orang tuanya tidak merasa kecewa padanya
"Kamu benar, Nduk. kamu harus sholat istikharah" saran Rendi pada sang anak
"Iya, Bi. Naya juga bilang begitu dengan Pak Azka, Naya meminta waktu selama libur semester ini"
Terima kasih banyak ya Tor atas cerita yang sudah dibuat
tetaplah semangat dan terus berkarya
semoga selalu sehat , sukses , dan bahagia
nara sm rendi aja kk, rendi agamanya bagus. ibadahnya bagus.
samuel trnyta jg msih ingat sm naya. mengharukan bngt. selamat brbahagia naya. untuk anisa yg caktik dn baik hati mudah2an dpt jodoh yg lebih baik lg dr samuel. masyaAllah... anisa baik bngt...