Dia pikir suaminya sudah tewas dalam sebuah kecelakaan tiga tahun lalu.
Tetapi, siapa sangka jika suami yang sangat dicintainya itu kembali setelah sekian lama menghilang. Namun, bukannya bahagia Maysha malah harus dihadapkan dengan kenyataan pahit. Arlan kembali dalam keadaan tak mengingat dirinya. Lebih parahnya lagi, dia membawa seorang istri yang tengah berbadan dua.
Maysha pun harus rela membagi suaminya dengan wanita lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pindah Kamar
Laura masih terpaku menatap Arlan. Selama ini laki-laki itu tidak pernah memperlakukannya dengan kasar seperti sekarang. Arlan tunduk dan menuruti semua keinginannya. Tetapi, entah mengapa hari ini lelaki di hadapannya itu tak seperti Arlan yang biasanya. Dia sangat kasar, pemarah dan pemberontak.
Laura bangkit dari posisi terduduk di tempat tidur. Berdiri tepat di hadapan tubuh jangkung laki-laki itu. “Kamu kenapa sih, Mas? Kenapa kamu jadi seperti ini? Apa kamu lupa kalau aku sedang hamil anak kamu?”
Arlan menyeringai yang sayangnya malah membuat Laura merinding. Tatapan lelaki itu menciptakan nuansa gelap yang menakutkan. Tajam dan kelam.
“Justru karena kamu sedang hamil jadi aku sedikit lebih lunak.”
Apa? Sedikit lebih lunak? Bola mata Laura membeliak tak percaya dengan apa yang diucapkan lelaki itu. Jangankan melunak, ia justru terasa sangat beringas dan kejam. Bahkan tak ragu mendorongnya hingga terhempas. Padahal Arlan yang selama ini sangat tunduk di bawah kakinya.
Arlan melirik ke arah pintu di mana Bik Wiwin berdiri dalam posisi menundukkan kepala. Seolah wanita itu tak berani menengok ke dalam kamar. Apalagi posisi majikannya sedang bertengkar.
“Bik, kerjakan yang tadi saya minta!” perintah Arlan, tanpa mengindahkan raut bingung dan takut yang terlihat jelas dalam wajah Laura.
“Ba-baik, Den!” Bik Wiwin sempat terlihat ragu. Namun, tentu saja ia akan lebih patuh kepada majikan yang sesungguhnya.
Bik Wiwin memasuki kamar itu dengan membawa sebuah keranjang pakaian. Membuka lemari dan mengeluarkan pakaian-pakaian milik tuannya. Sementara Laura mematung di tempat. Tak tahu mengapa Arlan berubah hanya dalam semalam.
Padahal menurut Laura, sikap kasar Arlan yang sekarang hendaknya diberikan kepada Maysha. Karena kemarin Laura telah memberikan beberapa bukti kemungkinan perselingkuhan antara Maysha dengan Dokter Mario. Tetapi, mengapa malah dirinya yang menerima imbasnya?
“Jangan sisakan satu lembar pun di kamar ini. Pastikan bawa semuanya ke kamar ujung!” perintah Arlan lagi.
“Iya, Den,” jawab Bik Wiwin, yang tampak kaku dan tak enak berada di kamar itu. Ia pun merasakan sikap lain dari tuannya. Sikap dan perilaku yang sama persis sebelum menghilang tiga tahun lalu. Bisa dibilang Arlan adalah manusia super kejam dan tidak berbelas kasih kepada siapapun. Ia hanya akan lembut terhadap satu orang, yaitu Maysha, satu-satunya wanita yang telah berhasil menaklukkannya. Dan hanya dengan Maysha seorang ia akan menunjukkan sisi manusianya.
Ketika Bik Wiwin keluar dari kamar itu dengan mendorong keranjang pakaian, Laura hanya menatap nanar. Ingin marah, tetapi entah mengapa ia tak berani. Arlan terlampau menakutkan saat ini.
Pikiran Laura menjelajah memikirkan cara untuk mengembalikan Arlan kepada dirinya. Dan satu-satunya hal yang terpikir oleh Laura saat ini adalah anak dalam kandungannya. Senjata andalan yang selama ini ia gunakan untuk menaklukkan Arlan. Biasanya Arlan akan langsung panik jika ia mengeluhkan sakit di perut.
"Auh perutku ... perutku sakit sekali, Mas!" keluh Laura sambil meremas perut dengan kedua tangan. Tubuhnya sedikit membungkuk ke bawah dengan dahi berkerut. Persis seperti seseorang yang tengah kesakitan.
“Perutku sakit sekali!” keluh wanita itu.
Jika Laura pikir mengeluh sakit perut akan meluluhkan Arlan, maka salah besar. Karena lelaki itu hanya berdiri di tempat dan menatapnya datar. Kemudian melangkah pergi dari kamar dengan membanting pintu tanpa memerdulikan erangan Laura.
Melihat usahanya gagal, Laura seketika menghempas tubuhnya di tempat tidur. Menggigit ujung jarinya dengan panik. Berpura-pura sakit pun tidak ada gunanya.
...****...