NovelToon NovelToon
Di Selingkuhi Tanpa Rasa Bersalah

Di Selingkuhi Tanpa Rasa Bersalah

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / Poligami / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami / Selingkuh
Popularitas:13.5k
Nilai: 5
Nama Author: Maple_Latte

Malam bahagia bagi Dila dan Arga adalah malam penuh luka bagi Lara, perempuan yang harus menelan kenyataan bahwa suami yang dicintainya kini menjadi milik adiknya sendiri.
Dalam rumah yang dulu penuh doa, Lara kehilangan arah dan bertanya pada Tuhan, di mana letak kebahagiaan untuk orang yang selalu mengalah?

Pada akhirnya, Lara pergi, meninggalkan tanah kelahirannya, meninggalkan nama, kenangan, dan cinta yang telah mati.
Tiga tahun berlalu, di antara musim dingin Prancis yang sunyi, ia belajar berdamai dengan takdir.
Dan di sanalah, di kota yang asing namun lembut, Lara bertemu Liam, pria berdarah Indonesia-Prancis yang datang seperti cahaya senja, tenang, tidak terburu-buru, dan perlahan menuntunnya kembali mengenal arti mencintai tanpa luka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maple_Latte, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab: 24

Suara televisi yang semula memenuhi ruang tamu kini terasa jauh. Dila memegangi perutnya yang terasa seperti diremas dari dalam. Napasnya terputus-putus, wajahnya memucat, dan keringat dingin mulai menetes dari pelipis.

“Aduhhh…” bisiknya lirih, menahan nyeri yang semakin menjadi-jadi. Ia menunduk, dan pandangannya langsung membelalak saat melihat darah mengalir membasahi celana rumahnya. Warna merah segar itu membuat jantungnya serasa berhenti berdetak.

Rasa takut menyeruak begitu cepat, menelan logika dan tenaga yang tersisa. Tangannya gemetar saat meraih ponsel di meja ruang tamu. Ia menekan nama Arga di layar, jemarinya hampir terpeleset karena basah oleh keringat.

Nada sambung terdengar, satu kali, dua kali, tiga kali.

Tak ada jawaban.

“Mas Arga.. tolong angkat…,” suaranya parau, hampir menangis. Ia mencoba lagi, tapi hasilnya sama. Hening. Yang terdengar hanya detak jam dinding dan suara televisi yang terus menyiarkan acara sore, seperti dunia sedang baik-baik saja.

Dila menggigit bibirnya, menahan rasa sakit yang semakin tak tertahankan. Tubuhnya gemetar, pandangannya mulai berkunang. Ia mencoba berdiri untuk mengambil kunci mobil, tapi langkahnya goyah. Setiap kali ia melangkah, darah semakin banyak keluar, mengalir hingga menodai lantai putih ruang tamu.

Napasnya semakin memburu, dadanya terasa sesak.

Ia kembali menekan nomor Arga, tapi panggilannya tetap tidak diangkat. Air mata mulai mengalir di pipinya. Rasa panik bercampur dengan nyeri yang seperti menyayat bagian perut bawahnya. Ia tak tahu harus berbuat apa.

Berteriak meminta tolong pun percuma. Rumahnya berada di komplek perumahan elit, rumah-rumah besar dengan pagar tinggi, halaman luas, dan jarak yang jauh satu sama lain. Di jam seperti ini, sebagian besar tetangga sedang tidak di rumah. Para istri pejabat itu mungkin tengah sibuk di acara sosial atau spa, sementara suaminya di kantor.

Dila menatap layar ponselnya yang mulai buram karena air mata. Ia menggigit bibir bawah, menahan isak, lalu membuka aplikasi transportasi daring dengan tangan gemetar. Jari-jarinya nyaris tak bisa menekan layar dengan benar.

Ketika aplikasi menampilkan tulisan “Driver dalam perjalanan menuju lokasi”, Dila menutup matanya sebentar, mencoba menahan rasa sakit yang kini menjalar ke seluruh tubuh.

“Bertahan, Dil bertahan…” bisiknya pelan, suaranya hampir hilang.

Beberapa menit kemudian, suara klakson terdengar dari luar pagar. Dengan susah payah, Dila menyeret langkahnya menuju pintu. Setiap langkah seperti jarak seribu meter. Tubuhnya lemah, wajahnya pucat, napasnya terengah.

Begitu keluar rumah, udara sore yang dingin menusuk kulitnya, membuat tubuhnya semakin menggigil. Ia sempat kehilangan keseimbangan dan hampir jatuh di depan pintu, tapi sopir mobil yang datang segera keluar dan memapahnya.

“Bu, ibu kenapa?!” tanya sopir itu panik.

“Tolong, rumah sakit…” hanya itu yang bisa keluar dari mulut Dila sebelum kepalanya terasa berputar.

Sopir itu segera membukakan pintu dan membantu Dila masuk ke dalam mobil. Sepanjang perjalanan, wajah Dila pucat seperti tanpa darah. Ia memegangi perutnya dengan tangan yang gemetar, darah masih menetes dari bawah pakaiannya, membasahi jok mobil.

Sopir mempercepat laju kendaraan sambil sesekali melirik ke arah penumpangnya yang mulai tak sadarkan diri.

Sesampainya di rumah sakit, petugas keamanan yang melihat kondisi Dila langsung memanggil suster jaga. Dalam hitungan detik, dua perawat datang dengan tandu.

“Segera ke ruang gawat darurat! Pasien pendarahan hebat!” seru salah satu perawat.

Tubuh Dila yang tak berdaya diangkat ke atas tandu, dibawa bergegas menyusuri lorong rumah sakit. Bau antiseptik menusuk hidung, suara roda tandu beradu dengan lantai, dan bunyi sepatu para suster menggema di lorong dingin itu.

Di ruang gawat darurat, tim medis langsung bergerak cepat. Salah satu perawat memeriksa tekanan darahnya, sementara yang lain memasang infus di tangan Dila.

“Tekanan darah turun drastis!” seru dokter jaga.

“Segera siapkan donor darah!”

Suster lain berusaha mencari kontak keluarga. Ia mengambil ponsel Dila yang tergeletak di saku tasnya. Layar masih menyala, nama terakhir yang dihubungi. Arga.

Tanpa berpikir panjang, suster itu menekan panggilan ulang.

Awalnya ia berpikir itu panggilan biasa. Tapi begitu menjawab, suara di seberang membuatnya membeku.

“Pak Arga? Ini dari rumah sakit Saint-Pierre. Istri Bapak baru saja dibawa ke IGD. Kondisinya kritis. Mohon segera datang.”

“Apa?!” Arga berdiri seketika, wajahnya pucat. “Apa yang terjadi?! Bagaimana....”

“Beliau mengalami pendarahan hebat. Kami butuh keluarga untuk menandatangani persetujuan tindakan.”

Tanpa menjawab lebih lanjut, Arga langsung berlari keluar.

Di perjalanan menuju rumah sakit, pikirannya kacau. Genggaman tangannya di setir begitu kuat hingga buku jarinya memutih.

Begitu tiba di rumah sakit, Arga langsung berlari masuk ke IGD. Nafasnya memburu, dadanya naik turun.

“Pasien atas nama Dila Rahman! Di mana dia?!” serunya pada petugas.

“Di ruang gawat darurat, Bapak. Silakan lewat sini.”

“Apa yang terjadi pada istri saya?” tanya Arga dengan suara gemetar, matanya memohon jawaban dari dokter yang baru saja keluar dari ruang tindakan.

Dokter itu menatap Arga dengan wajah serius namun tenang. “Istri Bapak mengalami pendarahan hebat. Istri bapak keguguran. Kami butuh persetujuan untuk melakukan tindakan kuret, agar kondisinya tidak semakin memburuk.”

Kata keguguran itu menghantam telinga Arga begitu keras, membuatnya terpaku di tempat. Dunia seakan berhenti sesaat.

“Keguguran…?” ulangnya lirih, matanya tak berkedip menatap pintu ruang tindakan.

“Tolong lakukan yang terbaik untuk istri saya, Dok, apa pun, asal dia selamat,” ucap Arga akhirnya, suaranya serak.

Dokter itu mengangguk singkat lalu segera masuk kembali ke ruang operasi, meninggalkan Arga yang berdiri terpaku.

Beberapa detik kemudian, kaki Arga goyah. Ia berjalan pelan ke kursi ruang tunggu dan menjatuhkan diri di sana. Kepalanya tertunduk, kedua tangannya menutupi wajah.

“Keguguran…” gumamnya pelan, seperti tak percaya.

Ia tidak tahu jika Dila sedang hamil. Bahkan Dila sendiri pun mungkin tidak tahu. Jika tahu, pasti Dila itu sudah memberitahukan kabar bahagia itu dengan mata berbinar.

Air matanya menetes tanpa bisa ia tahan. “Ya Allah, cobaan apa ini.” ucapnya lirih, mengusap wajahnya kasar, menatap kosong ke arah pintu operasi yang tertutup rapat.

Dia kehilangan anak yang bahkan belum sempat dia sadari keberadaannya. Anak yang datang diam-diam, lalu pergi tanpa sempat memberi tanda. Arga menunduk, menatap lantai dingin ruang tunggu dengan mata kosong. Ada rasa sesal yang menyesakkan dada, rasa bersalah yang menusuk jauh ke dalam hati.

Jika saja dia tahu Dila sedang mengandung, mungkin dia akan bersikap berbeda. Mungkin dia tidak akan membiarkan istrinya sendirian di rumah. Mungkin dia akan lebih peka, lebih berhati-hati, lebih menjaga. Tapi sekarang semuanya sudah terlambat.

Hidup seperti memberi tamparan yang terlalu keras: kehilangan yang tak sempat disadari, cinta yang belum sempat dirayakan. Arga menutup wajahnya dengan kedua tangan, bahunya bergetar. Ia menangis tanpa suara, menangisi anak yang bahkan belum sempat ia lihat, belum sempat ia panggil anak.

********

Untuk readers selamat datang di karya baru author, untuk yang sudah membaca. Terima kasih banyak, jangan lupa support author dengan like, komen dan vote cerita ini ya biar author semangat up-nya. Terima kasih😘😘😘

1
Delisa
god thot ceritanya, meriang aku thor
Yuli Yulianti
yg banyak dong up nya thor
Siti M Akil
lanjut Thor
Noey Aprilia
Hai kk....
Aku udh mmpir.....
Dr awl udh nysek,kbyang bgt skitnya jd lara....d khianati orng2 trdkatnya,apa lg dia tau kl dia cm ank angkat.....btw,hkum krma udh mlai dtang kya'nya....mnimal tau rsanya khilangn dn smga mrsakn pnyesaln s'umr hdp.....
partini
itu belum seberapa di banding rasa sakit lara ,kalian menyakitinya sampai trauma bertahun tahun
sekarang nikmati saja karma kalian
partini
busehhhh keluarga sinting,,semoga dapat karma dari author nya
Sasikarin Sasikarin
nah ni q ru suka... ada greget cerita nya. jg n yg di bahas lara terus... penyesalan g d bahas2... sip othornya
Mundri Astuti
mudah"an kena karma tuh sekeluarga, semuanya ngga punya perasaan, klo si Dila dipoligami gimana coba, masih bisa komen ngga tuh bapak, ibu sama budenya
yeni kusmiyati
thor sebenarnya arah ceritanya mau dibawa kemana?
Siti M Akil
lanjut Thor yang bnyk
Siti M Akil
lanjut Thor
Maple latte
baik kak, terima kasih atas kritiknya, akan author perbaiki untuk bab selanjutnya ya.
THAILAND GAERI
ceritanya keren Thor..tp kenapa setiap BAB baru ada narasi yg panjang buat digumamkan seorg?..seperti bicara kepada diri sendiri terlalu panjang ,,sorry ya thor
Sasikarin Sasikarin
yang sebelah g ada Kbl nya. jd baca lewat2 g konsen.
Mundri Astuti
KK author yg sebelah sana gimana kbrnya, dah ditinggal lara
Maple latte: sabar ya kak, kita fokus ke Lara dulu
total 1 replies
partini
Liam kamu yg harus gerak dulu aihhhhhh esmosihhhhhhhhh
partini
yang sabar Liam,itu udah beku tapi sayangnya dia masuk terkekang masa lalu cinta nya mentok di sana
ita rosita
ayo dong lara move on biar seruuuu
partini
hemmmm masih terbelenggu masa lalu no good lah
masa ga bisa move on Ampe tuir gitu come on
arniya
ih geregetan deh....
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!