NovelToon NovelToon
ANTARA CINTA DAN DENDAM

ANTARA CINTA DAN DENDAM

Status: tamat
Genre:Mafia / Balas Dendam / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Tamat
Popularitas:5.5k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Sania, seorang dokter spesialis forensik, merasakan hancur saat calon suaminya, Adam, seorang aktor terkenal, meninggal misterius sebelum pernikahan mereka. Polisi menyatakan Adam tewas karena jatuh dari apartemen dalam keadaan mabuk, namun Sania tidak percaya. Setelah melakukan otopsi, ia menemukan bukti suntikan narkotika dan bekas operasi di perut Adam. Menyadari ini adalah pembunuhan, Sania menelusuri jejak pelaku hingga menemukan mafia kejam bernama Salvatore. Untuk menghadapi Salvatore, Sania harus mengoperasi wajahnya dan setelah itu ia berpura-pura lemah dan pingsan di depan mobilnya, membuat Salvatore membawanya ke apartemen. Namun lama-kelamaan Salvatore justru jatuh hati pada Sania, tanpa mengetahui kecerdikan dan tekadnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 27

Mobil yang membawa mereka melaju kencang, menelan kilometer demi kilometer.

Matahari pagi sudah naik, dan cahaya yang seharusnya membawa harapan justru menampakkan ketegangan di wajah Bima dan Sania.

Kehadiran Sisil yang terikat di bagasi terasa seperti bom waktu yang mereka bawa.

​Tiba-tiba, ponsel Bima yang ia simpan di dashboard berdering.

Itu adalah nomor asing, tapi dari jaringan yang Bima kenal. Ia ragu, namun memutuskan untuk menjawab.

​"Halo?"

​Suara di seberang sana terdengar cepat, berbisik, dan penuh kepanikan.suara seorang rekan lamanya yang masih memiliki kontak di jaringan informasi rahasia.

​"Bima, ini aku. Dengarkan baik-baik. Salvatore sedang bergerak. Dia sudah tahu kalian lolos dari klinik. Tapi ada hal yang lebih gawat."

​Wajah Bima langsung berubah tegang. "Apa?"

​"Dia sudah menyuap petugas rumah sakit. Dia akan mengambil jenazah Adam. Dia ingin memastikan Adam benar-benar tak bisa bicara, bahkan dalam kematiannya," kata suara itu, jeda sejenak sebelum mengucapkan bagian yang paling mengerikan.

"Ada desas-desus, Bima, dia mungkin akan mengambil organ dalamnya. Untuk menghapus jejak, atau bahkan menjualnya ke pasar gelapnya. Adam adalah bagian dari operasi gelapnya."

​Bima mencengkeram setir mobil dengan buku-buku jari memutih.

Amarah yang membakar kini bercampur dengan rasa jijik.

Tindakan Salvatore kali ini melampaui batas kejahatan biasa.

​"Aku mengerti. Terima kasih," Bima mematikan telepon, napasnya memburu dan berat.

​"Bim, ada apa? Siapa itu? Kenapa wajahmu... begitu?" tanya Sania, melihat perubahan drastis pada raut wajah suaminya.

​Bima menoleh pada Sania, matanya merah karena amarah dan kepedihan.

"Itu rekan lamaku. Salvatore tidak berhenti, San. Dia bahkan tidak menghormati kematian."

​Bima menelan salivanya, berusaha mengontrol suaranya.

"Dia akan mengambil jenazah Adam. Dia akan menghilangkannya dan kemungkinan besar mengambil organ dalamnya. Dia ingin memastikan tidak ada jejak yang tersisa, bahkan dari tubuh Adam."

​Sania menutup mulutnya dengan tangan, terkejut dan ngeri.

Ia berpikir tentang Adam, mantan tunangannya, yang pengkhianatannya telah menyebabkan semua masalah ini, tetapi nasibnya kini begitu keji.

​"Kita harus cepat, San," ucap Bima, menginjak pedal gas lebih dalam.

Mobil melaju semakin kencang, suara mesinnya berderu, seolah ikut meraung melawan kekejian Salvatore.

"Kita harus segera sampai ke tempat persembunyian itu. Sekarang, flashdisk di tanganmu adalah satu-satunya yang tersisa dari Adam. Kita harus melindunginya."

Bima menginjak pedal gas, melaju kencang menuju rumah sakit tempat jenazah Adam disimpan. Wajahnya dingin, hanya tekad yang tampak.

"Kita harus cepat dan kita harus mengambil jenazahnya sebelum Salvatore sampai di sana. Aku tidak akan membiarkannya menghina kematian Adam lebih jauh," ucap Bima, suaranya sarat amarah.

Sania menganggukkan kepalanya, tidak ada keraguan.

"Aku bersamamu, Bi. Cepat."

Beberapa menit kemudian, mobil mereka melaju perlahan ke area belakang sebuah rumah sakit kota yang tampak tua.

Mereka beruntung. Belum ada tanda-tanda mobil hitam mencurigakan milik Salvatore.

"Tunggu di sini. Jangan keluar. Kunci pintunya," perintah Bima.

Ia cepat-cepat meraih tasnya. Ia memang membawa beberapa perlengkapan medis darurat miliknya, termasuk sebuah jas dokter putih yang sudah usang.

Bima segera mengenakan jas itu, menutupi kemejanya yang berdarah di bagian kaki, mencoba mengabaikan rasa sakit saat bergerak cepat.

Ia mengambil napas panjang, memasang ekspresi tergesa-gesa dan berwibawa.

"Tolong, siapkan jenazah Tuan Adam. Saya diminta oleh Kepala Departemen untuk memindahkannya ke forensik khusus sekarang juga. Ini dokumennya," ujar Bima dengan suara tegas kepada petugas kamar jenazah yang tampak mengantuk, menunjukkan dokumen palsu yang ia buat cepat-cepat menggunakan ponsel Sisil.

Petugas yang tidak ingin berurusan dengan urusan internal departemen segera menuruti.

Jenazah Adam, yang ditutupi kain putih, diletakkan di atas ranjang dorong.

Bima mengambil alih kendali ranjang dorong tersebut, menoleh sekilas ke arah Sania yang menatapnya dengan penuh ketegangan dari dalam mobil.

Ia membawa jenazah Adam menuju mobilnya, memarkir ranjang itu tepat di belakang mobil.

Dengan kekuatan terakhir yang ia miliki, Bima membuka bagasi.

Sisil, yang baru setengah sadar dari bius, mengerang pelan.

"Maaf, aku tidak punya tempat lain," gumam Bima dingin pada dirinya sendiri, sebelum fokus pada tugasnya.

Bima dengan hati-hati dan cepat mengangkat tubuh Adam dan memasukkannya ke dalam bagasi.

Sisil yang terikat, kini sepenuhnya sadar. Matanya membelalak ngeri melihat tubuh tak bernyawa Adam yang dingin diletakkan tepat di sampingnya.

Ia bisa merasakan kain kafan yang menutupi wajah Adam menyentuh lengannya.

"MMPH! MPHH!" Sisil meronta histeris. Ia menjerit tertahan, suara ketakutan dan rasa bersalahnya bercampur, menyadari ia terikat bersama mayat pria yang ia bunuh.

Bima menutup bagasi dengan cepat. Suara klik dari bagasi itu seakan menutup jeritan Sisil dari dunia luar.

Ia kembali ke kursi kemudi. "Kita dapat dia," ucap Bima, wajahnya datar.

Sania menghela napas lega bercampur jijik. "Ayo pergi, Bi. Cepat."

Saat mobil Bima berbelok meninggalkan halaman rumah sakit, dari kejauhan, dua mobil hitam mewah milik Salvatore baru saja memasuki gerbang utama.

Mereka berhasil mendahului Salvatore, dan kini, mereka tidak hanya membawa bukti, tetapi juga mayat dan pembunuhnya.

Bima menginjak pedal gas hingga menyentuh lantai.

Ban mobil berdecit sebentar sebelum mencengkeram aspal dan melesat menjauhi rumah sakit.

Wajahnya menegang, tahu betul bahwa mereka hanya selisih beberapa detik dari bencana.

Beberapa saat setelah mobil Bima menghilang, dua mobil hitam mewah, yang salah satunya adalah mobil Salvatore, berhenti di depan pintu masuk kamar jenazah.

Salvatore melangkah keluar, aura dingin dan berbahayanya langsung terasa, membuat para petugas di sana gemetar.

"Di mana jenazah Adam Smith?" tanya Salvatore sambil menatap petugas yang bertugas di meja registrasi.

Petugas itu, seorang pria paruh baya yang terlihat pucat, menelan ludah dengan susah payah.

"Maaf, Tuan. Baru saja ada yang mengambilnya," jawab petugas itu, suaranya bergetar.

Salvatore terdiam, matanya yang gelap menyipit.

"Siapa? Siapa yang mengambilnya?"

"Seorang dokter, Tuan. Ia mengenakan jas dan membawa surat perintah pemindahan ke forensik khusus. Ia terlihat sangat terburu-buru. Katanya dari Departemen Kepala..." Petugas itu menjelaskan dengan gugup, berusaha menghindari kontak mata dengan Salvatore.

Wajah Salvatore langsung memerah padam. Ia tidak butuh waktu lama untuk menyadari siapa 'dokter' yang dimaksud.

Hanya ada satu orang yang seberani dan sepandai itu untuk melakukan tindakan nekat di bawah tekanan seperti ini.

Kepalanya mendongak ke langit, rahangnya mengeras.

Ia berteriak, amarahnya meledak tak terkendali.

"SIAL!!"

Salvatore menendang keras meja registrasi, membuat meja itu bergeser dan semua dokumen serta pulpen di atasnya berhamburan ke lantai.

Ia mengepalkan tangannya begitu kuat hingga buku-buku jarinya memutih.

"Bima!" raungnya.

"Tidak hanya kau selamat, tapi kau berani mengambil mayat itu dariku?! Kau akan membayarnya! Cari! Cari ke mana pun mobil itu pergi! Aku ingin mereka ditemukan. Hidup atau mati, bawa mereka padaku!" perintahnya kepada anak buahnya dengan suara yang menggelegar di lorong rumah sakit yang sepi itu.

Salvatore kini tahu. Ini bukan lagi hanya perburuan. Ini adalah perang pribadi, dan Bima baru saja menyatakan dirinya sebagai lawan yang jauh lebih tangguh dari yang ia bayangkan.

Jenazah Adam di tangan Bima berarti Bima punya motif ganda: balas dendam dan kebenaran.

1
kalea rizuky
buat pergi jauh lahh sejauh jauhnya
kalea rizuky
biadap
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!