NovelToon NovelToon
Tuan Valente Dan Tawanan Hatinya

Tuan Valente Dan Tawanan Hatinya

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Nikah Kontrak / Obsesi / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang / Pelakor jahat
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: Miss Saskya

"Pasar tidak mengenal itu, hutang tetaplah hutang"

"Kalau anda manusia, beri kami sedikit waktu"

"Kau terlalu berani Signorina Ricci"

"Aku bukan mainan mu"

"Aku yang punya kendali atas dirimu"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Saskya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Olokan Matteo

Sunyi yang mencekam di dalam mobil hanya diselingi oleh napas Kairos yang tersengal-sengal, berat dan tidak teratur. Dia membantingkan kepalanya ke sandaran jok, kedua tangannya mengepal begitu kencang hingga buku-buku jarinya memutih.

"Sudah, Kai. Tarik napas," ucap Samuel dari kursi sopir, suaranya berusaha tenang.

Tapi Kairos seperti tidak mendengar. Kedua tangannya tiba-tiba meremas ubun-ubunnya sendiri.

"Jangan... di sini..." gumamnya parau, suaranya bergetar.

Dari kursi penumpang, Matteo mengamati transisi drastis sahabatnya itu dengan mata tajam. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis yang getir.

"Luar biasa," desis Matteo tiba-tiba, memecah kesunyian.

"Dari Hulk yang mau menghancurkan segalanya, berubah jadi anak kecil yang ketakutan dalam hitungan detik. Cukup mengesankan, Valente."

Samuel melemparkan pandangan tajam ke arahnya. "Matteo, bukan waktunya!"

"Kapan lagi waktunya?" balas Matteo dingin. Matanya masih menatap Kairos yang mulai menggigil.

"Dia butuh mendengar ini. Lihat diri elu, Kai. Dari tadi berteriak mau membunuh Gabriel, sekarang malah bergetar ketakutan di kursi mobil. Pilihannya sederhana, mau jadi monster atau orang waras?"

Kata-kata Matteo seperti cambuk. Kairos mengangkat kepala, matanya yang berkaca-kaca mencoba memfokuskan pandangan pada Matteo.

Ada amarah yang tersisa, tapi lebih banyak lagi kebingungan dan rasa sakit.

"lu... gak... ngerti..." suara Kairos terputus-putus.

"Oh gue ngerti banget kok" sergah Matteo. "Lu pikir dengan mematahkan tangan Gabriel, luka-luka lu akan sembuh? Atau mungkin dengan teriak-teriak, trauma masa kecil lu akan hilang?"

Samuel membanting setir, memarkirkan mobil saat tiba mansion Alex. "Cukup, Matteo! Kau hanya memperburuk keadaan!"

Tapi Matteo sudah membuka pintu, masih menyeringai. "Ayo, Pangeran Kegelapan. Keluar dari mobil sebelum kau muntah karena serangan panikmu sendiri."

Meski kata-katanya kasar, ada sesuatu dalam nada Matteo yang justru berhasil menarik Kairos keluar dari serangannya.

Kemarahan terhadap celetukan Matteo ternyata lebih efektif daripada kata-kata penghiburan.

___________________________________________________

RUANG RAWAT INAP AURORA

Cahaya senja yang jingga keemasan merambat pelan melalui jendela, membentang seperti permadani hangat di atas seprai putih dan wajah Aurora yang pucat.

Kelopak matanya bergetar lembut sebelum akhirnya terbuka, menatap langit-langit kamar dengan pandangan yang masih diselubungi kabut senja.

"Selamat sore, atau harusnya selamat malam?" suara lembut di sampingnya membuat Aurora menoleh.

Luna duduk di sana, dengan mangkuk berisi bubur hangat di tangannya. Senyum kecil menghiasi bibirnya, meski matanya masih menyimpan bayang-bayang kecemasan.

"Aurora... akhirnya kau bangun," bisik Luna, suaranya bergetar lega.

Aurora mencoba tersenyum balik, tapi rasanya seluruh tubuhnya berat dan sakit. "Lun... apa yang terjadi?"

"Jangan dulu banyak bicara. Dokter bilang kamu butuh banyak istirahat," jawab Luna sambil menyendokkan bubur hangat ke mulut Aurora.

"Sekarang, coba makan sedikit. Kamu sudah hampir seharian ini makan apapun."

Aurora mengerutkan kening, mencoba mengingat-ingat. Tapi yang ada hanya kabut dan potongan memori yang tidak jelas. Dia melihat bubur di depan mulutnya, tapi tidak membuka mulut.

"Aku... gak laper."

Luna menghela napas pelan. "Aurora, sayang... aku tahu kamu tidak enak badan. Tapi kamu harus makan supaya cepat kuat."

Dia mendekatkan sendok lagi, suaranya seperti membujuk anak kecil. "Coba satu suap saja? Ini enak, loh, kuahnya gurih."

Aurora akhirnya membuka mulutnya dengan enggan, menelan bubur itu dengan susah payah. Luna tersenyum lega.

"Bagus... satu suap lagi, ya?"

Sementara Aurora menuruti bujukan Luna, di balik senyumnya, Luna diam-diam mengamati setiap ekspresi sakit yang terlihat di wajah Aurora.

Hatinya sakit melihat keadaan sahabatnya, tapi dia tahu, saat ini yang dibutuhkan Aurora adalah dukungan dan perhatian, bukan pertanyaan yang akan membuatnya stres.

"Sempurna," gumam Luna lembut saat Aurora berhasil menghabiskan setengah mangkuk buburnya.

"Sekarang tidur lagi, ya? Aku di sini nemenin kamu."

Aurora menganggak lemas, matanya sudah mulai sayup. Tangan Luna menggenggam erat tangan Aurora yang dingin, memberikan kehangatan dan kepastian bahwa dia tidak sendirian.

Tbc🐼

1
lollipop_lolly
🥰
lollipop_lolly
gimana mansion keluarga Lendro Valente guyss?☺️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!