NovelToon NovelToon
BOS MAFIA MUDA

BOS MAFIA MUDA

Status: sedang berlangsung
Genre:Roman-Angst Mafia
Popularitas:933
Nilai: 5
Nama Author: Gibela26 Siyoon93

Felisberta Divya Deolinda gadis pemalas dan putri kesayangan keluarganya, Naumi sebagai seorang sahabat selalu membantu dia dalam pelajaran. Sampai suatu hari terjadi kecelakan dan membuat Feli koma, saat terbangun dia terkejut mendapatkan dirinya ada di dalam novel yang selalu dibacanya berjudul ‘Bos Mafia Muda’. Pemeran utama wanita di novel itu bernama Shanaya, dalam cerita Shanaya berakhir menyedihkan. Feli menjadi Shanaya dan menjadi istri dari Bos Mafia Muda itu yang bernama Shankara Pramudya Anggara. Di usia yang masih muda Shankara bisa menaklukkan semua Mafia yang ada di Negaranya, sosok laki-laki itu ditakuti semua orang tidak ada siapa pun yang berani menentang maupun melawannya karena itu Shankara Pramudya Anggara dikenal sebagai Bos dari semua Mafia yang ada di Negaranya atau di sebut Bos Mafia Muda. Alur ceritanya berubah seiring waktu setelah Feli menjalankan kehidupannya bersama Shankara.

@KaryaSB026

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gibela26 Siyoon93, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 20

“Loe ahli bela diri bukan ahli api hahahaa …” Raymond tertawa.

“Sudah Ray,” Dika pun menahan tawanya.

“Shanaya ?” panggil Emak.

“Iya, tunggu sebentar !” melirik ke empat nya.

“Simpan ini dimeja dan sisanya untuk mereka yang berada di luar.”

“Biasa nya para pengawal tidak makan.”

“Mereka pasti lapar, nanti Emak yang antar.”

“Baiklah,” membawa dua piring gorengan.

Mereka melihat Feli “Apa itu ?”

“Gorengan yang tadinya di goreng Nina.”

“Annya ….”

“Becanda becanda kalian coba lah !”

“Ini …”

“Goreng pisang, bala-bala, goreng ubi, dan ini sukun.”

“Yakin ini bisa dimakan ?”

“Tidak beracun ?”

“Atau …”

“Coba saja !”

“Enak …” Shankara mencicipinya.

“Bos ??”

“Nak kemari lah !” Abah memanggil Feli.

Pergi ke dapur “Kenapa Bah ?”

“Bisa kamu katakan pada menantu orang-orang itu mengikuti Abah dan bahkan tidak membiarkan Abah melakukan apa pun,” mengadu.

“Astaga,” Feli mengintip Shankara dari balik pintu yang menggunakan tirai.

“Nanti aku sampaikan.”

Selesai sarapan Feli menghampiri Emak yang sedang memberi makan Ayam dan itiknya di belakang rumah.

“Ayamnya semakin banyak ?”

Shankara menyerobot Feli “Boleh aku melakukannya ?”

“Heyyyy …”

“Bukan begitu ..”

“Harusnya ?”

“Seperti ini …”

“Awas di belakang mu hahaha …”

“Sekarang aku tidak perlu mengkhawatirkannya, sudah saatnya kamu bahagia putriku,” Emak tersenyum melihat ke asikan Feli dengan Shankara.

Di depan rumah Abah sedang membelah kelapa yang tadi di ambilnya.

“Butuh bantuan ?” Raymond melihatnya.

“Tidak perlu Abah saja.”

“Coba ini !”

Wajah Raymond terkejut setelah meminum air kelapa muda itu “Seger banget rasanya lebih enak dari yang ada di kota.”

“Habiskan.”

“Pantas saja Annya memiliki banyak bakat orang tuanya sehebat kalian.”

“Kesalahan terbesar Abah itu tidak bisa mencari uang yang banyak. Jika saja Abah terlahir dari keluarga kaya Shanaya dan kakak nya pasti bisa sekolah mengejar mimpi mereka.”

“Bos menyiapkan guru terbaik untuk Annya.”

“Menantu yang baik.”

“Bagaimana Annya bisa sehebat itu ? apa karena dia selalu minum air kelapa dan gorengan ?”

Dika datang “Loe ngaco.”

“Benar kan ?”

“Kemampuannya terhenti karena tidak di olah.”

“Bakatnya terlahir alami bukan karena makanan itu,” sela Dika.

“Sayang sekali dia tidak bisa mengembangkan bakatnya.”

“Bah lihat ini hasil karya Annya.”

“Ini buatan Annya ?”

“Abah terlihat sangat terkejut seakan tidak tau kalau Annya itu berbakat,” batin Dika.

“Bukan hanya itu dia cepat belajar menggunakan senjata, bisa bela diri, jago masak, ahli menggunakan teknologi, cerdas, dan tentunya cantik,” puji Raymond membayangkan.

“Tidak mungkin, putriku hanya gadis desa yang tidak berpendidikan.”

“Mustahil.”

“Itu artinya keahlian Annya di sini tidak di gunakan ?”

“Tidak putriku memang pintar tapi menyebutkan semua yang kalian katakan tidak mungkin. Dimana seorang yang miskin bisa menyentuh hal-hal itu.”

“Benar juga.”

Selesai memberi makan itik dan ayam, Feli dan Shankara membersihkan diri. Di kamar Shanaya terpajang beberapa foto masa kecilnya.

“Aku memang sudah cantik sejak lahir.”

“Hemn sangat cantik, wajahmu mirip sekali dengan Emak.”

“Aku tidak yakin saat itu mirip siapa tapi yang jelas aku mirip kedua orang tuaku.”

Menjitak pelan jidat Feli “Semua anak pasti mirip orang tuanya kalau tidak berarti bukan anak kandung.”

“Aww sakit,” mengusap-ngusap jidatnya.

“Foto ini ?”

“Oh itu waktu pertama kali bisa berjalan.”

“Dan yang disampingnya siapa ?”

“Kakak perempuanku.”

“Dimana dia sekarang ?”

“Dirumah suaminya, aku tidak tau lokasi tepatnya.”

“Ini pasti Kakak laki-lakimu ?” menunjuk foto anak laki-laki berdiri disamping Shanaya bayi.

“Tepat sekali.”

“Lalu dia ?”

“Coba lihat foto ini lucu bukan ?” menunjukkan foto Shanaya kecil yang sedang duduk di kelilingi ayam dan itik.

“Dia menghindari pertanyaanku ? sepertinya dia tidak mau membahas masalah kakak laki-lakinya itu,” batin Shankara.

“Laki-laki itu tidak pantas di sebut kakak,” amarah Feli bergejolak.

“Tidak takut di patuk ?”

“Saat itu aku masih kecil tidak ingat pasti.”

“Dari semua foto-foto ini menunjukkan kalau kamu anak perempuan yang nakal.”

“Eh itu bukan aku,” mengelak.

“Lalu siapa ?”

“Shanaya kecil.”

“Sama saja bedanya saat kecil Shanaya milik orang tua nya saat ini dia milikku,” meraih pinggang Feli yang ramping.

“Apa yang …”

“Benar bukan ?” sorot mata Shankara menjelaskan segalanya.

“Mungkin,” melepaskan diri sembari tertawa kecil.

Menangkap kembali Feli “Sudah datang tidak akan bisa pergi, hanya menyediakan pintu masuk tidak ada pintu keluar,” menarik tubuh Feli sampai jatuh di kasur.

Tubuh Feli di tindih Shankara “Kalau begitu bagaimana caranya pergi ?”

“Tidak akan bisa pergi,” Shankara mencium lembut bibir Feli.

Suara mereka terdengar sampai keluar kamar “Astaga di siang bolong begini.”

“Kalau iri bilang nanti aku carikan satu buat loe,” ledek Nina.

“Siapa yang iri.”

“Eh dimana Dika ?”

“Lagi bantu-bantu di dapur.”

Ketika datang Nina dibuat tertawa terus menerus melihat muka Dika cemong-cemong hitam.

“Awas kou,” Dika mengambil arang.

“Apa yang mau kamu lakukan ?” berlari.

“Kemari kamu,” mengejarnya.

“Seperti anak kecil saja,” Emak geleng-geleng kepala.

“Nampaknya mereka saling menyukai.”

“Mereka sangat cocok tapi dari yang aku dengar mereka tidak memiliki hubungan spesial.”

“Rasanya aneh,” para anak buahnya dibuat geleng-geleng melihat semua atasannya bertidak dan berprilaku yang biasanya dingin menjadi hangat.

“Mungkin sekarang kita berada di dunia yang berbeda.”

“Sekali-kali harus hangat, kekeluargaan, bahagia dari pada tiada hentinya suasana kelam nan menakutkan,” hampir semua anak buahnya bergosip membicarakan mereka.

“Jauh lebih baik …”

“Kalian sedang apa ?” menyaksikan temannya memakan gorengan sambil menonton Nina dan Dika yang saling mengejar.

“Disini tidak semenarik di atas sana,” ucap seseorang baru saja tiba.

“Dari mana loe ?”

“Abis cari kayu bakar,” menunjuk tumpukan kayu bakar berukuran sedang.

“Loe bilang tadi ada yang lebih menarik ? katakan apa itu ?”

“Dari atas bukit itu terlihat jelas Bos Shan bersama Nyonya Shanaya sedang bercumbu mesra,” ber sombong diri sembari pergi.

“Heyy ceritakan apa saja yang loe lihat …” mengejarnya.

“Sama saja.”

 “Nikmati dengan baik selagi bisa jika tidak mau menyesal.”

“Hemn langka terjadi” mengambil kopi.

Shankara hendak mandi tapi tempat mandinya ada di pinggir sungai, Shankara ragu untuk mandi di sana, dia berdiri melihat Feli yang begitu lugas tanpa rasa takut.

“Ayo kemari !”

“Tidak.”

“Mafia sepertimu tidak mungkin takut kecebur terus tenggelam kan ?”

“Kamar mandinya terlalu terbuka.”

Feli melihat banyak gadis yang sedang mencuci pakaian menonton mereka di pinggiran sungai ditambah lagi mereka mencari perhatian Shankara.

“Biasanya juga dilayani dengan para wanita kenapa sekarang takut terekspos wanita desa,” celetuk Feli.

“Itu berbeda.”

“Beda apanya ?”

“Hah sudah lah,” masuk.

“Tolong jaga baik jangan sampai perut sisfex suamimu ini terlihat.”

“Astaga pede sekali,” ketus Feli.

“Tapi memang benar sih dia memiliki body bagus, perut sisfex dan tentunya tangguh,” suara hati Feli menyaksikan Shankara mandi.

“Dilihat dari kejauhan mana jelas lebih baik kamu ikut masuk,” goda Shankara.

“Dasar gila,” membalikkan badannya.

“Sudah lihat semuanya kenapa harus malu.”

“Apa an sih,” pergi meninggalkan Shankara yang sedang mengganti baju.

“Lari lah sejauh yang kamu bisa aku pasti mengejar mu,” teriak Shankara melihat tinggah malu-malu istrinya itu.

Shankara cepat-cepat mengganti bajunya lalu mengejar Feli yang sudah menjauh.

“Ada apa ?”

“Bukan apa-apa,” jawab Feli.

“Bos apa yang terjadi ?”

“Bukan apa-apa hanya saja dia tidak mau mengakui.”

“Maksudnya ?”

“Dika, perintahkan orang untuk membuat kamar mandi yang lebih tertutup dipinggiran sungai!”

“Baik Bos.”

“Kamar mandi umum di desa ini kurang nyaman terlebih lagi untuk seorang wanita, laki-laki bisa dengan mudah mengintip.”

“Mau kemana loe ?”

“Hehe mencari udara segar,” alasan Raymond sembari pergi.

“Ikut gue !”

“Kemana ?”

“Yang jelas menjauhkan dari niat loe itu ?”

“Ribet amat,” pergi bersama Dika dengan perasaan kecewa.

“Nina, Shankara serius berniat memperbaiki rumah ini ?” Feli merasa ragu.

“Tumben panggil nama Bos langsung ?”

“Yang aku butuhkan jawaban Nina …”

“Okey okey Dika sudah meminta beberapa bahan bangunan dikirim hari ini itu membuktikan Bos serius dengan ucapannya.”

“Iya sih dia mana mungkin berbohong.”

“Untuk sementara kita tinggal Bos menyewa mobil travel.”

“Mobil travel ? apa itu tidak terlalu berlebihan ?”

“Bos tidak tanggung-tanggung soal kebahagian orang yang di cintainya.”

“Yang benar saja.”

“Nanti kamu juga akan tau sendiri,” tersenyum tipis.

Nina mendengar seseorang memanggil nama Feli “Suara seseorang memanggil namamu.”

Feli mencari di sekeliling “Oh itu Abah,” pergi menghampiri.

“Kenapa Bah ?”

“Semua yang dilakukan menantu itu demi kebaikan kita tapi kami tidak terbiasa tolong bantu sampaikan padanya jangan menghamburkan uang demi kita.”

“Yang dikatakan Abah benar, Emak bingung harus bagaimana membalas kebaikannya.”

“Sudah seharusnya itu aku lakukan,” Shankara kebetulan datang disaat mereka sedang mengobrol.

“Tapi menantu …”

“Kalian menyebutku menantu tapi kenapa kalian masih canggung apa itu karena aku tidak pantas.”

“Bukan bukan begitu bagaimana Abah harus menjelaskannya.”

“Menantu kamu bukan hanya sekedar menantu kami tapi kamu sudah kami anggap putra kami sendiri tapi apa yang kamu lakukan ini kami tidak bisa menerimanya secara Cuma-Cuma.”

“Jika anak kalian yang memberikannya apa itu sama ?”

“Itu uu …”

“Anggap saja yang aku lakukan ini sebagai rasa terima kasih karena sudah melahirkan Shanaya sehingga aku dan dia bisa bertemu,” memandang mata Feli.

Dika dan Raymond datang “Bos minibusnya sudah tiba.”

“Truk pengangkut bahan baku bangunan sedang dalam perjalanan mungkin sekitar 30 menit lagi sampai,” laporan dari Raymond.

“Bagus, percepat pengerjaannya pastikan tidak ada sedikitpun kekurangan.”

“Baik Bos.”

Shankara dan yang lainnya mengecek minibus yang sudah tiba.

“Bagaimana menurut Abah ?”

“Abah rasa lebih baik Emak sama Abah menginap di rumah Maya, Abah tidak terbiasa.”

Maya yang sedang mengukir kayu merasa telinganya panas “Seseorang pasti sedang membicarakan ku.”

“Bos semua perabotan rumah sudah tiba,” Dika menunjuk dua truk besar.

Warga sekitar mulai berkerumun melihat banyak truk besar masuk ke perdesaan bahkan kepala desa kebingungan apa yang terjadi.

“Dari mana semua truk itu ?”

“Sepertinya itu berasal dari rumahnya Shanaya,” semua orang berjalan ke rumahnya Shanaya.

“Wah lihat semua itu perabotan mewah,” warga desa terpana melihat kemerlap-kemerlip barang perabotan yang di turunkan.

“Harganya pasti sangat mahal.”

“Emak dan Abah beruntung sekali.”

“Mereka bertindak tampa sepengetahuan kepala desa itu sama saja dengan memasukan barang tampa ijin ke desa.”

“Meski begitu kepala desa mana berani menyinggung Bos besar itu.”

“Kenapa kalian tidak memberitahu kami kalau mau membangun rumah.”

“Renovasi,” sanggah dingin Dika.

“Oh begitu yah, jika kami tahu lebih awal kami pasti membantu. Cepat-cepat kalian semua bantu !” kepala desa mengintruksikan warga desa laki-laki.

“Terima kasih kepala desa, kami tidak mau merepotkan.”

“Tidak tidak kita tinggal di desa ini tentunya harus saling membantu.”

“Dengan jumlah orang sebanyak ini aku yakin bisa selesai dalam dua pekan.”

“Tidak aku sangka ternyata warga desa sangat antusias membantu.”

“Annya ?”

“Hemn.”

“Kamu baik-baik saja ?”

“Tentu, aku hanya sedikit tersentuh.”

Memberikan sapu tangan “Ini.”

“Terima kasih.”

“Annya bagaimana perasaanmu ?”

“Tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata, perasaanku saat ini sedih bercampur bahagia.”

“Sedih ?”

“Karena cerita ini belum sampai ke puncaknya,” senyuman Feli memudar.

“Aku tidak mengerti.”

“Sudah lah.”

“Dia bisa seberuntung sekarang pasti karena kebetulan,” membawa kue ditangannya.

Menghampiri anak buahnya Shankara “Permisi bisa saya bertemu dengan Bos kalian ?”

Anak buahnya saling melirik “Ada apa ?”

“Aku ingin memberikan camilan untuk Bos,” mengangkat kantong kain yang dibawanya.

“Bos tidak bisa diganggu,” terlihat dari jauh Shankara sedang mengobrol dengan Dika dan Raymond.

“Aku mohon biarkan aku memberikannya,” memaksa.

Dika melirik wanita itu “Hah kegaduhan nya mengganggu telinga.”

“Urus wanita itu !” titah Shankara.

Dika mengangguk lalu pergi mendekati wanita itu “Tuan saya membawa camilan manis untuk Bos bisa kah saya memberikannya ?”

“Bos tidak suka makanan manis.”

“Aku membuat kuenya sendiri, aku mohon !”

Shankara melihat Dika lalu memintanya mengambil kue itu.

Tampa disadari Feli melihatnya “Hah ternyata dia tergoda,” kesal Feli.

Feli menendang kayu yang menghalangi jalannya “Annya kayu itu tidak bersalah.”

Menatap Nina sampai membuatnya terdiam “Aku yakin pasti sakit,” batin Nina melihat ukuran kayu yang di tendang Feli.

“Bibi permisi aku ingin mencuci kaki,” saat mengambil air Nina melihat darah yang mengalir dari kaki Feli.

“Kakinya berdarah tapi dia santai saja ?” heran.

“Mungkin ini yang disebut tidak ada yang lebih sakit dari pada putus cinta tapi Annya tidak putus cinta,” tambahnya dalam hati.

“Annya luka-nya bisa infeksi jika tidak di obati,” Nina khawatir.

Feli acuh “Ah kenapa aku bersikap bodoh seperti ini,” kesal sendiri sambil merasakan rasa sakit luka di kakinya.

Shankara tiba-tiba menggendong Feli di depan banyak orang “Apa yang kamu lakukan ?” memukul Shankara berkali-kali.

“DIAM …” nada tegas Shankara membuat Feli diam dan tidak bergerak.

Perlahan Shankara membalut luka Feli “Makan kue manis ini untuk mengalihkan rasa sakitnya.”

“Ini tas yang tadi di kasih si cewek sirik itu.”

“Jangan biarkan lukanya terbuka nanti terkena debu,” suara Shankara begitu lembut.

Feli ngedumel “Bodo amat.”

1
Chimer02609
wokey 👌
Zαskzz D’Claret
mampir juga thor😁
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!