NovelToon NovelToon
Duda Dan Anak Pungutnya

Duda Dan Anak Pungutnya

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Diam-Diam Cinta / Cinta Terlarang / Crazy Rich/Konglomerat / Duda
Popularitas:7.8k
Nilai: 5
Nama Author: ScarletWrittes

carol sebagai anak pungut yang di angkat oleh Anton memiliki perasaan yang aneh saat melihat papanya di kamar di malam hari Carol kaget dan tidak menyangka bila papanya melakukan hal itu apa yang Sheryl lakukan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScarletWrittes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 27

Fitri dan Dinda

“Lu hari ini ada ngajar nggak, si Fitri?”

“Ada, tapi cuma dua atau tiga pelajaran doang sih. Emang kenapa?”

“Gua mau ajak jalan hari ini. Gua mau kencan sama pacar gua.”

“Pacar? Dapat dari mana pacarnya? Kok gua baru tahu lu punya pacar. Selama ini lu nggak pernah ngomong apa-apa sama gua. Parah, emang. Bukan sahabat lu kayaknya gua!”

Fitri langsung marah ketika Dinda berkata demikian. Padahal Dinda ingin menjelaskan, tapi Fitri keburu marah kepadanya.

“Mama, dengerin dulu anakmu berbicara. Jadi, anakmu ini baru mau mengenal pria.”

“Kalau baru mengenal, kenapa bilangnya pacaran? Terus, tuh cowok dapat dari mana? Hah? Lu bener-bener kelewatan ya, nggak ngasih tahu gua siapa tuh pria. Awas aja kalau ternyata dia orang yang nggak bener!”

“Dia gua ketemu dari aplikasi kencan sih, tapi gua sendiri belum pernah ketemu dia. Gua juga takut, cuma kalau lihat di profil picturenya, dia cakep sih.”

“Lu bener-bener ya! Kalau misalkan dia orang nggak bener gimana? Lu nggak takut diapa-apain? Gua aja takut. Udah, nggak usah pergi, ah! Ada-ada aja lu. Udah, pergi mah sama gua aja, jangan sama tuh cowok. Takut gua! Jangan-jangan tuh laki mau macam-macam lagi sama lu!”

Dinda selalu mendengar saran dari Fitri karena menurutnya, saran Fitri selalu benar dan tidak pernah meleset sedikit pun.

“Jangan gitu dong. Gua kan juga pengen punya pacar. Nih, kalau nggak percaya, coba lihat fotonya deh. Siapa tahu dari fotonya lu bisa menilai dia cowok yang baik atau enggak.”

Dinda langsung menunjukkan handphonenya kepada Fitri. Fitri melihat foto pria itu dengan tatapan diam dan sinis.

“Kenapa? Pria itu nggak bener ya?”

“Ya udah deh, kalau nggak bener, nggak apa-apa. Gua nggak mau ketemu deh sama pria itu.”

Dinda merasa sedih. Padahal ia penasaran dengan pria itu dan hanya ingin coba kenal dulu. Tapi Fitri sudah keburu marah.

“Ya udah, lu boleh ketemu dia, tapi gua temenin ya. Gua temenin dari jarak jauh. Pokoknya kalau misalkan dia macam-macam sama lu, gua langsung labrak tuh pria. Paham nggak lu?”

“Ye, makasih Mama orang baik. Kalau gitu nanti temenin aku beli baju ya buat ketemu pria itu. Terus nanti habis itu kalau misalkan berhasil, aku akan traktir Mama. Tapi kalau misalkan nggak berhasil, maaf ya kalau jadi beban, soalnya pasti kos-kosan lu jadi tempat nginep gue.”

“Ya udah, nggak apa-apa. Santai aja. Lagian tempat kos gua juga udah kayak rumah kita berdua kok. Jadi menurut gua nggak masalah kalau lu nginep di sana. Gua malah seneng kok kalau lu nginep. Jadi gua punya temen.”

Dinda yang mendengar itu merasa senang. Akhirnya mereka kembali ke rutinitas masing-masing. Mereka ingin menyelesaikan rutinitas agar tidak mengganggu jam pelajaran atau jam kosong nanti.

---

Carol dan Anton

Sementara itu, Carol yang lagi di kelas merasa bete dan kangen kepada papanya. Ia pun mencoba mengirim pesan.

“Hai Papa, Papa masih meeting?”

“Udah nggak, sayang. Papa lagi makan siang. Kamu udah makan?”

“Udah. Tadi aku makan masakan Bibi yang kemarin kita makan itu. Kenapa, emangnya, Pa?”

“Kamu kayaknya lagi bete, deh. Pelajarannya bosenin ya? Atau kamu lebih suka di rumah daripada di sekolah?”

Carol ketahuan banget lagi bete. Padahal dia berusaha agar tidak terlihat begitu di depan papanya.

“Maafin aku ya, Pa. Soalnya aku beneran lagi bete aja sih, nggak tahu kenapa. Mungkin nanti betenya juga bakal hilang sendiri.”

“Ya nggak apa-apa, namanya juga sekolah. Wajar lah kalau kamu merasa bete. Tapi lama-lama juga nanti hilang sendiri. Kamu cari kesibukan aja—baca buku kek, belajar kek.”

“Aku pengen pergi ke mall. Papa mau temenin aku nggak nanti?”

“Boleh, pas kamu pulang sekolah.”

Carol yang membaca itu langsung tersenyum senang.

“Iya, pas pulang sekolah Papa jemput aku gitu?”

“Iya dong. Kan Papa udah janji mau jemput kamu. Bukannya kamu seneng kalau Papa jemput? Kalau nggak seneng, ya nggak apa-apa, Papa nggak jemput.”

“Ih, kok gitu sih! Kan aku belum bilang, kok Papa udah ngomong gitu. Nggak adil nih buat aku.”

“Ya udah, iya-iya. Cuma bercanda, kok. Nanti kalau kamu udah pulang sekolah, kasih tahu Papa ya. Nanti Papa jemput kamu deh. Tenang aja, kamu nggak bakal nunggu lama. Papa pasti duluan ke sana.”

Carol merasa senang dengan sikap papanya yang selalu sigap menghadapi dirinya.

“Ya udah, Pa. Kalau gitu aku belajar dulu ya. Bye Papa, semangat kerjanya.”

“Semangat juga, sayang. Sekolahnya yang rajin, ya.”

Chat itu pun berakhir di situ.

---

Anton dan Sekretaris

Tak lama kemudian, sekretaris Anton mengetuk pintu ruangannya.

“Permisi, Pak. Nanti jam tiga sore Bapak ada meeting di luar dengan klien penting. Apakah Bapak berkenan?”

“Kalau dimajuin aja bisa nggak? Soalnya saya lagi kosong.”

“Masalahnya klien kita lagi ada jadwal, Pak. Mungkin setelah jam sekarang baru bisa.”

“Ya udah, kamu atur aja. Tapi jangan sampai bentrok sama jam anak saya pulang sekolah. Saya udah janji mau makan siang bareng dan pergi ke mall sama dia.”

Sekretaris itu hanya diam, tidak bisa berkata apa-apa. Ia pun mencoba memikirkan cara agar klien mau dimajukan waktunya.

Ia tahu, urusan dengan nona Carol selalu membuatnya pusing. Soalnya Pak Anton tidak pernah bisa menolak keinginan anaknya. Baginya, Carol adalah seperti intan berlian yang sangat berharga untuk dijaga.

Anton mulai bingung harus makan di mana nanti bersama Carol. Padahal Carol tidak suka makanan yang aneh-aneh, tapi entah kenapa Anton selalu kesulitan menebak makanan yang disukainya.

Akhirnya, ia memutuskan untuk bertanya pada sekretarisnya—karena sekretaris itu punya anak perempuan, jadi mungkin lebih paham cara memperlakukan anak perempuan dengan baik.

Tak lama, sekretarisnya masuk lagi ke ruangan. Anton tersenyum melihatnya datang. Sekretaris itu justru merasa gugup tanpa tahu kenapa.

“Ada apa, Pak? Kok muka Bapak kelihatan bahagia banget. Tapi saya seneng sih lihat Bapak bahagia.”

“Jadi gini, saya mau nanya. Menurut kamu, cara mentraktir anak perempuan yang baik itu gimana?”

“Menurut saya, sih, cukup lihat dia bahagia aja, Pak. Soalnya saya juga nggak tahu pasti. Kalau anak perempuan saya sukanya makanan enak, boneka, sama es krim. Tapi kalau anak Bapak kan udah ABG. Anak saya masih kecil, masih SD.”

Anton merasa pertanyaannya agak salah sasaran, tapi tak apa—bisa jadi pembelajaran agar lain kali lebih paham kebutuhan Carol.

“Kalau alat kosmetik, menurut kamu gimana?”

“Biasanya anak-anak ABG suka kosmetik, Pak, karena mereka merasa itu kebutuhan sehari-hari. Mereka sering ke mall buat beli kosmetik. Tapi disarankan jangan terlalu sering pakai, karena bisa merusak kulit juga. Kalau bisa, pakai sunscreen atau lip balm aja, itu lebih baik daripada pakai kosmetik tebal kayak orang kerja.”

Anton mendengarkan dengan saksama. Perlahan, ia mulai memahami. Tapi dalam hati sekretarisnya merasa agak canggung karena topiknya cukup pribadi.

1
partini
papa mu bukan papa kandungmu
lah
partini
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!