Peringatan! Harap bijak dalam membaca. Ini karya dipersembahkan untuk hiburan emak yang sudah berusia 21+ dan sudah menikah! Dibawa 21 harap jangan baca! Dosa tangung sendiri!
Sequel dari Dipaksa menikahi tuan muda duda
Ashanum Ananda Wijaya terpaksa menerima perjodohan dengan pria yang sama sekali tak ia kenal setelah pergaulan bebasnya diketahui sang papa yaitu Raka Wijaya. Asha harus mengorbankan cintanya menikahi pria sederhana yang bukan tipenya yang tak ada daya tarik sama sekali yang hanya berkerja sebagai guru ngaji di pondok pesantren dan sebagai ob di rumah sakit ternama dikota Malang.
Dibalik kesederhanaannya Asegaf Albramata adalah seorang pengusaha muda yang sukses disegala bidang, namun ia menyembunyikan semuanya karena berbagai alasan.
Asha sangat membenci Ega karena adanya dia, ia harus kehilangan cinta pertamanya.
Nb : Jangan lupa follow ig:Duwi Sukema author ya, agar tahu visual juga novel author lainnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon duwi sukema, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. Memperingati hari patah hati
"Pelukis?!" kata Ega mengerutkan dahinya menatap Asha menghentikan aktifitasnya. "Aku tak terlalu berbakat melukis, ini aja melukis ruang hatimu sangatlah sulit. Apa lagi melukis ini," goda Ega.
"Mas Ega pintar gombal ya, aku nanti kalau sudah besar mau ah punya pacar seperti mas Ega," ucap Sisil dengan gaya genitnya.
Ini anak kecil pikirannya sudah jauh amat, harusnya mikir dulu sekolah yang benar dengus Asha sambil asyik memainkan ponselnya.
"Kamu masih kecil sekolah belajar yang rajin sana!" Ega memberi nasehat pada Sisil. "Sha, kamu bersiap sana kita ke pondok untuk menghadiri pengajian hari santri, aku sudah mau selesai," saran Ega.
"Ok."
Satu kata keluar dari mulut Asha lalu segera masuk ke dalam kamar.
Ega dengan cepat segera menyelesaikan melukisnya agar Sisil penganggunya segera pulang dan ia bisa berduaan bersama Asha kembali.
"Ini sudah selesai!" ucap Ega lalu membersihkan bekas cat cair pada tangannya dengan tisu basah.
"Mas Ega, gambarnya satu lagi ya," rengek Sisil.
"Nanti ya Sil, mas Ega mau ada acara. Mas mau menghadiri pengajian."
"Benaran nanti ya mas, aku habis magrib kesini lagi," ucap Sisil dengan mengerutkan dahinya.
"Mas ngak janji ya. Mas tak tahu pulang jam berapa nanti, sebaiknya lain kali aja ya. Sudah mas mau bersiap nanti takut telat ngak enak," ucap Ega secara tak langsung mengusir Sisil.
Asha duduk di meja rias dengan merias tubuhnya agar kelihatan cantik senatural mungkin ia memang tak suka berdandan berlebihan, menurutnya jika berlebihan ia terkesan seperti ibu-ibu.
Ega yang masuk ke dalam kamar untuk mengambil kemejanya, pandangan matanya tertuju ke Asha yang rambutnya tergerai indah.
"Mas, mana Sisil?" tanya Asha berdiri menghampiri Ega yang berdiri di depan pintu dengan menyilangkan kedua tangannya.
"Sudah pulang. Sha, apa kamu punya pakaian lain?" tanya Ega. "Bajumu ini terlalu memperlihatkan bentuk tubuh indahmu, jika kamu memakai ini tidak cocok untuk acara pengajian. Maaf aku banyak protes, tapi sungguh kamu sangat cantik pakai baju ini, aku semakin cinta dan sayang padamu," lirih Ega di dekat telinganya.
Asha segera berdiri di depan cermin menatap dirinya.
Memang benarnya kata mas Ega, bajuku terlalu ketat jika ke pesantren kesannya tak sopan. Sebaiknya aku ganti baju saja batin Asha.
Ega segera memeluk Asha dari belakang dengan menyadarkan dagunya pada bahu Asha, dengan salah satu tangannya menyikap rambut Asha yang sedikit menutupi wajahnya.
"Maaf ya, jika perkataanku tadi membuat kamu tersinggung. Kamu sungguh cantik," puji Ega kembali.
Rasanya aku ingin di rumah saja, bersamamu seperti ini. Aku masih ingin berlama-lama memelukmu, semoga ini tak sementara. Semoga cinta kita akan abadi selamanya batin Ega.
"Tak apa mas, memang ini terlalu ketat. Aku ganti saja pakai baju yang lain ya, kalau bunda tahu juga dia marah karena tak sopan," ketus Asha menatap Ega dari pantulan cermin di depannya.
Mas Ega tampan sekali sich kalau begini aduh hatiku jadi meleleh.
"Mas, lepas dong! Aku mau ganti baju dulu," lirih Asha yang tak mau lama-lama dalam posisi begitu karena ia takut Ega akan mendengar detak jantungnya yang mulai gugup.
Ega segera melepas pelukkannya, "Maaf."
Asha hanya tersenyum kikuk lalu segera mengambil baju gantinya di dalam lemari.
Lima belas menit kemudian Asha keluar dari kamar mandi, memperlihatkan penampilannya dengan jalan berlagak seperti model menujukan pada Ega meminta pendapatnya.
"Mas gimana dengan ini?" tanya Asha
"Cantik," puji Ega.
"Benaran cantik mas," lirih Asha sedikit mendekatkan wajahnya ke Ega hingga hembusan nafasnya sangat terasa menyentuh kulit Ega yang diam mematung menatap manik wajahnya.
Sha tolong dong jangan dekat-dekat begini aku bisa menerkammu saat ini juga. Aku laki-laki normal, melihatmu begini saja adik kecilku sudah berdemo ingin merasakan sesuatu darimu batin Ega.
Cup
Satu kecupan mendarat di pipi Ega.
Ega yang mendapat perlakuakan tiba-tiba Asha itu seperti memberi kode ia segera meraih tengkuk Asha.
"Sha bolehkan aku menciummu," izin Ega lirih.
"Lakukan mas, aku sudah jadi milikmu," jawab Asha.
Aku tak ingin jadi janda muda seperti istri sultan Malaysia gara-gara tak mau melayani suaminya batin Asha.
Ega yang mendapatkan izin dari Asha segera mendekatkan wajahnya. Saat ia memejamkan matanya, seketika ia teringat sesuatu, lalu ia menjauh dari wajah Asha.
Aduh kenapa aku jadi mesum? Kita kan harus menghadiri pengajian di pesantren jika aku melalukan hal ini maka kita akan telat karena tak mungkin aku hanya menciumnya saja butuh waktu lama aku memuaskan adik kecilku pikir Ega.
Asha yang melihat Ega menjauh menatapnya heran. Biasanya Dion selalu menerkam dirinya tanpa meminta izin, tapi lelaki di depannya berbeda ia sangat menghargainya walaupun mereka sudah halal di mata Allah.
"Sha, aku tunda dulu ya. Aku akan memintanya nanti, aku takut jika aku menciummu, aku juga menjamahmu saat ini juga. Waktunya tak tepat, kita harus segera berangkat," jelas Ega.
"Begitu ya mas, ya sudah aku pakai hijabku dulu."
"Sha, nanti habis dari sana ya aku memintanya," ucap Ega lagi agar wanita di depannya mengingatnya.
Asha hanya membalas dengan senyuman saja.
****
Di pondok pesantren Asha dan Ega segera berjalan berdampingan menuju ke pendopo Abah Jafar dan Umi Syarah untuk soan bersilaturohim memperkenalkan Asha pada mereka.
"Mas Ega aku malu, mereka pada menatapku begitu. Apa penampilanku aneh ya," lirih Asha merasa risih menjadi pusat perhatian.
Ega segera berhenti meneliti penampilan Asha yang menurutnya sempurna tak ada yang aneh, tapi ia juga heran semua santri menatapnya dengan tatapan aneh.
"Mas gimana?!" tanya Asha kembali menjadi minder dengan dirinya sendiri.
"Tak ada yang aneh, kamu justru semakin cantik memakai hijab ini," puji Ega. "Sudah biarkan saja mereka menatap kamu mungkin dia iri dengan kecantikkan kamu," ucap santai Ega.
"Itu siapa yang berjalan dengan ustad Ega? Kok tumben ustad bersama wanita," bisik santri wati.
"Iya itu siapa ya? Dia cantik banget pasti ustadza Afi makin sewot ya melihat mereka, secara ustadza Afi kan dari dulu mengejar-ngejar ustad Ega," lirih salah satunya.
"Pasti akan ada yang patah hati berjamaah nanti, melihat pujaan hatinya berjalan dengan wanita asing bagaikan bidadari. Nanti kita memperingati hari santri sekalian memperingati hari patah hati," ketus santri lainnya sambil tertawa.
"Ustad Ega, kok baru datang. Aku sudah menunggumu dari tadi," ucap Ustadza Afi sambil tersenyum.
"Iya tadi aku ada sedikit urusan. Gimana susunan acaranya sudah kamu persiapkan?" tanya Ega.
"Sudah ini," jawab ustadza Afi menujukan lembar kertas pada Ega sambil mencuri pandang.
Ega dan ustadza Afi mengobrol seputar susunan rangkaian acara yang akan diselenggarakan setelah magrib hingga mereka mengabaikan Asha yang berdiri disampingnya.
Kalau seperti ini mending aku di rumah saja, di abaikan, dicueki, sungguh menyebalkan batin Asha sambil berjalan meninggalkan mereka.
bersambung