“Arghhhhkkkk mayaaaat!!!’’
Tumini yang sedang mencari rumput untuk makanan ternaknya, tiba-tiba saja mencium aroma busuk dari sekitarannya. Dia yang penasaran meski takut juga memberanikan diri masuk ke kebun lebih dalam.
Saat asik mencari sumber bau busuk, Tumini di buat shock berat karena melihat mayat yang menggantung di pohon cengkeh.
Bagian dada kiri terdapat luka bolong lumayan besar, bagian kaki terus mengucurkan darah, mayatnya juga sudah tidak di kenali.
Apa yang terjadi di kampung Kabut Surem? akankah kematian misterius bisa terpecahkan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juniar Yasir, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tari sial
Karena pulangnya berjalan kaki, jadi mereka berdua lama sampai nya, Ambar tak jadi pulang kerumah. Dirinya dan Sekar wengi langsung kerumah Buk lurah saja ikut membantu. Untung saja uang belanja sudah diberikan saat dirumah tadi sebelum ke makam, jadi Inah bisa langsung belanja keperluan untuk menu nanti malam.
"Assalamualaikum!" ucap Ambar, sementara Sekar berdiri di belakangnya.
"Wa'alaikum salam. Eh dek Ambar, ayo masuk! Iki siapa?" Buk lurah mempersilahkan kedua nya masuk.
"Terima kasih Buk lurah. Ini teman saya, nama nya...._" ucapan Ambar dipotong Sekar.
"Saya Purbasari" jawanya tersenyum dingin.
Buk lurah tersenyum kecut, agak ngeri juga melihat senyuman gadis ini.
"Ouh iya. Ayo kebelakang, ibu-ibu lain juga sudah mulai berdatangan." buk lurah jalan duluan di ikuti kedua gadis ini.
Di belakang tampak ada Ijum, Bude Surti, Ustadzah Ulfa, Tari, Yati dan yang lainnya. Erna istri mendiang Parjo juga ada, berbeda dengan Rani. Wanita itu jarang sekali keluar rumah semenjak Kardi meninggal dunia. Untuk berbelanja keperluan sehari-hari terkadang Diah anaknya yang belanja. Rani mungkin belum menerima kematian suaminya dan masih sangat berduka, jadi warga tidak ambil pusing karena mengerti keadaan janda itu.
"Baru kemarin Parjo ditemukan menggantung di pohon, sekarang malah anaknya Darma yang mengambang di kolam. Memang sulit diterima akal sehat!" Antek biang kerok mulai membuka suara.
"Iya ya. Kau lihat saja masa ada orang bunuh diri begitu, mana organ tubuh ada yang hilang juga. Ihhhh" Tari menimpali ucapan Yati.
"Kalian ini jika bertemu ada saja bahannya untuk menggosip. Heran kali aku ni!" ucap Butet tetangga Buk lurah orang Batak.
"Jangan heran, mereka emang begitu jika bertemu. Jadi kita harus banyak berdzikir jika Ndak mau ketularan godaan syaiton berdua ini" timpal ijum. Dari tadi pagi sudah muak mendengar ocehan mereka berdua.
"Lambe Kowe ya Jum. Kalo kamu Ndak suka ya udah jangan di denger. Ndak ada juga yang suruh kamu ikut campur!" balas Tari tak terima di bilang Syaitan.
"Sudah sudah! Ini jika kalian ribut terus kapan jadinya makanan untuk tahlilan malam ini?!" Buk lurah lama-lama tensinya naik juga menghadiri para julid ini.
Ijum langsung beranjak melanjutkan perkejaan lain. Tari dan Yati apabila diladeni maka semakin menjadi saja tingkah mereka yang tidak ada habisnya jika soal julid pada orang lain.
Jika sudah ketemu begini lah mereka, ya g dua belum muncul ke permukaan. Jika ditambah kehadiran yang dua lagi, maka semakin heboh saja. Mereka jika datang seperti ini bukan asik membantu, tangan membantu seadanya tapi mulut yang sibuk nyinyir. Ibu-ibu yang lain hanya menyimak saja, bahkan ada yang pura-pura tidak mendengar. Karena jika di ladeni makin suka dan makin menjadi ghibahan mereka. Selalu ada saja bahan untuk di bicarakan.
.
"Kamu! Anak almarhum Danendra siapa namamu ndug?" Bude Surti menatap Ambar.
"Ambar Be lek" jawab Ambar sungkan.
"Ayo kesini, ajak sekalian temanmu itu" ujarnya lagi.
Ambar dan Sekar beranjak menuju Bude Surti "Apa yang bisa kita bantu Bu lek?"
"Ini tolong masukkan ke kedalam koran setelah itu masukkan dalam box nasi ini ya, tapi di tahu di pinggir. Nanti bagian tengah ini tempat nasi dan lauk pauknya." Ambar mengangguk mengerti.
Bude Surti beranjak menuju dapur kayu untuk mengaduk nasi yang di kukus di dandang besar. Ijum mengisi lauk dan sayur kedalam plastik lain.
Tak lama Yuli dan Tina datang. Ijum hanya menatap keduanya sekilas lalu kembali dengan perkejaan nya.
"Hem muncul lagi mulut ember berjalan!" geramnya pelan.
"Hust! Nggak baik seperti itu!" tegur ustadzah Ulfa. Ijum hanya tersenyum simpul.
.
Tina dan Yuli duduk bersama geng nya. Mereka masih serius mengisi kerupuk, ada juga yang memotong buah.
Mata Yuli menatap kesana kemari seperti e cari seseorang. Ijum yang melihat sudah bisa menebak, pasti sebentar lagi kembali terdengar mulut nyinyir itu mengeluarkan peluru.
"Eh kok aku Ndak melihat Inah Yo? Tadi perasaan lewat depan rumahnya sepedanya juga Ndak ada, kirain kesini." ucap Yuli tak betah diam.
Yang lain ikut melirik sana-sini, mereka berlari menyadari jika Inah memang tidak hadir.
"Iya ya, kok tumben l?! Biasanya paling duluan jika tentang membuat makanan. Kan bisa di bawa pulang!" timpal Tina.
"I.... Arghhhkkkk!!" Tari tak jadi mau bicara karena mulutnya di sumpal bude Surti menggunakan mentimun yang dicocol cabe rawit.
Huh huh hah hah...
Tari kepedasan, wanita ini meminum air yang ada di dekatnya. Padahal itu adalah air mentah. Yang lain hanya diam tak berani membela, karna memang takut dengan bude Surti. Wanita itu agak lain jika sudah marah. Bude Surti memang jarang marah, tapi jika sudah marah takkan ada yang berani melawannya.
Karena malu dan marah juga, tanpa pamit Tari langsung beranjak dan bergegas pulang. Sepanjang jalan tak henti merutuk dan memakai bude Surti. Karena baru kali ini dirinya di perlakukan begitu, apalagi di depan temannya. Tentu Dirinya malu bukan kepalang.
"Dasar Surti jancok!!! Sudah tua kok gila. Arghhhkkkk,,, soalnya aku hari ini. Jangan sampai Ningrum tahu soal ini. Pasti aku akan ditertawai nya." gumamnya.
Tari terus menggerutu tidak ada habisnya. Untung saja jalanan sepi, jadi tak ada yang mendengar makiannya itu. Dirinya sangat takut jika Ningrum sampai tahu jika Dirinya di amuk Bude Surti. Dirinya beranggapan jika Ningrum akan meledeknya habis-habisan. Mereka dari dulu sudah mudahan, Tari menganggap Ningrum merebut Ilham kekasihnya. Jadi sampai saat ini dendam itu masih tercokol di hati, padahal mereka masing-masing sudah menikah dan beda suami pulang, bukan Ilham juga suami di antaran keduanya. Dasar Tari saja yang selalu iri hati karena merasa kalah cantik dengan Ningrum. Apalagi Ningrum semakin glowing semenjak tinggal dikota saat itu.
.
Makanan dirumah Buk lurah sudah siap semua. Jadi tinggal diantar kerumah Darma. Nanti akan di antar langsung oleh Pak lurah menggunakan mobilnya. Untung saja Pak lurah baik hati, sehingga banyak yang suka, apalagi beliau sering membantu warga yang kena musibah.
Sedangkan Ambar dan Sekar pulang dengan berjalan kaki. Sesekali Ambar mengajak ngobrol, tapi hanya di balas cuek Sekar, membuat Ambar makin kesal.
Beberapa menit kemudian mereka tiba dirumah. Ambar langsung di sembur oleh Ningrum. Wanita ini kesal karena Ambar berani sekali bawa orang asing kerumah tanpa izin darinya, mana di ajak tinggal dirumah ini pula, makin murka saja Ningrum jadinya.
.
.
...Jangan lupa like dan komentarnya 🙏...