Niat hati hanya ingin membalas perbuatan sepupunya yang jahat, tetapi Arin justru menemukan kenyataan yang mengejutkan. Ternyata kemalangan yang menimpanya adalah sebuah kesengajaan yang sudah direncanakan oleh keluarga terdekatnya. Mereka tega menyingkirkan gadis itu demi merebut harta warisan orang tuanya.
Bagaimana Arin merebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nita kinanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Kebohongan
Tetapi semakin dekat berjalan, Tania kembali gusar. Ternyata Gama sedang berbicara dengan Arin. Mereka terlihat sangat serius. Kemudian Tania melihat Gama membisikkan sesuatu ke telinga Arin hingga Arin tertawa.
Tania benar-benar terbakar. Rasanya dia ingin berteriak saat itu juga.
"Sayang... " panggil Tania yang membuat Gama menoleh. "Kenapa kamu di sini? Kenapa tidak mencariku di dalam?" serunya dengan wajah cemberut yang dibuat-buat agar menimbulkan kesan imut, sangat tidak singkron dengan suasana hatinya yang sebenarnya.
"Aku baru mau kesana, tapi malah bertemu Arin di sini, jadi kami ngobrol sebentar," terang Gama.
"Halo Tania," sapa Arin.
Tania menatap Arin untuk memastikan jika matanya tidak salah. Tapi semakin dia menatap Arin semakin panas perasaannya.
"Sepertinya kamu tadi tidak mengenaliku," ucap Arin. "Aku bisa memaklumi itu. Kamu terbiasa melihatku berpenampilan seperti buruh pabrik, bahkan akhir-akhir ini aku malah lebih sering terlihat seperti pembantu," sindir Arin.
"Apa yang sedang kalian bicarakan?" Tania basa basi kepada Gama, mengabaikan Arin yang sedang berbicara kepadanya. Bibir Tania masih bisa menampilkan seulas senyum padahal batinnya sudah menyala-nyala.
"Kami membicarakan bisnis tentu saja. Apa Gama tidak bercerita kepadamu kalau perusahaan kami melakukan kerja sama?" sahut Arin sebelum Gama sempat menjawab.
Tania hampir tertawa, meremehkan seperti biasanya.
"Kenapa? Kamu tidak percaya? Silahkan, tanya sendiri pada tunanganmu!"
Dulu Tania akan segera menyebut Arin halu. Tapi setelah melihat kejadian tadi, Tania tahu Arin tidak pernah halu. Semua yang Arin katakan adalah kenyataan. Dia saja yang terlalu menganggap remeh Arin hingga sekarang dia terkena batunya.
"Benarkah yang dia katakan?" Tania menoleh kepada Gama.
Gama tidak bisa berkata-kata. Dia menatap Arin kemudian Tania secara bergantian tidak tahu harus menjawab apa. Dia memang akan menceritakan soal ini kepada Tania, tapi sekarang belum saatnya.
"Jadi dia juga tidak memberi tahu kamu kalau kami sering bertemu? Aku pernah beberapa kali datang ke perusahaannya. Kamu bisa tanya asistennya kalau tidak percaya."
"Bahkan besok pagi aku akan datang lagi ke perusahaannya untuk membahas pengiriman yang ke-dua. Benar, kan Pak Gama? Dimas memberi tahu aku kemarin."
Tania hampir tidak bisa bicara. Dia menatap Gama dengan tatapan marah dan kecewa. Bisa-bisanya hal sepenting ini tidak dia ceritakan kepadanya.
"Kamu bisa ikut kalau tidak percaya," ucap Arin semakin memperburuk perasaan Tania.
Tania bergegas pergi dengan wajah terlihat hampir menangis. Dia sudah cukup malu hari ini karena tidak tahu menahu soal Arin yang tiba-tiba muncul dan menjadi pusat perhatian.
Ditambah rasa kecewa karena ternyata Gama juga mengetahui siapa Arin tapi tidak memberi tahu dirinya, bahkan perusahaan mereka sampai melakukan kerja sama. Sejauh itu hubungan Arin dan Gama, tapi Tania tidak tahu apa-apa.
Gama menatap Arin dengan tatapan sedikit kesal.
"Sepertinya dia cemburu," ejek Tania.
"Tania tidak akan pernah cemburu dengan siapapun. Dia tahu tidak akan ada yang bisa merebut posisinya di hatiku!" tukas Gama, menatap Arin tajam untuk mengintimidasi Arin agar jangan main-main dengan dirinya.
"Dengan kamu tidak memberitahu dia soal hubungan kerja sama kita saja, aku tahu kalau aku sudah memenangkan setengah tempat di hatimu," ucap Arin sambil tersenyum centil, tidak takut sama sekali dengan tatapan tajam Gama. Di matanya, tatapan Gama hanya terlihat seperti gertakan saja.
"Kalau aku tidak bisa merebut posisinya di hatimu, lalu kenapa kamu masih di sini? Sana, susul tunanganmu! Jangan malah diam menatapku seolah kamu sudah jatuh cinta padaku!" lanjut Arin.
Gama tidak berkata-kata lagi. Dia segera berbalik dan langsung pergi agar Arin tidak melihat wajahnya yang memerah. Bukan karena marah, tapi karena tersipu oleh kata-kata gadis itu.
"Gadis itu!" batin Gama gemas dan geram seperti biasanya saat dia menghadapi Arin.
Arin selalu bisa membuat perasaannya seperti rollercoaster. Emosinya naik turun dengan cepat. Dari senang kemudian marah, atau dari marah kemudian tiba-tiba berubah jadi berbunga-bunga seperti saat ini. Tania tidak pernah membuatnya merasa seperti ini.
* * *
Tania benar-benar marah. Di bahkan tidak menunggu Gama yang sudah meluangkan waktu untuk datang menjemputnya. Tania lebih memilih pulang naik taksi.
Sampai di rumah,
"Dimana papa?!" tanya Tania pada Murni yang membukakan pintu. Wajahnya tampak ditekuk-tekuk dan terlihat seperti habis menangis.
"Ada di ruang kerja, Non," jawab Murni. Tania langsung menuju ruang yang disebut Murni.
Tania langsung masuk tanpa mengetuk pintu. "Apa papa tahu siapa sebenarnya keponakan kesayangan papa itu?!" tanya Tania begitu masuk, membuat Pandu sedikit terkejut.
"Siapa maksudmu?" tanya Pandu sambil menutup berkas dengan sampul berwarna hijau yang sedang dia pegang.
"Siapa lagi kalau bukan si gajah bengkak itu!" Tania melipat tangannya di depan dada dan terlihat sangat marah. "Ternyata dia seorang direktur. Selama ini ternyata kita telah dibohongi!"
"Apa yang kamu bicarakan? Bukankah kamu yang bilang kalau dia seorang buruh pabrik? Kamu mengatakan sendiri kalau Arin telah menipu Darsih. Papa percaya sama kata-katamu."
"Tidak, pa. Itu tidak benar! Tadi dia datang ke peragaan busana, dan dia duduk di depan bersama tamu-tamu terhormat lainnya."
"Semua orang bisa datang ke acara itu. Mereka bisa membeli tiketnya dengan mudah. Kalau bisa membayar mahal, maka akan mendapatkan kursi yang paling depan. Kamu juga tahu itu," jawab Pandu logis.
"Hampir semua orang mengenalinya. Dan hanya aku yang tidak tahu siapa dia! Hanya kita, yang tidak tahu siapa dia! Ternyata dia memang seorang direktur. Dia direktur perusahaan Aji Saka."
"Direktur apa? Mana mungkin Arin jadi direktur? Tania, jangan membuat papa bingung. Kamu yang mengatakan jika Arin seorang buruh pabrik dan papa percaya. Sekarang kamu mengatakan jika dia seorang direktur. Apa papa juga harus percaya?"
Tania terlihat frustasi. Dia bingung bagaimana cara menjelaskan pada papanya. Tapi sejak awal ini memang salahnya.
"Ahhh... Sudahlah! Papa punya banyak kenalan. Coba tanya pada mereka," ucap Tania putus asa. Gadis itu kemudian pergi meninggalkan ruang kerja papanya semakin kecewa karena Pandu tidak percaya padanya.
Pandu terlihat melamun setelah kepergian Tania. Perusahaan Aji Saka, dia memang pernah mendengar namanya. Tapi Pandu tidak begitu tahu karena perusahaan itu berbasis di luar kota dan memang mereka menjalankan bisnis yang berbeda.
Iseng Pandu menghubungi salah satu kenalannya, lalu menanyakan soal perusahaan Aji Saka.
"Ya, Perusahaan itu di pimpin oleh seorang wanita. Aku hampir mengira dia putrimu karena dia juga menyandang nama Laksamana. Tetapi ternyata bukan, karena putrimu seorang model," jawab teman Pandu ketika dia menanyakan soal perusahaan Aji Saka.
Wajah Pandu terlihat muram setelah dia menutup teleponnya. Ternyata benar Arin telah membohongi dia dan keluarganya. Tapi untuk apa Arin yang terlihat polos itu berbohong kepadanya?
"Apa aku sedang memelihara ular di rumahku?" gumam Pandu.
jdi greget sendri aq kak ,boleh tak aq pukul ,aq tau nimpuk pakai sandalll🤣🤣🤣