zaira Kalya , gadis bercadar yang bernasib malang, seolah cobaan terus mendatanginya. Setelah Tantenya-tika Sofia-meninggal, ia terpaksa menerima perjodohan dengan albian Kalvin Rahardian-badboy kampus-yang begitu membencinya.
Kedua orang tua ziara telah meninggal dunia saat ia masih duduk dibangku sekolah menengah pertama, hingga ia pun harus hidup bersama tika selama ini. Tapi, tika, satu-satunya keluarga yang dimilikinya juga pergi meninggalkannya. tika tertabrak oleh salah satu motor yang tengah kebut-kebutan di jalan raya, dan yang menjadi terduga tersangkanya adalah albian.
Sebelum tika meninggal, ia sempat menitipkan ziara pada keluarga albian sehingga mereka berdua pun terpaksa dinikahkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chayra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 28
Selama sesi mengajar privat berlangsung, ziara yang belum mendapat penjelasan atas lipstik yang ada di leher albian setelah pergi dengan Brigita jadi kurang fokus mengajar.
Gadis bercadar itu sesekali melirik albian yang duduk santai di sofa menunggunya selesai mengajar Dira.
Berkali-kali ziara mengucap istighfar setiap kali pikiran buruk terlintas di pikirannya.
“Kak zia, Dara kurang paham sama yang nomor dua. Bisa bantu jelaskan lagi?” tanya Dira.
Pandangan ziara yang sejak beberapa detik tadi tertuju pada lalbian jadi tak mendengar ucapan Dara barusan. Hingga Dara pun terpaksa menepuk bahunya pelan dan membuat lamunan ziara seketika buyar.
“Iya, Dira? Ada apa? Apa ada yang kurang paham?” tanya ziara gelapan. Pandangannya beralih pada Dara yang sudah cemberut di depannya.
"Lagi ngelamunin apa sih, Kak? Kak zia gak kayak biasanya. Hari ini kayak banyak ngelamunnya," jawab Dira menatap ziara sambil bertopang dagu.
"Enggak kok. Kakak gak lagi ngelamunin apa-apa. Tadi cuma lagi kurang fokus." Ziara langsung menundukkan wajahnya, menatap lembaran soal di depannya begitu ia sadar kalau albian tengah memperhatikan.
"Kamu mau dijelaskan lagi yang nomer berapa, Dira?" tanya ziara kemudian.
Bukannya menjawab, Dira justru mengambil selembar tissue basah yang ada di dalam tasnya yang selalu ia bawa ke sekolah untuk membersihkan tangannya setiap sebelum dan sesudah makan.
Lalu gadis dengan kuncir kuda itu bangkir berdiri dan berjalan menghampiri albian yang duduk di sofa.
"Kak bian, ini tissue basah buat bersihin lipstik di leher. Belum bener-bener hilang lipstiknya. Ganggu banget kalo ada orang yang liat," ucap Dira seraya mengulurkan tissue basah tadi pada albian.
"Makasih ya, Dira." Albian usap kasar lehernya menggunakan tissue tadi. Ia kembali teringat dengan kejadian di rumah Brigita sebelumnya, darahnya seketika mendidih.
"Kak zia sampe gak bisa fokus ngajar gara-gara liat lipstik di leher Kak bian.
Untungnya aku ingat tissue basah di dalam tas masih ada sisa," ucap Dira sebelum kembali ke tempat duduknya yang ada di depan ziara.
Mendengar ucapan Dara barusan, pandangan albian sontak tertuju pada ziara yang terlihat tertunduk di meja dengan tumpukan buku pelajaran.
"Ayo kita lanjutkan lagi belajarnya, Dira," ucap ziara tanpa menoleh ke arah Dara yang masih berdiri di depan albian.
"Baik, Kak," balas dira riang, dan langsung berlari menuju tempat duduknya lagi.
Albian menghela napas panjang merasakan situasi tak nyaman di sana. Lantas ia bangkit berdiri menghampiri ziara yang tengah menjelaskan materi.
“Lo jangan mikir yang aneh-aneh, zia.Yang jelas gak terjadi apa-apa antara gue sama Brigita tadi. Soal lipstik yang ada di leher gue, biar gue jelasin di jalan,” ucap albian yang tak bisa lagi menahan dirinya untuk memberikan sedikit penjelasan pada ziara agar istrinya itu tidak semakin berburuk sangka padanya.
“Lipstik apa di leher lo?” sahut suara yang baru saja datang, membuat albian langsung menoleh ke belakang. “Habis aneh-aneh lo sama Brigita sampe lipstiknya ketinggalan di leher lo?” vino yang baru saja pulang tak sengaja mendengar penjelasan albian barusan.
“Diem! Lo gak liat ada Dira di sini?”
Bentak albian, lalu menarik bino keluar.
Di teras rumah, albian melepaskan cengkeramannya pada lengan vino.
Rahangnya mengeras menatap vino yang tengah menertawakannya sekarang.
“Lo ternyata masih belum berubah juga ya? Gitu lo bilang udah nikah sama ziara. Kayaknya gak mungkin zia mau nikah sama cowok brengsek kayak lo yang sukanya main sama cewek modelan kayak Brigita,” ucap vino dengan senyuman miring di wajahnya.
"Diem lo! Gue bukan cowok kayak gitu.Gue sama Brigita itu cuma temen, gak lebih!" balas albian penuh penekanan.
"Temen? Temen model apa yang sampe lehernya dicium? Lipstik itu gak mungkin nempel sendiri di sana kalo bukan Brigita yang nyium lo," ucap vino dengan satu alis yang terangkat.
Kedua tangan albian terkepal kuat sambil menatap tajam vino yang belum usai menertawakannya. Meski ucapan vino tak sepenuhnya salah, tetap saja albian tak terima. Ciuman itu bukan keinginannya. Ia pun merasa jijik tiap kali mengingat Brigita yang seenaknya menciumnya.
Untung saja di dalam sana ada ziara dan Dira, kalau tidak, mungkin saat ini albian sudah menghantam vino tanpa ragu.
"Gue gak ada kewajiban untuk menjelaskan soal lipstik yang ada di leher gue sama lo. Tapi gue berkewajiban kasih tau lo kalo tadi ada tante-tante girang yang lagi nyariin lo ke sini," ucap albian mengingat Rayna yang tadi datang mencari vino.
Dahi vino mengerut. "Maksud lo tante-tante girang apaan? Gue gak ada kenalan tante-tante ya, sorry aja."
"Kalau gak salah tadi kata Dira namanya Rayna. Dia nyariin lo ke sini. Kayaknya lo cocok banget deh sama dia. Kenapa gak lo gebet aja sih biar lo gak nge-jomblo terus? Lumayan kan dari pada nganggur," balas albian yang berhasil membuat vino kesal.
"Aarrghh... Sialan!" Vino bergegas masuk ke dalam rumah meninggalkan albian yang masih di teras. Langkahnya mendadak terhenti saat melewati ziara. "Zia, jangan mau ya kalo sama playboy. Masih banyak cowok baik di luar sana. Salah satunya gue," ucapnya.
Sepatu albian pun melayang mengenai pipi vino saat pemuda itu tersenyum manis menggoda sang istri. Kulit pipinya sampai memerah terkena sol sepatu albian yang kasar.
"Ayo berantem! Dira suka keributan," ucap Dira sambil bertepuk tangan.
"Dira... Jangan malah ngomporin gitu! Berantem itu gak baik," timpal ziara mengingatkan.
Vino memegangi pipinya yang memerah dengan amarah yang tertahan. Lantas ia tendang sepatu albian untuk meluapkan amarahnya, sebelum akhirnya berlalu pergi dari sana.
"Sukurin lo! Emang enak?! Salah sendiri, jadi orang gatel banget sama istri orang," gumam albian puas. Ia sudah menduga kalau vino tak akan membalas, mengingat Dira ada di sana menyaksikan.
***
Selama perjalanan pulang dari rumah vino, ziara terlihat malas bicara dengan albian. Jangankan bicara, menatapnya saja ziara enggan. Padahal albian terus mengajaknya ngobrol, bahkan sesekali pemuda itu menoleh ke arah ziara meski tengah mengemudikan mobil.
"Lo laper gak? Mau makan dulu sebelum pulang?" tanya albian sok perhatian.
"Gak usah. Aku makan di rumah aja,' balas ziara sambil menatap jendela di samping kiri.
"Ehmm... Kalo kue aja gimana? Nanti kan bisa buat camilan kalo di rumah? Mau gak? Gue anterin ke toko kue langganannya Mama." Albian terus menawarinya makanan. Pemuda itu bingung mencari topik obrolan.
Ziara menghela napas panjang seraya menggelengkan kepala pelan. "Enggak, bian. Aku lagi gak pengen makan manis-manis," tolak ziara lagi.
Albian menggaruk belakang kepalanya frustasi. "Ohh ya, gue kan janji mau beliin lo laptop baru. Gimana kalo kita beli laptopnya sekarang aja? Sekalian jalan-jalan di Mall. Barangkali lo mau beli baju atau sepatu baru." Pandangannya tertuju pada sol sepatu ziara yang sudah tipis dan licin tiap dibuat jalan.
Seketika ziara pun menoleh cepat ke arah albian dan disambut dengan senyuman lebar pemuda dengan kaos hitam itu.
"Kamu ngajak aku beli laptop sekarang?" tanya ziara memastikan.
Senyuman di wajah albian mengembang sempurna. Pemuda itu yakin kalau tawarannya kali ini akan sukses besar karena ziara sangat membutuhkan laptop untuk kuliah. Pasti gadis itu tak akan menolaknya.
"Iya. Gue beliin lo laptop sekarang. Lo mau beli di mana? Yang mereka apa? Terus model kayak gimana? Gue pasti beliin. Mau yang gambar logo apel kroak pun gue beliin," jawab albiab penuh semangat.
Bukannya senang akan dibelikan laptop oleh albian, gadis itu justru mendengus pelan. "Ini maksudnya kamu mau nyogok aku ya?"
"Enggak kok, zia. Ngapain juga gue nyogok lo? Bukannya gue bilang mau beliin laptop itu dari semalam ya? Gak ada hubungannya sama sogok menyogok," balas albian mendadak panik. Kecepatan mobilnya pun sengaja dikurangi karena fokusnya ikutan hilang. Ternyata rencananya kembali gagal.
"Jelas ada hubungannya. Kamu mau beliin aku laptop biar aku gak nanya-nanya soal bekas lipstik di leher itu kan?" tebak ziaar. Meski tak banyak tingkah, tapi gadis bercadar itu cukup pintar membaca keadaan.
Dari pada berdebat dan menjelaskan semuanya di rumah yang nantinya bisa terdengar oleh diana, albian memilih menepikan mobilnya untuk menjelaskan kejadian di rumah Brigita pada ziara.
"Kayaknya gue gak bisa terus menunda menjelaskan semuanya sama lo. Dari pada nanti lo makin salah paham dan dibuat penasaran sama bekas lipstik di leher gue, mendingan kita bicara di sini sekarang ya. Kalo di rumah nanti takutnya Mama ikutan ngomel."
Ziara mengangguk. "Ya udah coba kamu jelaskan sama aku. Apa yang sebenarnya terjadi antara kamu dan Brigita tadi sampe lipstiknya nempel di leher kamu."
Albian pun mulai menjelaskan semuanya tanpa terkecuali perihal Brigita yang tiba-tiba menciumnya dari belakang pada bagian leher hingga bekas lipstik gadis itu tertinggal di sana.
"Gue udah mati-matian nolak dia, zia. Mau lo percaya atau enggak, yang jelas gue bicara jujur sama lo. Gak ada yang gue tutupin."
Ziara tak hentinya mengucap istighfar, apalagi saat albian menceritakan soal Brigita yang memintanya tidur bersama. Gadis itu tak menyangka kalau Brigita akan senekad itu.
"Kamu yakin nolak dia? Aku bukannya meragukan kamu, tapi lipstik tadi itu-"
"Ya udah kalo lo gak percaya. Terserah aja.
Yang penting gue udah bicara sejujur-jujurnya. Mau lo percaya sama gue atau enggak, itu pilihan lo." Albian kembali menghidupkan mesin mobilnya, lalu melajukannya dengan kecepatan tinggi hingga membuat ziara berpegangan erat pada hand grip.
Begitu sampai di pelataran rumah, albian bergegas keluar dari dalam mobil, meninggalkan ziara begitu saja.
Pemuda itu nampak kesal pada ziara yang meragukan kejujurannya tadi. Padahal semua yang ia ceritakan benar adanya, tak ada satupun yang ditutupinya dari ziara.
"Bian...," panggil ziara pada albian yang sudah sampai di teras. Pemuda itu tak menoleh meski mendengar ziara memanggil namanya.
"Apa gantian dia yang ngambek ya?"
gumam ziara sambil berjalan menyusul albian masuk ke dalam rumah.
Albian yang berjalan masuk dengan tergesa-gesa mendadak menghentikan langkahnya begitu sampai di ruang tamu. Matanya terbelalak melihat dua cowok yang duduk di sofa ruang tamu melambaikan tangan padanya.
"Lo dari mana aja, bian?" tanya Agra yang tengah memegangi toples keripik ubi ungu.
"Gue sama Arfa udah nunggu lo satu jam di sini," sahut rifki seraya menjulurkan tangannya ke arah jus jeruk di depannya.
Albian menelan salivanya susah payah melihat dua sahabatnya yang tiba-tiba berada di rumahnya tanpa pemberitahuan. Pemuda itu hendak kembali keluar untuk memberitahu ziara, tapi begitu ia berbalik badan, ziara sudah masuk ke dalam ruang tamu dan berhasil membuat dua sahabat albian tertegun melihatnya.
"Waaw... Kejutan besar nih. Ada zia juga ternyata," ucap arfa menatap curiga albian. "Lo perlu jelasin semuanya sama kita berdua, Zian. Masa pacaran sama ziara gak bilang-bilang."