Kisah perjalanan sepasang saudara kembar memiliki sifat yang berbeda, juga pewaris utama sebuah perusahaan besar dan rumah sakit ternama milik kedua orang tuanya dalam mencari cinta sejati yang mereka idamkan. Dilahirkan dari keluarga pebisnis dan sibuk tapi mereka tak merasakan yang namanya kekurangan kasih sayang.
Danial dan Deandra. Meski dilahirkan kembar, tapi keduanya memiliki sifat yang jauh berbeda. Danial yang memiliki sifat cuek dan dingin, sedangkan Deandra yang ceria dan humble.
Siapakah diantara dua saudara kembar itu yang lebih dulu mendapatkan cinta sejati mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caca99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28 Sakit Perut
Danial merebahkan dirinya diatas kasur. Ternyata jalan keliling supermarket cukup melelahkan. "Capek juga ternyata." Danial merenggangkan pinggang nya.
Danial senyum sendiri, ada rasa bahagia saat menghabiskan waktu bersama Meldy. Walaupun banyak ributnya sih.
"Kalau dipikir-pikir tuh cewek cantik juga, senyum nya manis, pintar masak lagi." Tanpa sadar ini sudah kesekian kalinya Danial memuji Meldy. Sepertinya rasa itu sudah mulai muncul deh. Kita tunggu saja.
"Gue nggak tau seperti apa takdir kita kedepannya Mel, tapi entah kenapa hati gue bilang kalau gue udah mulai nyaman sama lo." Batin Danial, memejamkan mata sambil membayangkan wajah cantik Meldy.
"Aduh.... Sstssss ......" Danial memegangi perutnya. Tiba-tiba saja perutnya terasa sakit. Danial berlari ke kamar mandi untuk menuntaskan hajat nya.
Begitu keluar dari kamar mandi, sedikit lega dan perutnya terasa sakit lagi. Begitu seterusnya sampai beberapa kali.
"Kenapa sih nih perut." Danial sudah lemas, duduk diatas kasurnya sambil memegangi perutnya. Bibir nya pucat dan keringat yang sudah bercucuran.
Danial lalu keluar kamar nya dan menghampiri kamar Meldy.
Tok tok tok
"Mel, Mel ...." Panggil Danial, mengetuk pintu istrinya itu.
Tak butuh waktu lama, Meldy membuka pintu kamarnya.
"Kenapa kak? Lo sakit?." Meldy menempelkan punggung tangannya di kening Danial, melihat Danial yang pucat.
"Perut gue sakit." Danial memegangi perutnya.
"Sejak kapan? Perasaan tadi baik-baik aja deh." Meldy ikut khawatir.
"Tadi pulang belanja." Danial membungkuk, karena dengan posisi seperti itulah sakit diperutnya sedikit berkurang.
"Udah minum obat belum?." Tanya Meldy, Danial menggeleng.
"Gara-gara ketoprak tadi nih. Apa gue bilang, makan secukupnya aja, ini malah dibungkus lagi." Omel Meldy. "Jadi sakit kan perut lo. Udah tau nggak biasa makan yang kayak gitu."
"Diam deh, sakit ini. Jangan ngomel mulu." Danial sudah tak tahan menahan sakit perut nya. Niat mencari Meldy untuk minta bantuan, eh malah diomelin.
"Iya iya, masuk dulu." Meldy memapah tubuh Danial masuk ke kamarnya. Membantu Danial untuk berbaring. Sekali ini saja Meldy mengizinkan Danial berbaring diatas kasur nya.
"Lo tunggu disini, gue mau ambilin obat sama air hangat." Ucap Meldy. Meninggalkan Danial sebentar untuk mengambil obat.
"Bangun dulu kak." Meldy kembali dengan membawa obat sakit perut dan air hangat ditangannya. Membantu Danial duduk untuk minum obat.
"Masih sakit?." Tanya Meldy, setelah Danial meneguk obatnya.
"Masih, sakit banget. Dari tadi gue bolak balik kamar mandi terus."
Tak tega melihat Danial kesakitan, Meldy mencari cara lain. "Tunggu ya." Meldy kembali keluar dari kamar. Menuju dapur, mengambil handuk kecil dan ember berisi air hangat.
"Naikin baju lo lo." Meldy merendam handuk kecil itu dengan air hangat, lalu mengompres perut Danial. Berharap cara itu bisa mengurangi sakit perut Danial.
"Gue kalau sakit perut datang bulan, pake ini. Biasanya sih ampuh ngurangin rasa sakit." Ucap Meldy. "Diamin disini aja, tutup baju lo, bukannya sembuh malah masuk angin yang ada." Danial tak protes, mengikut saja apa yang dikatakan Meldy.
"Udah mendingan belum?." Tanga Meldy lagi.
"Lumayan sih dari yang tadi." Jawab Danial. Setelah dikompres dengan handuk hangat itu, sakit diperutnya sedikit berkurang.
"Ya udah, lo tidur aja disini." Ucap Meldy.
"Trus lo tidur dimana?."
"Gampang, di sofa gue bisa tidur kok." Meldy mengemasi obat yang tadi Danial minum dan meletakkan diatas meja nakas.
"Dikamar gue aja." Ucap Danial, nggak mungkin dia enak-enakan tidur di kasur sedangkan Meldy malah tidur di sofa.
"Nggak, gue tetap disini. Kalau lo perlu apa-apa kan repot manggil gue."
"Tapi....." Danial jadi tak enak hati.
"Udahlah kak, nggak apa-apa. Mending lo istirahat, gue mau ngerjain tugas sekolah dulu." Meldy berjalan menuju meja belajarnya. Sementara Danial sudah mulai mengantuk, mungkin karena efek obat yang tadi dia minum.
Meldy melirik sebentar kearah Danial. Menyelimuti Danial baru Meldy kembali fokus dengan tugas sekolahnya.
Begitu selesai mengerjakan tugasnya, Meldy kembali melihat Danial. Ternyata suaminya itu sudah tertidur lelap. Seperti yang dia katakan tadi, Meldy akan tidur di sofa. Ada rasa tak tega dihati Meldy melihat Danial kesakitan kayak tadi.
Meldy berbaring di atas sofa. Dia memiringkan tubuhnya sehingga berhadapan langsung dengan Danial. Meski dengan jarak yang tak dekat, Meldy masih bisa melihat dengan jelas wajah Danial.
Ganteng, itulah penilaian Meldy. Tak salah banyak cewek-cewek disekolah yang mengejar Danial.
"Jangan sakit ya kak." Gumam Meldy. Karena matanya sudah mulai mengantuk, Meldy menyusul Danial kealam mimpi.
Danial terbangun ditengah malam, sakit perut yang dia rasakan sudah tak terasa lagi. Tak tega melihat Meldy yang tidur di sofa, Danial bangun dan memindahkan Meldy keatas kasur. Membaringkan tubuh Meldy perlahan agar tidak bangun, Danial menyelimuti tubuh Meldy.
Danial mengusap rambut Meldy, menatap dalam wajah Meldy yang tertidur. Ada ketenangan yang Danial rasakan dihatinya.
Mendekatkan wajahnya kearah Meldy, Danial rasanya ingin sekali mengecup pipi Meldy. Dijarak beberapa centi meter saja, Danial kembali ragu. Jantung nya semakin deg degan berhadapan langsung dengan Meldy dengan jarak sedekat itu.
"Ada apa sama gue, kenapa jantung gue berdebar gini." Gumam Danial, memegangi dadanya sendiri.
"Gue nggak mungkin sakit kan?." Danial menempelkan punggung tangannya sendiri dikening nya. "Nggak panas kok. Tapi kenapa jantung gue detak nya gini."
"Nggak betul ini, gue butuh udara segar." Danial berjalan kearah balkon. Berharap setelah menghirup udara segar, perasaannya kembali normal.
Danial duduk di bangku yang ada di balkon itu, menghirup udara malam itu dalam-dalam. Perlahan perasaan yang tadi tak karuan, perlahan normal kembali. Danial memejamkan matanya dengan bersandar disandaran kursi.
Danial merasakan ada seseorang yang memeluk nya dari belakang. Begitu menoleh, Danial kaget begitu mengetahui kalau yang memeluknya adalah Meldy.
"Kenapa kamu keluar? Nanti makin sakit loh." Ucap Meldy. Tak seperti biasanya, kali ini Meldy berbicara dengan penuh kelembutan.
"Kamu kenapa bangun?." Tanya Danial.
"Aku cariin kamu. Tadi aku lihat disamping aku, kamu nggak ada."
"Aku lagi cari udara aja."
"Nggak baik loh diluar lama-lama. Ayo kita masuk." Meldy menggandeng tangan Danial untuk masuk kedalam kamar.
"Kita tidur lagi yok." Meldy mengajak Danial tidur, dikasur yang sama.
"Aku tidur disofa aja deh." Ucap Danial.
"Kenapa? Kamu nggak mau tidur sama aku?." Tanya Meldy dengan nada kecewa.
"Bukannya kamu sendiri yang nggak mau?."
"Kapan aku pernah bilang gitu, kamu mimpi ya... Ayolah, kita tidur, besok kan harus bangun pagi."
Masih dengan kebingungannya, Danial mengikut dan berbaring diatas tempat tidur. Tanpa ragu Meldy melingkarkan tangannya di pinggang Danial.
"Aku cinta kamu...." Bisik Meldy ditelinga Danial.