Adhira Alindra adalah gadis berprestasi yang angkuh, sombong dan terkenal dengan harga dirinya yang tinggi, mulut pedas. dan prilaku nya yang sok berkuasa.
Ditambah posisinya sebagai ketua osis semakin membuatnya merajalela, lalu apa jadinya jika perilaku buruknya itu menimbulkan dendam pada anggota geng yang terdiri dari siswa-siswa buangan yang berandalan.
Awalnya Adhira tak begitu peduli dengan dendam geng sampah itu, Sampai akhirnya Dendam dan kejadian buruk mengubah kehidupan Adhira,
Gadis berprestasi itu bahkan ingin kembali mengiris nadinya saat percobaan bunuh dirinya gagal.
Adhira tak ingin membuka mata, menurutnya, lebih baik ia mati dengan mengenaskan dari pada menjawab siapa ayah dari anak dalam kandungannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atmosfera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ego-27 Tak mau mengalah
Zeo mengabaikannya, " Lo pusing karena efek lo gak makan Dhir, jadi sekarang makan ya." kata Zeo melembut.
Adhira menggeleng skeptis, "Jangan lo pikir gue mau ya."
Zeo mengepalkan tangannya.
Adhira Sialan.
****
"Kenapa? Marah tuh?" Ejek Adhira ketika Zeo memejamkan mata mengatur emosi.
"Dhira"
"Apa?"
"Oke, lo gak mau makan, tapi lo mau nyemil apa coba? Biar gue beliin setidaknya perut lo diisi dhir, Lo keseringan gak sarapan, lo juga jarang makan malam. Lo nyemil ya? Tadi gue beli bakso bakar kesukaan lo, atau lo mau jajanan apa hm?"
"Dan buat anak-anak lo seneng gitu."
Zeo yang berusaha melembut pun langsung kesal begitu Adhira terus melawan. Pemuda itu menahan lontaran makian dalam ujung lidahnya.
"Gue cuma nyuruh lo makan loh Dhir, sesusah itu apa?" Hela Zeo tak habis fikir.
"Kalau iya kenapa?"
"Ma-kan A-dhi-ra. Makan loh, sesusah itu" Zeo menekan setiap suku katanya. Pemuda itu benar-benar dipuncak emosinya. Rasa lelah dan amarah menjadi satu berkumpul didada dan kepalanya yang panas.
"Nggak! Kalau emang anak-anak lo ini mau hidup ya mereka harus tahan sama gue lah. Kenapa jadi gue yang repot ngurusin benalu kayak mereka"
"Dhira stop"
" Kenapa? Emang anak-anak lo itu benalu di badan gue kan. Yah dari pada nyenenilgin benalu ya gue basmi dong, Untung-untung latihan nanti kalau mereka beneran hid-
Plak
Adhira memegangi pipinya yang ditampar kuat oleh Zeo. Pemuda itu melangkah mendekatinya. Menjambak rambut Adhira dengan kuat. Emosi dan lelah sudah menguasainya.
"Akh, Zeo sakit!" Bentak Adhira memegang tangan Zeo yang mencengkram rambutnya kuat.
"Lo bilang apa tadi Dhir? Latihan kalau anak gue hidup? Lo pikir gue bakal biarin lo nyiksa anak gue ha?" Marah Zeo tak habis fikir.
"Lepas Zeo!"
"Gak, sebelum lo makan malam dan mau minum susu yang nanti bakal gue buat."
"Gak mau."
"Dhira! Nurut sama gue sekali ini aja bisa nggak sih hah"
"Nggak! Sampai mati pun gue gak mau nurut sama bajingan kayak lo, Lepas Zeo, sakit!" Raung Adhira memukul-mukul dada Zeo kala cengkraman dirambutnya kian kuat.
"Apa hati lo gak kesentuh sama sekali sama anak-anak itu waktu dirumah sakit Dhir. Lo denger detak jantungnya, lo tau dia gak cuma sendiri, apa gak ada sisi keibuan lo muncul? Sedikiit aja Dhir. sedikit aja, gue mohon." tanya Zeo dengan kosong.
Adhira masih memegangi rambutnya. " Sisi Keibuan? Nggak, justru gue makin gencar buat mereka menderita tau lo. Bukannya sekarang nyawa-nyawa anak lo ada ditangan gue ya, hah, lo itu harus nurut sama gue kalau gak gue bunuh nih anak "
"Ditangan lo ya. Oh, jangan salahin gue kalau gue bertindak kasar ya Dhir." Zeo tersenyum culas, Oh ayolah, lima bulan ia bersikap baik hati pada Adhira dan perempuan itu semakin melunjak, jangan salahkan Zeo jika nanti ia kehabisan kesabaran dan menghancurkan Adhira dalam sekali genggaman.
Apa Adhira lupa kalau sebelum menikah dengan dirinya Zeo adalah pemuda berandalan yang bahkan harus diungsikan ke lain kota karena kenakalannya? Tapi tampaknya, Ego Adhira terlalu tinggi untuk mengakuinya.
"Ooh, kasar ya? " Ejek Adhira,
" gue gak takut tuh asal lo tau ya- Akh Zeo-bajingan lo!" Adhira memekik saat Zeo menggendongnya dan mendudukkan dikursi makan.
Pemuda itu lalu menarik dasi nya dari saku celana, dasi bekas ia kekantor tadi siang yang ia lepas karena harus ke kampus.
"Z-ze?" Adhira mulai gentar saat Zeo dengan wajah dinginnya mengikat tangan Adhira dan menyatukannya dengan kursi, sehingga Adhira tak dapat pergi dengan leluasa.
"Zeo lepas, lo mau kemana, Zeo!" Teriak Adhira kesetanan saat Zeo meninggalkannya dikursi makan sedangkan pemuda itu pergi meninggalkannya.
Zeo mengatupkan bibirnya, emosinya sudah memuncak sampai ia bahkan enggan untuk lagi berbicara. Mengambil nasi dan bakso yang ia beli tadi dengan diam. Membukanya dan meletakkannya dipiring. Lalu dengan raut dingin juga pemuda itu membuka lemari persedian susu hamil Adhira yang selalu ia beli namun tak pernah dikonsumsi.
"Zeo!"
"Diam Adhira, kalau lo masih punya otak, lo harusnya mikir tetangga bisa keganggu sama teriakan gak guna lo itu" Dingin, Aura Zeo benar-benar dingin. Pemuda itu marah. Dan Adhira tak tau kenapa, tapi ia mulai gemetar ketakutan. Nalarnya mulai memberi sinyal. Zeo mengerikan. Zeo marah.
"Jadi bisa lo diam?" Desis Zeo sambil membuat susu hamil dengan merk termahal itu dengan gerakan konstan.
Adhira menelen ludahnya, air matanya mulai menggenang sangking takutnya dengan perubahan Zeo.
"Kayaknya lo mau gue yang bertindak kan." kata Zeo sambil menyusun semua makan malam dan susu hamil Adhira di atas meja. Lalu menyendokkan nasi itu kedepan mulut Adhira.
Adhira membuang mukanya ketika sendok itu memaksa masuk kemulutnya , "Dhira!"
"Gue gak mau!" Bentak Adhira terisak. "Gue gak mau Ze hiks hiks" Tangis Adhira berdengung. "Lo hiks, lo jahat"
Zeo tertegun, Lebih tepatnya kaget karena tangisan Adhira. Perempuan itu jarang sekali menangis. Semarah apapun Zeo, Adhira selalu mendongakkan kepalanya menantang. Tidak pernah menangis. Rasa bersalah tiba-tiba bergelanyut didadanya. Tak seharusnya ia begitu kasar pada Adhira. Perempuan itu sedang hamil.
"Dhira, maafin gue, Stt, maaf ya" Kata Zeo mengubah raut wajahnya menjadi lebih tenang, Pemuda itu pun secara refleks mengelus kepala Adhira dan mulai melepas ikatan tangannya. Membebaskan kaitan menyakitkan itu dari kursi makan.
"Sekarang makan ya Dhir, sedikit aja" Bisik Zeo setelah Adhira berhenti terisak. Pemuda itu kembali menyodorkan suapan kedepan mulut Adhira.
Dan tanpa Zeo duga, Adhira menampik tangan Zeo lalu membuang semua makanan yang ada diatas meja. Membanting semua piring kelantai sampai suara pecahan mengisi suasana malam.
Zeo tertegun, kali ini Zeo terdiam tak habis pikir.
"Jangan coba-coba lo paksa gue ya!" kata Adhira bangkit dari duduknya, meninggalkan Zeo dengan kekecauan yang ia buat.
Zeo menggigit bibirnya, pemuda itu masih menahan emosinya. Ia menatap lantai dapur yang berserakan.
Menghela napasnya, Zeo pun membereskan semua kekacauan itu masih dengan emosi yang berada diatas kepalanya.
Setelah itu, Zeo kembali mengambil kotak susu hamil, membuat nya ulan karena gelas yang tadi sudah pecah, kali ini Zeo membuatnya dalam satu gelas penuh. Kata dokter di trisemester kedua ini, Susu hamil sangat penting untuk Adhira yang kekurangan nutrisi. Dan Zeo akan menerapkan nya. Ia tak akan mau mengalah seperti tadi ataupun bulan-bulan yang lalu ketika ia memaksa perempuan itu. Kali ini Adhira lah yang harus menurut padanya demi kebaikan anak-anaknya.
Sebelum membawa kan susu itu, Zeo membuka Sweater yang sejak tadi ia pakai dan hanya menyisahkan kaos putih dibadannya. Kali ini pemuda itu tak akan tertipu oleh tangisan buaya Adhira lagi.
Ceklek.
Adhira yang awalnya masih memainkan ponselnya langsung terduduk begitu Zeo masuk. Agak kaget karena Adhira fikir, Zeo telah menyerah untuk merayunya makan.
"Lo kok-" Adhira terkejut Sekaligus bingung bagaimana Zeo bisa masuk padahal sudah ia kunci. Seolah mengerti pikiran Adhira Zeo menunjukkan kunci yang ada ditangannya. Kunci cadangan.
"Minum dulu,"
"Ck, uda berapa kali gue bilang gue gak mau bajingan."
"Mulut lo makin lantam deh kayaknya, jadi pingin ngasih pelajaran." Kata Zeo santai.
"Jangan macam-macam lo sama gue ya Brengsek, Lo berani sama gue, gue janji anak lo yang kena imbasnya."
"Oya? Gimana kalau gue balik ancamannya, lo berani nyakitin anak gue, lo yang kena imbasnya." kata Zeo duduk diranjang Adhira.
"L-lo pikir gue takut?" kata Adhira memundurkan badannya.
"Gak takut kok gemeteran?" kata Zeo tersenyum geli, meremehkan respon Adhira yang terus mundur dengan badan gemetaran.
"Zeo, gue bilangin sekali lagi. Lo ngedeketin gue, gue bakal- akh." Adhira terkejut saat Zeo menarik nya kepelukan pemuda itu.
"Lo bakal apa?"
"Lepas"
"Sebelum lo minum ini,"
"Nggak sudi,"
"Jangan salahin gue kalau gue maksa lo minum pake cara gue ya." kata Zeo tersenyum culas.
Adhira berusaha tetap menantang, ia tak akan mau kalah dari Zeo.
"Kalau lo emang mau minum itu, minum aja sendiri." Kata Adhira tersenyum remeh.
"Minum sendiri? Ok" sahut Zeo enteng dan langsung meminum susu ditangannya dan membuat Adhira membulatkan matanya.
Setelah mulutnya penuh, Zeo langsung menarik Adhira mendekat. Adhira yang menyadari itu memberontak. Namun tenaga Zeo lebih kuat darinya.
"Zweo-hups" Adhira merasakan Bibirnya digigit oleh Zeo dan perlahan susu itu berpindah tempat kemulutnya.
"Berani lo muntahin, gue patahin leher lo Dhir," bisik Zeo yang membuat Adhira terisak. Mulutnya penuh dengan susu, liur dan sedikit campuran darah dari gigitan Zeo dibibirnya.
"Lo mau cara ini kan?"
"Brengsek lo hiks." tangis Adhira tak dipedulikan Zeo. Pemuda itu terus melakukannya sampai segelas susu itu habis.
"G-gue benci lo bajingan. Jangan harap lo bisa liat anak ini nantinya." ancam Adhira terisak-isak.
"Lo masih berani ngancam gue diposisi lo saat ini? Gila lo, kayaknya lo memang perlu pelajaran yang lebih dari ini."
"Hiks, apa- lo m-mau apa, ng-nggak Zeo, nggak mau bajingan lo."
Zeo yang sudah membuka bajunya itu tersenyum culas. "Ck, gue cuma mau ngajari lo cara jadi istri dan ibu yang baik Dhir" kata Zeo langsung mencium Adhira yang terus memberontak.
Kali ini, Zeo tak akan mau mengalah.