NovelToon NovelToon
Dijebak Ratu Dari Dunia Lain

Dijebak Ratu Dari Dunia Lain

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Spiritual / Budidaya dan Peningkatan / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Ilmu Kanuragan / Summon
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Kang Sapu

"Urgh... k-kurang ajar! B-bajingan!" gumam Lingga lirih. Tubuhnya semakin lemas dan kesadarannya semakin memudar. "A-apa aku akan... mati?"
Seorang bartender muda yang bergumul dengan utang dan cinta buta bernama Lingga, mengira hidupnya sudah cukup kacau. Tapi, semuanya berubah drastis dalam satu malam yang kelam. Saat hendak menemui pacarnya, Lingga menjadi korban pembegalan brutal di sebuah jalanan yang sepi, membuatnya kehilangan motor, harta benda, dan akhirnya, nyawanya.
Namun, takdir punya rencana lain. Di ambang kematian, Lingga terseret oleh lingkaran cahaya misterius yang membawanya ke dunia lain, sebuah dunia asing penuh kekuatan magis, monster, dan kerajaan-kerajaan yang saling bertarung. Terbangun dengan kekuatan yang belum pernah ia miliki, Lingga harus mempelajari cara bertahan hidup di dunia baru ini, menghadapi ancaman mematikan, dan menemukan arti hidup yang sesungguhnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kang Sapu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 28

Tanah di halaman padepokan seketika bergetar kala pria berpedang itu turun dari kudanya. Suara derap sepatu besi menghentak keras, membuat debu beterbangan di sekitar kakinya. Wajahnya memerah, sorot matanya bagai bara yang menyala.

"Belum pernah," suaranya menggelegar, "ada seorang pun yang berani menentang titah Raja Wesibuwono... apalagi menantang aku, Jenderal Adwapala!"

Teriakannya menggema, membuat para warga yang menonton sontak mundur beberapa langkah. Bahkan para murid padepokan pun menahan napas, merasakan hawa kematian yang tiba-tiba mengental di udara.

Argadhanu menelan ludah, wajahnya mendadak pucat. "Adwapala...," bisiknya lirih, matanya membelalak menatap pria itu. "Jadi... kau memang Jenderal Adwapala, sang tukang jagal dari barat itu..."

Adwapala menyeringai, senyum bengis terlukis di bibirnya. "Akhirnya kau mengenaliku juga, Dhanu. Sudah lama kudengar padepokan kecilmu ini keras kepala..."

Lingga, yang berdiri tak jauh dari Dhanu, mendengus. Tapi sebelum sempat melangkah, Dhanu mencengkeram lengan pemuda itu dan membisikkan, "Lingga, jangan cari gara-gara. Cepat, minta maaf! Dia bukan orang biasa, dia... pembunuh berdarah dingin yang ditakuti seantero kerajaan!"

Namun, Lingga justru menarik tangannya, menatap Dhanu dengan tatapan tajam namun tenang. "Maaf, Paman... tapi aku bukan tipe orang yang menunduk pada orang yang semena-mena."

Lalu, dengan langkah mantap, Lingga maju satu langkah dan berteriak lantang, suaranya membelah kerumunan, "Mau kau jenderal, raja, atau dewa sekalipun! Kalau bertindak seenaknya di depan mataku, aku tak akan segan-segan menendang pantatmu keluar dari sini!"

Suasana sontak membeku. Warga, murid padepokan, bahkan pasukan berkuda yang tegap itu pun mendadak membelalak, saling berpandangan tak percaya. Mitha memekik, menutup mulutnya dengan kedua tangan, sementara Dhanu merosot lemas, menepuk dahinya.

"Anak kurang ajar!" raung Adwapala, wajahnya kini merah padam, urat-urat di lehernya menonjol. "Aku akan mencabik-cabik lidahmu!"

Tanpa basa-basi, Adwapala melompat dari tanah, pedangnya berkilat di bawah sinar mentari, menyambar lurus ke arah kepala Lingga.

Mitha menjerit, "Linggaaa!!"

Dhanu refleks mundur, jantungnya serasa hendak meledak.

Namun, di luar dugaan, Lingga melangkah ke samping dengan ringan, menghindari serangan itu seolah angin semilir saja. Wajah Adwapala memerah semakin hebat. Ia berteriak kasar, "Dasar pengecut! Hanya bisa menghindar!"

Lingga justru tersenyum, matanya setenang permukaan danau. Dalam batinnya, ia memanggil, "Gandhara... sudah saatnya."

Sekelebat, cincin di jarinya berpendar cahaya merah samar—hanya dirinya yang bisa merasakannya. Suara berat nan dalam menggema di kepalanya.

"Sudah kutunggu perintahmu, Lingga. Aku akan mengalirkan kekuatan padamu."

Lingga mengepalkan tangan. "Sekarang aku butuh kekuatanmu, bukan yang lain."

"Tentu... biar aku bakar darahmu... hingga kau mampu meratakan musuh di hadapanmu."

Sekejap, tubuh Lingga terasa menghangat. Darahnya seperti mendidih, namun bukan panas yang menyakitkan, melainkan kekuatan yang meluap-luap. Nafasnya menjadi dalam, dan setiap ototnya mengeras, siap meledak.

Adwapala, yang tak sabar, melompat tinggi, menyabetkan pedangnya vertikal, hendak membelah Lingga dari atas ke bawah.

Semua yang menonton sontak berteriak panik. "Astaga... pemuda itu pasti mati!"

Namun...

DHAANGG!

Lingga menahan pedang itu hanya dengan telapak tangan kosong!

Adwapala membelalak, nyaris tak percaya. "A-apa...?!"

Dhanu, yang melihat itu, nyaris jatuh terduduk. "Ya Berharap! Seberapa kuat... pemuda ini...?"

Mitha yang sedari tadi menahan air mata, kini justru bersinar, berbisik sambil mengepalkan tangan, "Lingga... kau luar biasa!"

Lingga menatap Adwapala dengan senyum tipis. "Hanya ini yang kau bisa, Jenderal? Seranganmu ini... terlalu ringan."

Lalu, dengan mudah, ia menggenggam bilah pedang itu... dan dalam satu gerakan pelan namun mantap—KRAAK—pedang itu bengkok, patah seperti ranting kering.

Adwapala melangkah mundur, wajahnya kini pucat pasi. "M-Mustahil...!"

Tanpa memberi waktu, Lingga menghentakkan tinjunya ke dada Adwapala. Tubuh sang jenderal terpental beberapa meter, membentur tanah keras. Darah segar menyembur dari mulutnya. Ia menggeliat, mengumpat, sambil memegangi dadanya yang seolah retak.

"B-bangsat! Urgh... bocah kurang ajar!"

Sorak-sorai pun pecah di antara warga desa. Mereka bersorak, bertepuk tangan, memuji Lingga bagai pahlawan.

"Pemuda itu luar biasa!"

"Akhirnya ada yang berani melawan ketidakadilan!"

"Ini baru laki-laki sejati!"

Mitha berlari kecil, air matanya mengalir, namun bibirnya tersenyum bangga.

Dhanu, meski masih bingung, tak bisa menahan senyum samar. Dalam hati ia bergumam, "Mungkin... mungkin inilah takdir baru padepokan ini..."

Namun, Adwapala tak menyerah begitu saja. Dengan susah payah, ia bangkit, darah masih menetes dari mulutnya. "K-Kalian semua... serang pemuda itu! Hancurkan dia!" raungnya kepada pasukannya.

Pasukan berkuda, yang sempat ragu, akhirnya bergerak, mengangkat tombak dan pedang. Mereka menyerbu serempak, debu mengepul, suara kuda menderu keras.

Lingga hanya menyeringai. Ia melangkah maju, seolah tak gentar sedikit pun. "Ayo, kalian semua majulah. Aku sedang bersemangat sekarang!"

Dan satu per satu, pasukan itu ia hajar. Tangan kosong melawan senjata tajam, namun setiap pukulan Lingga membuat para prajurit terpental, terpelanting ke tanah seperti boneka jerami.

Satu ditendang, melayang menabrak yang lain. Satu lagi dipukul, langsung tak sadarkan diri.

Dalam hitungan menit, belasan prajurit itu tumbang, tergeletak di tanah, mengerang kesakitan. Hanya kuda-kuda yang berlarian panik, tak tahu harus ke mana.

Melihat pasukannya habis, Adwapala menggigil ketakutan. Wajahnya yang semula garang kini pucat pasi. Ia beringsut menuju kudanya, naik terburu-buru sambil meringis.

"S-Sialan... aku akan kembali! Aku akan membawa pasukan seribu orang! Akan kubinasakan kalian semua, terutama kau, bocah kurang ajar!"

Ia menoleh, memuntahkan sumpah serapah sambil menendang perut kudanya agar lari.

Lingga hanya berdiri tenang, tangan bersedekap, lalu mengangkat sebelah tangan, melambai dengan senyum santai. "Kalau berani, datanglah. Aku tunggu di sini!"

Adwapala, yang sudah menjauh, mengumpat keras. "Bocah bangsat! Kau akan menyesal sudah mempermalukanku!"

Sementara itu, warga kembali bersorak riuh. Suasana berubah bak pesta kemenangan.

Mitha berlari mendekati Lingga, memeluknya erat. "Lingga! Kau hebat... aku—aku hampir pingsan tadi!"

Lingga, yang tubuhnya masih panas oleh kekuatan Gandhara, hanya tertawa kecil. "Tenang... ada aku di sini. Paling tidak, para anjing kerajaan itu sudah pergi sekarang."

Dhanu mendekat, menatap Lingga dari ujung kepala sampai kaki, masih tak percaya. "Siapa sebenarnya kau, Nak...? Bahkan... Jenderal Adwapala pun kau kalahkan dengan tangan kosong..."

***

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!