"Heh, anak sialan! Pergi kamu dari
rumah ini. Keluar!! Gak sudi aku
nampungmu lagi!!" usir Bu Elanor.
membuat Alvin yang sedang melamun
segera terperanjat.
"Berhenti bicara yang tidak-tidak
Ela!!" hardik pak Rohman.
"Kamu pilih aku dan anak anak yang
keluar apa anak sialanmu ini yang keluar
pak!?" teriak Bu Elanor membuat pak Rohman terkejut.
Beliau tak pernah berfikir akan
dihadapkan pada situasi se rumit ini.
"Alvin yang akan keluar pak buk"
ucap Alvin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fantastic World Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14 Rencana Ngekos
Sebuah amplop yang telah tersobek
pinggirannya, kini telah berada di tangan
Alvin. Tanpa memperdulikan tatapan
tajam Bu Elanor, Alvin memilih
memeriksa uang yang tersisa di amplop
tersebut.
Selembar slip gaji yang berisi total gaji
1,4 juta untuk masa training. Dipotong
100rb untuk menyicil sepeda yang ia beli
dari haji Maliki. Beserta keterangan bahwa
sepeda tersebut hanya dihargai 300 ribu
oleh haji Maliki, yang berarti bahwa 2
bulan lagi sepeda itu akan lunas.
Alvin hanya bisa menghela nafas
begitu mengetahui isi selain slip gaji yang
telah ia baca, yakni 3 lembar uang seratus
ribuan, yang berati uang Alvin telah berkurang cukup banyak.
Karena lelah dan tatapan tajam Bu
Elanor yang sejak tadi tampak kurang
mengenakkan, Alvin memilih tak
berkomentar. Meski jauh dilubuk hatinya
ia merasa sangat kesal.
Keesokan harinya Alvin tetap
bekerja seperti biasa, hanya saja kali ini ia
membawa sebuah sak, untuk
mengumpulkan sampah yang sekiranya
bisa ia rosokkan. Sesuai dengan saran yang
diberikan oleh Mak Na kemarin.
"Rajin banget nak Alvin" sapa salah
seorang warga RT 2 tempat Alvin
memungut sampah pagi ini.
"Hehe seperti biasa buk" jawab
Alvin sembari tersenyum dan
memasukkan botol plastik ke dalam sak
yang sudah ia bawa, sedangkan sampah yang tak bisa di rosokkan, Alvin
langsung masukkan ke dalam gerobak.
"Iya, jadi anak muda memang harus
rajin begitu, biar gak klemer" canda ibu
ibu tersebut.
"Enggeh buk, mari" jawab Alvin
setelah mengembalikan tong sampah
milik ibu tersebut.
Alvin terus melakukan
pekerjaannya seperti biasa.
"Hmmm lumayan nih, kira kira kalau
di uangkan dapat berapa ya" gumam
Alvin saat melihat setengah karung sak
botol bekas dan kaleng bekas yang ia
kumpulkan pagi ini. Sembari membuang
sampah yang sudah tak bisa dipilah lagi ke
TPA.
Usai menyelesaikan tugasnya, Alvin
mampir ke warung Mak Na, untuk sekedar sarapan dan terkadang mendengar
nasehat tipis yang di ucapkan nenek tua
itu.
"Jadi kamu pilah sampahmu le?" tanya
Mak Na.
"Iya dong Mak, itu dapat setengah sak"
jawab Alvin seraya menunjuk sak yang
ia gantung di pinggiran gerobak
sampahnya.
"Nah gitu bagus, kumpulin aja dulu,
nanti kalau udah penuh bisa kamu jual tuh
ke tukang rosok, yah meskipun gak
banyak, tapi lumayan buat jajan di sekolah
nanti le" nasehat Mak Na.
"Engge Mak, Alvin mau pamit, udah
jam 6 ini Mak, takut telat hehe" jawab
Alvin yang baru sadar saat tak sengaja
matanya melihat jam yang tergantung di
bilik warung telah menunjukkan jam 6 pas.
"Yawes hati-hati, sekolah yang bener"
sahut Mak Na.
"Mak, rokok 1 ya" ucap Alvin seraya
mengambil sebatang eceran di dalam
kaleng.
"Ojo nemen nemen le, inget! Kamu itu
masih sekolah!" Nasehat Mak Na.
"Iya Mak, cuma satu kok. Alvin
pergi dulu Mak, assalamualaikum" pamit
Alvin.
"Waalaikumsalam" jawab Mak Na.
Alvin senang mendengar nasehat
Mak Na, setidaknya saat ini masih ada
orang yang perhatian padanya selain
bapak, ya meskipun bukan anggota
keluarga.
Seperti biasa, sampai di rumah Alvin langsung mandi, bapak dan Dina
sedang sarapan.
"Sarapan sini vin" ajak pak Rohman.
"Nasinya cuma dikit pak, beras habis"
sewot Bu Elanor. Membuat Alvin
menghela nafas.
"Lah bapak kan tiap hari ngasih kamu
uang buk, kok bisa beras habis gak
langsung beli, lagian kamu ambil uang
Alvin sebanyak itu kamu kemanakan"
komentar pak Rohman.
"Yah kan kebutuhan yang lain banyak
pak" sangkal Bu Elanor seperti biasa.
"Alvin langsung berangkat aja pak"
jawab Alvin seraya menyodorkan
tangannya untuk bersalaman. la enggan
mendengar pertengkaran kedua
orangtuanya di pagi hari.
Dengan sepatu usangnya Alvin
mengayuh sepeda pancal ke selkolah. Di
sekolah, kedamaian hidup Alvin
barulah terasa, fokus belajar dan sesekali
bercanda dengan teman, sungguh
menyenangkan.
Andai hidupnya hanya harus menjadi
seorang anak dan pelajar saja, pastilah
Alvin akan sangat bahagia, khayal
Alvin.
"Weh Alvin, sejak punya sepeda
datengnya lebih fresh ya" sapa Mingyu
menyambut kedatangan Alvin.
"Yo lah, kan gak perlu mlakư" jawab
Alvin santai.
"Iyo Ya, eh gimana ibumu? Sudah
beneran berubah jadi baik?" tanya
Mingyu.
Alvin yang sudah merasa dekat dengan Mingyu memang pernah berbagi
cerita, jika ibunya memperlakukan dirinya
dengan cara yang kurang baik.
"Yah gitu deh Ming" jawab Alvin.
"Hmmm kalau ada apa-apa cerita
Vin, jangan di pendem sendiri. Aku ini
temanmu" ujar Mingyu membuat Alvin
menoleh.
"Menurutmu kalau aku ngekos aja
gimana?" tanya Alvin dengan raut wajah
serius.
"Ngekos? Gimana gimana
maksudnya?" respon Mingyu yang masih
belum bisa mencerna pertanyaan Alvin
dengan benar.
"Ah lupakan Ming" jawab Alvin
begitu mendengar bel tanda masuk
sekolah berbunyi.
Pelajaran pun berlangsung,
beberapakali Mingyu berbisik
menanyakan pertanyaan Alvin tadi,
namun Alvin terkesan enggan
menjawab dan meminta Mingyu untuk tak
membahas maupun memikirkan
pertanyaan tadi.
Setelah dirasa tak mampu membuat
Alvin cerita lagi, Mingyu pun terdiam.
Keduanya kini tampak fokus
mendengarkan guru yang sedang memberi
penjelasan, serta mencatat poin-poin
penting yang dijelaskan.
"Masih gak mau ke kantin kamu vin"
ajak Mingyu saat jam istirahat
berlangsung dan Alvin tampak tak
beranjak.
"Nanti aja Ming, istirahat kedua"
jawab Alvin santai.
"Ya Aloh Alvin, jangan terlalu
hemat kenapa sih" ucap Mingyu sembari
menggelengkan kepalanya.
"Aloh aloh, Allah! Tuhanku itu,
ngapain kamu sebut sebut" protes Alvin.
"Ah terserah deh, hadiah lomba
kemarin kan bisa kamu pakai buat jajan ke
kantin vin, itu hak kamu loh" ujar
Mingyu.
"Ya karena itu hak aku, makanya aku
gak mau boros Ming" jawab Alvin.
"Halah terserah kamu lah, mau nitip
gak?" tanya Mingyu.
"Iya deh, nitip gorengan sama es teh
aja biar seger" ucap Alvin seraya
mengeluarkan uang 5 ribu.
Woh arek gendeng, ngomongo ae
males mlaku" jawab Mingyu sambil menyahut uang pemberian Alvin,
kemudian berlalu.
Sementara Alvin hanya menggeleng
sambil terkekeh geli.
Tak lama kemudian Mingyu pun
datang, dengan membawa pesanan milik
Alvin sekaligus miliknya.
"Lah kamu gak makan dikantin
Ming?" tanya Alvin.
"Hehe, mau nemenin kamu disini aja.
Lagian ini juga udah bikin kenyang" jawab
Mingyu sambil nyengir.
"Ngglethek' ucap Alvin.
Keduanya pun asik memakan
gorengan sembari sesekali menyeruput es
teh mereka. Hingga tanpa sadar seorang
guru telah masuk ke dalam kelasnya.
"Alvin! Mingyu! Tidakkah kalian
tahu, jika disekolah ini tidak mengijinkan
muridnya untuk makan di dalam kelas!?"
bentak Bu Desi, wali kelas mereka.
Alvin dan Mingyu pun terperanjat
kaget, kemudian berdiri.
"Maaf Bu, lain kali tidak akan saya
ulangi" jawab Alvin.
"Maaf maaf, kamu itu ketua kelas! Jadi
contoh yang baik!! Jangan malah kasih
contoh yang buruk kayak gini" ujar Bu Desi
memarahi Alvin.
"Maafkan kami Bu" ucap Mingyu
sembari menunduk.
"Kalau masih mau makan, makan
diluar sana, jangan disini!" perintah Bu
Desi.
"Baik Bu" jawab keduanya hampir
bersamaan.
"Satu lagi, point kalian harus
dikurangi" ucap Bu Desi yang kemudian
keluar kelas.
Sedangkan Alvin dan Mingyu
segera keluar dari kelas dengan membawa
makanan dan minuman masing-masing.
"Tumben ya Bu Desi masuk kelas di
jam istirahat gini" ucap Mingyu membuat
Alvin mengedikkan bahu tanda tak
mengerti.
Sementara di belakang tiang dekat
kelas Alvin, tampak seorang anak laki-
laki yang sedang tersenyum, setelah puas
melihat Alvin usai dimarahi.