NovelToon NovelToon
Cinta Yang Tak Seharusnya Ada

Cinta Yang Tak Seharusnya Ada

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Kembar / Pengganti / Balas Dendam / Cinta setelah menikah
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: SunFlower

Setelah kematian istrinya, Nayla. Raka baru mengetahui kenyataan pahit. Wanita yang ia cintai ternyata bukan hidup sebatang kara tetapi ia dibuang oleh keluarganya karena dianggap lemah dan berpenyakitan. Sementara saudari kembarnya Naira, hidup bahagia dan penuh kasih yang tak pernah Nayla rasakan.
Ketika Naira mengalami kecelakaan dan kehilangan ingatannya, Raka melihat ini sebagai kesempatan untuk membalaskan dendam. ia ingin membalas derita sang istri dengan menjadikannya sebagai pengganti Nayla.
Namun perlahan, dendam itu berubah menjadi cinta..
Dan di antara kebohongan, rasa bersalah dan cinta yang terlarang, manakah yang akan Raka pilih?? menuntaskan dendamnya atau menyerah pada cinta yang tak seharusnya ada.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunFlower, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#26

Happy Reading...

.

.

.

Sudah semalaman bahkan saat ini hampir tengah hari, namun Naira belum juga terbangun dari tidurnya. Raka berdiri di tepi ranjang dengan wajah khawatirnya. Ia sudah mencoba membangunkan istrinya itu beberapa kali, namun Naira tak bergerak sedikitpun.

Raka meraih ponselnya dengan tangan yang sedikit bergetar, lalu menekan nomor dokter pribadi mereka kembali. Saat tersambung, ia langsung berbicara tanpa basa-basi.

“Dok, Naira belum bangun sejak tadi malam. Saya sudah mencoba membangunkannya tapi tidak ada reaksi sama sekali. Bisa tolong datang? Saya.. saya takut terjadi apa-apa.”

Namun jawaban dokter justru membuat dada Raka semakin mengencang.

“Maaf, pak Raka. Kondisinya tidak bisa ditangani di rumah lagi. Saya sarankan Naira segera di bawa ke rumah sakit saja. Ia membutuhkan pemeriksaan lengkap dan mungkin tindakan cepat. Saya takut bila ditunda, kondisinya akan semakin memburuk.”

Raka terdiam beberapa detik, seolah sedang mencoba mencerna kata-kata itu. “Baik, Dok. Saya akan membawanya sekarang.”

Setelah menutup telepon, Raka menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya, meski hasilnya masih tetap sama saja. Ia berjalan keluar kamar dan memanggil Bi Sumi yang sedang bersama Jingga di ruang keluarga.

“Bi, saya harus membawa Naira ke rumah sakit sekarang.” ucap Raka dengan nada tergesa namun tetap berusaha tenang.

Wajah Bi Sumi langsung berubah cemas. “Apa Naira masih belum bangun, Den?”

Raka menggeleng pelan. “Belum. Dokter bilang lebih baik dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan tindakan. Untuk sementara, Bi Sumi tinggal di rumah dulu menjaga Jingga. Saya urus semuanya dulu di rumah sakit. Setelah itu saya pulang menjemput Bi Sumi dan Jingga.”

Bi Sumi mengangguk cepat. “Baik, Den. Bibi akan jaga Jingga, jangan khawatir.”

Raka kembali ke kamar dan mengangkat tubuh Naira hati-hati, seolah khawatir sentuhan terlalu keras bisa menyakitinya. Wajah Naira yang pucat membuat perasaannya terasa runtuh sedikit demi sedikit. Tanpa banyak bicara lagi, Raka membawa istrinya keluar rumah, menuju mobil yang sudah menunggu.

Saat pintu mobil tertutup, satu hal yang terus bergema dalam kepalanya hanyalah satu. "Tolong tetap bertahan, Nai."

.

.

.

Sesampainya di RSIA Putri, Raka langsung meminta bantuan perawat untuk membawa Naira ke ruang gawat darurat obstetri. Beberapa perawat dengan sigap datang dan membantu memindahkan tubuh Naira ke atas brankar, kemudian membawanya masuk ke ruang pemeriksaan. Raka hanya mampu mengikuti dari belakang, langkahnya gontai, napasnya sedikit tersengal dan pikirannya terus berputar tanpa arah.

Setelah Naira dibawa masuk, pintu ruang pemeriksaan tertutup. Raka dibiarkan menunggu di luar, menatap dinding putih polos yang terasa begitu menyesakkan. Waktu berjalan lambat, padahal baru sekitar tiga puluh menit berlalu, namun bagi Raka rasanya seperti berjam- jam. Ia mondar- mandir sambil berulang kali meremas kedua tangannya, lalu duduk, kemudian berdiri lagi. Aktifitas yang berulang- ulang Raka lakukan sambil menunggu.

Hingga akhirnya pintu terbuka. Dokter kandungan yang memeriksa Naira keluar, masih mengenakan masker dan memegang map berisi hasil pemeriksaan. Raka segera menghampirinya.

“Dok, bagaimana keadaan istri saya? Bagaimana keadaan Naira?” tanyanya cepat, suaranya terdengar serak menahan cemas.

Dokter menghela napas kecil sebelum menjawab yang membuat lutut Raka hampir goyah.

“Keadaan Ibu Naira saat ini.. sangat tidak stabil, Pak.”

Raka menatap dokter, menunggu penjelasan lebih lanjut.

“Kondisi tubuhnya sangat lemah. Tensi darahnya cukup tinggi, bahkan di atas batas normal untuk ibu hamil. Selain itu, kandungannya juga menunjukkan tanda- tanda yang semakin melemah. Untuk saat ini kami terpaksa menahannya di sini supaya kondisinya bisa kami pantau.”

Raka mengangguk pelan, tetapi wajahnya semakin pucat. “Lalu... Bagaimana dengan calon anak.. Kami?” Tanya Raka ragu untuk mengakui anak yang ada dalam kandungan Naira.

Dokter menatapnya. “Untuk saat ini, kami belum bisa memberikan kepastian. Tapi berdasarkan hasil USG tadi.. detak jantung janinnya melemah.”

Raka mematung.

“Selain itu, kami juga tidak melihat adanya pergerakan dari janin. Kami butuh waktu untuk memantau perkembangan kondisi ini. Bisa jadi janin hanya sedang dalam kondisi stres, atau ada faktor lain yang memengaruhi. Kami akan melakukan pemeriksaan lanjutan.”

Butiran keringat dingin mulai muncul di pelipis Raka. Ia mencoba menelan ludah, namun tenggorokannya terasa mengering.

“Dok.. Apa itu berarti.. anak saya dalam bahaya, bukan?” tanyanya lagi.

Dokter menatapnya lama.. itu saja sudah cukup bagi Raka untuk memahami betapa seriusnya keadaan Naira dan kandungannya saat ini.

“Kami akan berusaha semaksimal mungkin, Pak Raka. Tapi memang, kondisinya saat ini sangat harus diperhatikan.”

Raka menutup wajahnya dengan satu tangan, menarik napas dalam-dalam untuk menahan rasa panik yang mulai menyergap. Perlahan ia mengangguk.

“Baik, Dok. Tolong.. Tolong lakukan apa pun yang bisa menyelamatkan Naira dan anak saya.”

Dokter membalas dengan anggukan yakin. “Tentu, Pak. Kami akan berusaha semaksimal mungkin.”

Setelah itu dokter kembali masuk ke ruangan, sementara Raka hanya berdiri di koridor, menatap pintu yang kembali tertutup. Dalam hatinya ia gumamkan berulang- ulang, Tolong bertahan, Nai… tolong bertahan. Karena kamu belum benar- benar merasakan semua penderitaan yang Nayla rasakan.

.

.

.

Ruang ICU terasa lebih dingin daripada ruang rawat biasa. Cahaya lampu putih yang menyilaukan memantul pada dinding kaca, menciptakan suasana yang menekan dan membuat langkah Raka terasa semakin berat. Setelah dokter memberi penjelasan tentang kondisi Naira, ia langsung menyetujui perawatan intensif itu tanpa berpikir panjang.

Sebelum memasuki ruang perawatan, Raka sempat menelepon Bi Sumi.

“Bi.. kondisi Naira belum membaik. Dokter memindahkannya ke ICU,” ucap Raka dengan suara rendah.

Di seberang sana Bi Sumi terdiam sejenak sebelum bertanya penuh khawatir,

“Terus Den, bagaimana keadaannya sekarang?”

“Masih belum stabil, Bi. Saya belum bisa jemput Bi Sumi dan Jingga. Untuk sementara.. tolong jaga Jingga, ya. Saya akan kabari lagi kalau sudah ada perkembangan.” lanjut Raka.

“Iya, Den. Jingga sama saya. Den Raka fokus saja sama nak Naira.”

Setelah menutup telepon, Raka menarik napas panjang, mencoba menegakkan tubuhnya yang terasa lemas. Ia mendorong pintu ruang ICU perlahan, lalu menutupnya kembali dengan hati-hati seperti takut sedikit suara saja bisa mengganggu Naira.

Dari balik kaca, Naira tampak begitu rapuh. Oksigen terpasang di hidungnya, selang infus menempel di lengan, dan monitor jantung berdetak pelan namun stabil. Raka melangkah mendekat, menahan napas ketika melihat betapa pucatnya wajah wanita itu.

Ia menarik kursi dan duduk di sisi tempat tidur. Perlahan, ia meraih tangan Naira dan menggenggamnya.

“Nai..” panggilnya lirih. Tak ada balasan. Hanya suara mesin monitor yang terus berbunyi.

Raka menunduk, bahunya sedikit gemetar. Perkataan dokter terus terngiang-ngiang di kepalanya, membuat dadanya semakin sesak.

“Komplikasi tekanan darah tinggi dapat menyebabkan preeklamsia, eklamsia, hingga solusio plasenta pak..”

“Kemungkinan terburuknya ibu maupun bayi bisa berada dalam keadaan yang membahayakan...”

Kalimat itu menyerang pikirannya tidak berhenti. Raka menutup mata, mencoba menolak ketakutan yang terus menghantui.

Perlahan ia mengusap punggung tangan Naira dengan ibu jarinya.

“Kamu harus bertahan, Nai.. ” ucapnya lirih.

Raka kemudian menghela napas panjang. Ia menatap wajah Naira lebih lama, memperhatikan napasnya yang naik turun begitu halus, hampir tak terlihat.

Raka menunduk, menggenggam tangan Naira lebih erat. “Tolong.. bangunlah, Nai. Jangan buat Jingga menunggu terlalu lama.”

Keheningan kembali memenuhi ruangan. Tapi Raka tetap duduk di sana, memegang tangan Naira, tidak berniat pergi ke mana pun.

.

.

.

Jangan Lupa Tinggalkan Jejak...

1
Tutuk Isnawati
kasihan jingga
Tutuk Isnawati
berarti dua2 emg krg perhatian dan kasih sayang ortu pa jgn2 mreka bkn ank kndung
Tutuk Isnawati
iya bwa pergi aja kyanya tunangan nya nai jg jahat
chochoball: padahal raka juga jahat lohhh
total 1 replies
Tutuk Isnawati
semangat thor.
Tutuk Isnawati
trus hamil ank siapa dong naira
chochoball: Hayoooo anak siapa?
total 1 replies
Tutuk Isnawati
semangat thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!