NovelToon NovelToon
Bound By Capital Chains

Bound By Capital Chains

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Obsesi / Percintaan Konglomerat
Popularitas:987
Nilai: 5
Nama Author: hellosi

Ketika takdir bisnis mengikat mereka dalam sebuah pertunangan, keduanya melihatnya sebagai transaksi sempurna, saling memanfaatkan, tanpa melibatkan hati.

Ini adalah fakta bisnis, bukan janji cinta.

​Tapi ikatan strategis itu perlahan berubah menjadi personal. Menciptakan garis tipis antara manipulasi dan ketertarikan yang tak terbantahkan.

***

​"Seharusnya kau tidak kembali," desis Aiden, suaranya lebih berbahaya daripada teriakan.

"Kau datang ke wilayah perang yang aktif. Mengapa?"

​"Aku datang untukmu, Kak."

"Aku tidak bisa membiarkan tunanganku berada dalam kekacauan emosional atau fisik sendirian." Jawab Helena, menatap langsung ke matanya.

​Tiba-tiba, Aiden menarik Helena erat ke tubuhnya.

​"Bodoh," bisik Aiden ke rambutnya, napasnya panas.

"Bodoh, keras kepala, dan bodoh."

​"Ya," bisik Helena, membiarkan dirinya ditahan.

"Aku aset yang tidak patuh."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hellosi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 27

Helena melonggarkan pelukannya, tetapi dia masih menyembunyikan wajahnya yang memerah di bahu Aiden.

Kehangatan tubuh Aiden terasa seperti selimut tebal yang menahan rasa malu dan gejolak yang luar biasa.

"Sudah cukup waktunya, tunanganku?" tanya Aiden dengan seringai menggoda, sebuah ekspresi langka yang membuat wajah dinginnya terlihat berbahaya.

Suaranya serak dan jauh lebih lembut dari biasanya.

Helena menggelengkan kepalanya sedikit, menolak untuk menatapnya.

"Kak, tolong tunggu aku di bawah. Aku ingin ke kamar mandi sebentar," mohon Helena, suaranya sedikit teredam.

Aiden melepaskan pinggang Helena, tetapi tangannya bergerak ke dagunya, memaksa gadis itu mendongak.

"Aku akan menunggumu di bawah, sayang," ucap Aiden, menggunakan kata panggilan yang sepenuhnya baru dan intim.

"Jangan terlalu lama, atau aku akan menyusulmu lagi ke sini. Kau tahu, aku benci ketidakpastian."

Helena mengangguk mengiyakan, matanya masih berkilauan dan sedikit basah karena terkejut.

​Sebelum berbalik, Aiden memasukkan tangannya ke saku dalam jasnya, mengeluarkan sebuah kotak ramping berwarna hitam beludru.

​"Ambil ini," kata Aiden, membuka kotak itu dan menampakkan Pena Montblanc Meisterstück yang ramping.

Ukiran emas inisial Helena, 'H.N.' berkilauan di bawah cahaya redup suite.

​Aiden mengambil pena itu, lalu dengan lembut meletakkannya langsung di telapak tangan Helena dan menutupkan jari-jarinya di sekitarnya.

Logam dingin dan berat itu terasa substansial, kontras dengan panas di pipi Helena.

​"Ini untuk menandatangani," lanjut Aiden, matanya mengunci mata Helena dengan intensitas yang mengintimidasi.

"Bukan hanya ijazahmu. Ini untuk menandatangani dokumen korporat, Perjanjian, Kontrak. Semua yang akan kau tandatangani, akan kau tandatangani dengan pena yang kuberikan ini."

​Helena merasakan klaim posesif yang kuat dalam hadiah itu.

Pena itu adalah simbol kontrol teritorial.

"Pena dari Aliston untuk digunakan oleh kepala strategis Nelson," Helena membalas pelan, mencengkeramnya erat-erat.

​Aiden menyeringai.

"Anggap saja ini sebagai aset jaminan. Kau tidak akan melupakan dari mana investasi itu berasal."

​Aiden lalu mengecup dahi Helena dengan lembut, namun sentuhan itu terasa seperti segel kepemilikan.

Aiden melangkah cepat keluar, kembali ke mode kontrolnya.

Di Kamar Mandi Suite.

Helena segera menuju cermin besar berbingkai emas di kamar mandi marmer.

Wajahnya adalah pemandangan yang kacau, pipinya memerah total, bibirnya sedikit bengkak, dan matanya berkilau liar.

Dia mencuci wajahnya dengan air dingin, mencoba menghilangkan panas dan warna merah dari wajahnya.

Dia juga mengusap bibirnya lembut, berusaha menghilangkan sedikit bengkak akibat ulah brutal Aiden.

Setelah sedikit membaik, dia berusaha tersenyum, memaksa otot-otot wajahnya untuk menampilkan kembali Helena yang biasanya, tenang, cerdas, dan terkendali.

***

Helena dan Aiden telah meninggalkan The Savoy.

Di dalam mobil, Aiden memegang kemudi dengan cengkeraman terkontrol.

Di kursi penumpang, Helena duduk dengan kepala bersandar di kaca jendela. Pipi dan bibirnya masih terasa panas, dia berusaha keras untuk kembali ke mode analisisnya, mencoba melupakan setiap kilasan memori ciuman di dinding kayu itu.

Aiden tidak berbicara, fokus matanya terpaku pada jalanan London yang licin karena salju.

Keheningan ini bukanlah keheningan bisnis yang biasa, melainkan keheningan penguasaan, dia tidak perlu bicara, klaimnya sudah ditegaskan.

Helena akhirnya memecah keheningan.

"Kapan kau meninggalkan London kak?"

"Besok pagi. Setelah menyelesaikan semua negosiasi penting malam ini," balasnya.

"Dan kapan kau berencana kembali ke rumah?"

"Tahun depan," ungkapnya, suaranya kembali datar dan analitis.

"Itu adalah waktu yang tepat untuk mencabut akar Alaric."

Helena mengangguk paham.

Aiden lalu menoleh sebentar ke arah Helena sebelum fokus kembali ke jalan.

Mata Aiden menyipit, sorotannya tajam.

"Helena, meskipun bertemu dengan Xavier tidak bisa dihindarkan..."

Tangan yang mencengkeram kemudi kini lebih erat, buku-buku jarinya memutih.

"Tapi buat benteng dan batasan. Jangan berbicara dengannya di luar studi."

Aiden tahu betul kelemahan Helena, gairahnya pada kecerdasan.

Senyum kagum Helena pada Xavier adalah variabel yang paling mengganggunya.

"Jika ada hal yang ingin kau pelajari, kau harus menghubungiku. Data yang dia miliki, aku punya data yang jauh lebih akurat." tambahnya tegas, suaranya mengandung perintah yang tak terbantahkan.

"Aku hanya ingin melihatnya dari sudut pandang Eoscar, Kak, itu menarik,"

ucap Helena, kini kembali bersemangat dengan topik akademis.

"Kau tahu, Xavier itu..."

Tiba-tiba, Aiden dengan keras menginjak rem, membuat mobil mewah itu sedikit terhuyung di jalan yang tertutup salju, sebelum berhenti total di tepi jalan yang sepi.

Aiden menoleh, matanya sedingin salju dan udara London.

"Helena Nelson," desis Aiden, suaranya menekan setiap kata.

Ekspresinya yang beku itu menunjukkan bahwa batasnya baru saja dilanggar.

Helena tersentak. Rasa panas ciuman itu masih membakar pipinya, dan bibirnya yang bengkak masih berdenyut.

Dia menyadari bahwa dia telah meremehkan betapa sensitifnya Aiden terhadap nama Xavier.

"Aku, aku akan selalu menghubungimu, Kak," ucapnya gugup, cepat-cepat memperbaiki kesalahannya.

"Aku tidak akan menanyakan sudut pandang Eoscar lagi."

Aiden menatapnya selama sepersekian detik lagi, sorot matanya yang dingin itu membaca setiap kejujuran dan kepatuhan Helena.

Puas dengan respons itu, dia menarik napas dalam-dalam, menghela napas panjang untuk melepaskan ketegangan yang menyesakkan, dan kembali melajukan mobilnya.

Keheningan kembali mendominasi.

Helena menyandarkan kepalanya lagi ke kaca jendela. Dia tahu, Aiden tidak hanya menciumnya untuk menegaskan klaim teritorial.

Aiden menciumnya untuk menetapkan kontrak emosional yang melarangnya memiliki antusiasme terhadap pria lain.

London terasa sangat jauh. Di bawah salju yang turun tipis, Helena memejamkan mata, membiarkan panasnya bibir yang bengkak itu menjadi pengingat bahwa statusnya telah berubah dari 'aset' menjadi 'milik mutlak'.

***

Pagi berikutnya, Bandara Heathrow diselimuti kabut tipis dan suasana Penerbangan Elite.

Aiden Aliston dan Noa Ryder berjalan beriringan menuju Terminal Privat untuk penerbangan mereka kembali ke Boston.

Aiden mengenakan setelan navy yang mahal, tampak tenang dan terkendali, tetapi Noa melihat ada yang berbeda dari temannya, sebuah ketegasan yang baru dan dingin, hasil dari klaim teritorialnya.

​Noa menyikut pelan lengan Aiden.

"Kau terlihat lebih tenang, Aliston," komentar Noa, suaranya mengandung sindiran.

"Cokelat panas Xavier tidak lagi membuatmu panik?"

​Aiden meliriknya, tatapannya datar, memegang tas tangan kulitnya dengan cengkeraman terkontrol.

"Helena adalah aset yang kini dijamin keamanannya. Variabel Eoscar telah dikendalikan secara pribadi. Kita kembali ke Boston untuk mengendalikan variabel bisnis."

​"Milikmu mutlak," koreksi Noa, menyeringai.

"Jangan khawatir, aku tidak akan mengganggu asetmu lagi. Tapi aku menagih janji, Aliston."

​Aiden mengangguk. Mereka berhenti sebentar di pintu kaca otomatis yang memisahkan mereka dari landasan pacu.

​"Tugasmu dimulai sekarang, Ryder. Winston adalah masalahmu, yang menjadi masalahku. Tutup celah Winston. Aliansinya dengan Eoscar akan merepotkan kita di masa depan."

​Noa tersenyum, kali ini senyum serius, tanpa nada mengejek. Dia mencondongkan tubuh sedikit, menurunkan suaranya.

​"Kita akan menutup celah Winston. Tapi target kita bukan Riana yang gila, atau bahkan Adeline Winston."

​Aiden mengerutkan alisnya, Aiden selalu berasumsi Winston adalah blokade yang harus dihindari.

​"Maksudmu Oliver Winston?" tanya Aiden, suaranya mengandung kekesalan karena Noa menunda-nunda ke inti masalah.

​"Tepat, Putra tertua keluarga Winston" tegas Noa, matanya berkilat penuh rencana.

"Pimpinan Resmi itu adalah target kita. Bukan untuk memutuskan aliansi Winston, tapi untuk mempersempit jarak kekuasaan Winston atas pasar."

Aiden tidak menduga bahwa demi Adeline, Noa bersedia menggunakan jalan memutar yang penuh risiko.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!