"Berhenti gemetar Ana.. Aku bahkan belum menyentuhmu." Nada suara itu pelan, rendah, dan berbahaya membuat jantung Ana berdebar tak karuan. Pertemuan mereka seharusnya biasa saja, tapi karena seorang bocah kecil bernama Milo semuanya menjadi berubah drastis. Daniel Alvaro, pria misterius yang membuat jantung ana berdebar di tengah kerasnya hidup miliknya. Semakin Ana ingin menjauh, semakin Daniel menariknya masuk.Antara kehangatan Milo, sentuhan Daniel yang mengguncang, dan misteri yang terus menghantui, Ana sadar bahwa mungkin kedatangannya dalam hidup Daniel dan Milo bukanlah kebetulan,melainkan takdir yang sejak awal sudah direncanakan seseorang.
Bagaimana jadinya jika Ana ternyata mempunyai hubungan Darah dengan Milo?
apa yang akan terjadi jika yang sebenarnya Daniel dan Ana seseorang yang terikat janji suci pernikahan di masa lalu?
Siapa sebenarnya ibu dari Milo? apa hubungannya dengan Ana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SNUR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kebahagiaan Milo
Begitu Alex Mahendra mengerahkan perintahnya, seluruh markas besar keluarga Mahendra seketika hidup. Suara langkah kaki para anggota mafia bergema, senjata-senjata berat dikeluarkan, komunikasi dipasang, dan setiap kepala klan dipanggil untuk briefing darurat.
Di halaman belakang, puluhan mobil hitam berderet rapi, lampu-lampunya berkelap-kelip siap bergerak.
“Unit A siaga di pintu barat! Pastikan jalur aman!”
“Tim penembak pilih posisi di atap gedung 3!”
“Jangan biarkan ada yang lolos!”
Suara komandan menggema di seluruh halaman.
Rafael berdiri di depan mobil utama, wajahnya tampak tegang dan bersalah. Meski dia terlihat tenang dari luar, di dalam dadanya rasa takut menggerogoti, ia takut kehilangan Ana selamanya. Belum sempat dia merasakan hidup bersama di dalam atap Mahendra dengan Kakaknya. ini semua karena musuh sialan ayahnya.
Alex berjalan keluar dari rumah, diikuti Axel dan beberapa orang kepercayaannya. Tatapannya tajam, auranya begitu gelap hingga semua orang otomatis merapikan posisi.
“Kita tidak punya waktu lagi,” Alex berkata datar, tapi matanya menyala penuh amarah. “Ana berada di wilayah Daniel. Cari. Telusuri setiap titik persembunyian. Jika kalian melihat Daniel—tangkap dia hidup-hidup. aku tidak akan membiarkan Ana jatuh kembali pada pelukan Daniel. ”
Semua anggota menunduk dalam.
“Siap, Tuan!”
Alex menoleh kepada pemimpin operasi. “Mulai sekarang, semua jalur gelap Daniel diblokir. Peredaran uangnya dihentikan. Orang-orangnya harus merasa bahwa mereka sedang diburu.”
“Perintah diterima!”
Unit Beta bergerak lebih dulu.
Mereka mengendarai mobil tanpa tanda, melaju di jalanan sempit kota malam hari, menuju gudang-gudang tua dan terowongan bawah tanah yang dikenal sebagai wilayah operasi Daniel.
Lampu-lampu merah menyorot wajah-wajah dingin para anggota. Jari mereka berada di dekat pelatuk senjata, siap meletus kapan pun.
terdengar laporan dari earphone yang di padang di masing-masing anggota.
“Semua pintu darurat dipasang pelacak.”
“Jalur tikus menuju dermaga kami tutup total.”
“Tidak ada aktivitas mencurigakan dari anak buah Daniel… tapi ada pergerakan di sisi timur.”
Alex pun mengangkat tangan, memberi sinyal.
“Kejar sisi timur. Jangan berikan ruang untuk bernapas.”
Sementara itu, Unit Alpha menyisir hutan buatan di pinggiran kota tempat yang sering digunakan Daniel untuk menyembunyikan orang-orang penting. Suara ranting patah terdengar setiap kali mereka maju, lampu senter menyapu gelapnya malam.
“Tidak ada tanda-tanda aktifitas disini…”
“Tunggu. Ada bekas ban… baru.”
Komandan Alpha mendekat, lututnya menyentuh tanah. Dirabanya tanah lembap itu.
“Ini jejak kendaraan besar. Belum sampai empat jam.”
Mereka saling pandang.
Komandan itu menekan tombol komunikasi.
“Tuan sepertinya salah satu orang Daniel menuju ruang arsip rahasia keluarga Alvaro."
Suara Alex terdengar dari radio, suaranya rendah dan tegas.
“Hilamgkan semua berkas identitas Ana dahulu. Jangan sampai tersisa sedikitpun!”
Di sisi lain, Rafael memukul kap mobilnya keras. Suaranya pecah oleh rasa bersalah.
“Seharusnya aku tidak membiarkan dia keluar sendirian… seharusnya aku terus mengawasinya."
Di ruang kerja Daniel yang sepi, hanya suara kipas AC yang terdengar.
Daniel berdiri dengan kedua tangan disilangkan, wajahnya muram dan penuh tekanan. Aska, asisten yang juga menjadi tangan kanannya berdiri di depan layar tablet, rautnya tak kalah serius.
“Bagaimana hasil pencarianmu soal identitas Ana?” Daniel membuka percakapan, nada suaranya dalam.
Aska menarik napas panjang.
“Semua buntu, Tuan. Aku belum mendapat info lagi. ”
Ia menyerahkan tablet kepada Daniel.
“Aku sudah kembali melacak data sipil, database sekolah, rekam medis, bahkan data penduduk luar kota… Tidak ada yang cocok dengan wajah Ana. ini sudah kedua kalinya saya kembali menelusuri data yang sama. ”
Daniel mengerutkan alis. “Tidak mungkin tidak ada. Setidaknya pasti jejak kecil pun ada.”
Aska menggeleng tegas.
“seperti dugaan saya sebelumnya tuan, seseorang benar-benar menghapus keberadaan dia dari sistem. Bersih total.”
Daniel terdiam, benang merah selalu menghubungkan Ana dengan kusrga Mahendra. sebenarnya apa yang di rencanakan ayah mertuanya itu. Meskipun sudah tua, lelaki bangka itu selalu punya rencana yang tidak dapat di prediksi siapapun. Dia masih kalah jauh di bandingkan Alex Mahendra.
“Apa maksudnya… dia tidak ada di dunia ini Aska?”
Daniel melirik ke arah aska sebentar, nada bicaranya penuh ke frustasian
“Dia ada Tuan, hanya identitasnya yang disembunyikan.”
Aska melanjutkan, menampilkan diagram data kosong.
“Aku juga mencoba melihat kemungkinan lain… mungkin dia korban penghapusan identitas, kejadian kriminal, atau perdagangan manusia…”
Daniel menatapnya tajam membuat Aska menciut, ia mengangkat tangan tanda menyerah.
“Maksudku… kalau seseorang punya akses tinggi dan alasan kuat, identitas seseorang bisa dihapus tanpa jejak.”
Daniel berjalan menuju jendela, menatap keluar seperti sedang menghitung sesuatu dalam pikirannya.
"jika itu memang penghapusan identitas aku yakin ada hal lain yang masih tersisa di sana. Temukan informasi lainnya! "
Aska hanya menghela nafas pasrah, kenapa dia harus kembali berurusan dengan Tuan Alex Mahendra. jika tidak berhasil dengan tugasnya maka nyawa dia yang akan melayang.
“Bagaimana dengan pemeriksaan total tubuhnya?” tanyanya tanpa memalingkan wajah.
Aska merapikan jas hitamnya menyenderkan tubuhnya pada sandaran sopa. ia tidak peduli dengan perkataan orang yang mengatakan dirinya lancang di hadapan Daniel. untuk saat ini tubuhnya sudah cukup lelah karena gadis bernama Ana.
“Masih proses Tuan. Sampelnya baru saja masuk lab tadi pagi. Aku akan mengabari kalau sudah selesai. Tapi dari pemeriksaan awal—” ia berhenti sesaat, menatap Ana, “—tidak ada luka berat. Hanya benturan kecil dan kelelahan parah.”
Aska menutup tabletnya.
“Tuan saya akan kembali mengurus beberapa hal. Kalau hasilnya keluar lebih cepat, aku akan langsung informasikan.”
Daniel hanya mengangguk.
"panggil Lara kemari. " tithanya
Aska menganggukan kepalanya dan keluar, meninggalkan Daniel dalam ruangan yang terasa semakin sunyi.
Begitu pintu tertutup, Daniel bergumam rendah nyaris hanya untuk dirinya sendiri.
“Ada seseorang yang sengaja menyembunyikanmu Ana… dan aku akan mencari tahu siapa.”
Daniel berpikir keras ia sudah mulai menyusun potongan-potongan puzzle di kepalanya.
Kecelakaan yang sama dengan dirinya… hilangnya istrinya… munculnya Ana… dan sekarang Rafael Mahendra yang mendadak mencari Ana dengan panik.
Semua terasa seperti satu garis merah.
****
Langit mulai keemasan ketika mobil Daniel memasuki halaman mansion. Hari itu sangat melelahkan, kepala Daniel dipenuhi laporan Aska dan dugaan-dugaan liar yang terus mengusik pikirannya.
Namun begitu ia melangkah masuk ke ruang tengah rumah Pemandangan yang tak pernah ia bayangkan menyambutnya.
Di karpet besar dekat jendela, Milo dan Ana sedang duduk berdua.
Milo memegang puzzle besar berbentuk hewan, sedangkan Ana membantu memasang potongan terakhir di bagian kepala harimau.
Milo tertawa kecil.
“Tuh kan, aku bilang juga kamu bisa! Ana jago banget bikin puzzle!”
Ana ikut tertawa, tawa yang lembut dan tulus mbuat Daniel terpesona.
“Ini kamu yang jago, akukan cuma bantu sedikit.”
Keduanya tampak begitu serasi, interaksi yang begitu hangat, dan penuh rasa nyaman yang jarang muncul di rumah itu.
Daniel berhenti di ambang pintu, nyaris terpaku.
Untuk pertama kalinya dalam seminggu penuh stres, wajahnya melunak. ia bahagia melihat kebahagiaan anaknya.
Ana yang sadar kehadirannya langsung berdiri gugup.
“T–Tuan Daniel… Anda sudah pulang.”
Milo menoleh dan berlari menghampiri ayahnya.
“Daddy! Lihat! Ana main puzzle sama aku! aku pintar kan.? Dan aku nggak nakal ayah, beneran!”
Daniel mengusap kepala Milo, tersenyum tipis, sesuatu yang jarang sekali terjadi.
“Bagus. Kamu membuatku bangga.”
Milo kembali ke Ana, menggandeng tangannya tanpa ragu sesuatu yang membuat Danie lagi-lagi mengerutkan alis.
Biasanya Milo akan menghindar disentuh siapa pun. Ana terlihat sedikit canggung, namun tetap tersenyum kecil. sebenarnya ia sangat gugup di tatap oleh Daniel. Ana baru menyadari sesuatu, wajah Daniel begitu tampan dengan tubuh yang sexy. wanita mana yang tidak akan tertarik pada pria dengan anak satu ini.
Daniel mendekat, suara rendahnya tenang, namun mengandung ketertarikan yang tak ia tunjukan secara berlebihan.
“Kalian bersenang-senang hari ini?” tanyanya pada Ana.
Ana mengangguk lembut dan tersenyum kamu.
“Iya, Tuan. Milo anak yang manis.”
Milo mendengus senang, pipinya merona bangga. hatinya menghangatkan di puji Ana.
Daniel memperhatikan interaksi mereka, dan untuk pertama kalinya sejak pagi, ia merasakan dadanya sedikit lega.
“Dia membuat Milo bahagia…” ucap Daniel dalam hati.
Jarang ada orang yang bisa membuat Milo tersenyum seperti itu.