Wanita yang sering menangis dalam sujudnya, dia adalah Syifa Salsabila, seorang istri yang selalu dihina dan direndahkan ibu mertua dan saudara iparnya lantaran ia hanya seorang ibu rumah tangga tanpa berpenghasilan uang membuatnya harus berjuang. Dengan kesabaran dan perjuangannya yang tak kenal lelah akhirnya kesuksesan pun berpihak padanya. Akankah ia balas dendam setelah menjadi sultan? ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FAMALIN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Tiba-tiba dengan tidak sengaja Syifa melihat suaminya sedang berjalan berdua dengan seorang wanita.
"Bukannya itu Mas Fahri ya? kok berduaan dengan seorang wanita?" Gumamnya pelan namun terdengar oleh sang Security.
"Iya, Mbak. Itu memang Pak Fahri bersama dengan Ibu Tania managernya."
"Tapi bukannya manager suami saya itu laki-laki, Pak? kalau nggak salah namanya Pak Dar siapa gitu?"
"Iya, Mbak. Pak Darmoko lengkapnya."
"Nah bener namanya Pak Darmoko. Tapi kok managernya sekarang ganti?"
"Perhari ini Pak Darmoko dimutasi ke luar kota, Mbak. Lalu jabatannya yang disini di tempati oleh Bu Tania itu."
"Oh, kalau gitu boleh kah saya minta tolong, Pak? Suruh Pak Fahri menemui saya sebentar!"
"Baik, Mbak. Tapi ini dengan ibu siapa ya?"
"Saya Syifa Salsabila, istrinya Pak Fahri. Bilang saja sudah ditunggu gitu!"
"Okay. Tunggu bentar ya, Mbak."
"Heum. Terima kasih, Pak."
Sambil menunggu sang Suami datang Syifa duduk di tempat tunggu yang sudah disediakan. Dalam benaknya masih bertanya-tanya 'apakah selama di kantor mas Fahri sering jalan berdua dengan wanita non mahram? walau hanya sekedar hubungan rekan kerja, tapi kenapa perasaanku nggak enak ya? Hmm ...' ungkapnya dalam hati cemburu.
Syifa masih terus teringat dengan raut wajah wanita yang sedang bersama suaminya tadi. Hatinya mulai tak nyaman seolah ada firasat buruk yang sedang menganggu pikirannya.
"Syifa ..." Panggil Fahri setelah sampai di ruang tunggu.
Syifa tidak menyahut, pikirannya masih terfokus dengan nama wanita yang sedang bersama suaminya tadi seolah tidaklah asing terdengar baginya.
"Syifa ... Hallo, Assalamualaikum ..." Sapa Fahri lagi sambil menggoyangkan tangannya.
"Eh, Mas Fahri ..." jawabnya spontan.
"Jawab dulu salamnya, Syifa!"
"Iya, Wa'alaikumussalam. Mas Fahri sudah makan?"
"Sudah barusan dengan manager Mas."
"Managernya wanita apa Pak Darmoko?"
"Hmmm ..." Jawab Fahri bingung antara ingin jujur tapi takut istrinya berfikir yang berlebihan tapi kalau harus bohong perasaannya pun juga merasa tidak tenang, walau sebenarnya istrinya itu sudah lah tahu sejak awal.
"Bilang saja managernya wanita, Mas! Super cantik dan seksi. Iya kan?"
"Kamu tahu?"
"Heum. Kalau nggak salah namanya ibu Tania, bukan?"
"Benar! nama lengkapnya Tania Puspita. Seorang wanita karir yang berkedudukan tinggi sebagai manager dan lulusan universitas terbaik." Sahut Tania tiba-tiba datang di antara Syifa dan Fahri.
Syifa dan Tania saling berpandangan dengan intens, dari ujung sepatu mereka hingga ujung hijab Syifa dan rambut Tania.
"Fahri, inikah istrimu yang pengangguran itu?"
"Maaf Bu Tania, Saya izin keluar bentar dengan istri saya. Dan saya mohon Bu Tania bisa menjaga attitude Anda selayaknya atasan yang baik!"
Fahri menarik tangan Syifa lalu mengajaknya ke kantin perusahaan segera dengan meninggalkan Tania sendiri.
"Duduklah dulu, Syifa! Mas pesankan air minum buat kamu!"
"Nggak usah repot-repot, Mas. Aku ingin segera pulang saja, Maaf jika aku kesini tidak meminta izin dulu sama Mas. Aku hanya ingin mengantar bekal makan siang ini, karena kebetulan aku masak kesukaannya Mas Fahri. Tapi ternyata ..."
"Syifa, Mas harap kamu jangan su'udzon dulu! Mas bisa jelaskan tadi kenapa bisa mas makan siang berdua dengan Tania."
"Mendengar nama Tania sepertinya aku tak asing dengan nama itu, Mas?"
"Dia adalah tetangga kita, Lebih tepatnya anaknya pak lurah."
"Yang dulu pernah di spill oleh dek Fani itu Kan? Seorang gadis yang katanya pernah suka sama Mas juga?"
"Biarkan saja dia yang suka, yang penting Mas nggak suka dengan dia!"
"Terus kenapa ada makan siang bersama? Berdua pula? Sedangkan di kantor ini staff-nya kan juga banyak? kenapa harus Mas yang terpilih? Seorang laki-laki yang sudah mempunyai istri pula, seperti nggak ada staff yang lain aaja??"
"Syifa, hilangkan lah dulu rasa cemburumu itu, biar prasangkamu nggak semakin melebar kemana-mana! Tania memang masih menyukai Mas, tapi demi Allah Mas nggak suka dengan dia! tentang makan siang tadi itu hanyalah sebuah perintah atasan yang sulit ditolak oleh bawahan, itu saja, nggak ada niat yang lain!"
"Okay, Karena Mas Fahri berani membawa nama Allah maka sekarang aku percaya dengan perkataan Mas, Tapi ingat iman manusia itu sifatnya naik turun, Mas. Jadi jangan suka menjembatani sesuatu yang bisa berkemungkinan ke hal-hal yang buruk! Dan berhubung Mas Fahri sudah makan maka bekalnya ini aku bawa pulang kembali, lanjut lah bekerja, maaf jika aku mengganggu, Assalamualaikum," ucapnya terakhir lalu pergi begitu saja dengan perasaan yang kecewa.
"Wa'alaikumussalam ... Arrggg, Kenapa harus ada Tania sih masuk ke dalam dunia kerjaku, kan akhirnya jadi semakin rumit gini? hufft ..." Gerutunya seolah tidak ingin bertemu dengan Tania lagi.
~
Dengan rasa cemburu, curiga dan kecewa masih terus menggelayuti hatinya, membuat Syifa sepanjang perjalanan ia tak fokus berkendara.
Tiba-tiba di sebuah perempatan ia terserempet dengan sebuah mobil yang melintas di jalan yang sama.
BRUKK suara motor Syifa terjatuh ke pinggir jalan, tangannya sedikit tertindih oleh body motor hingga salah satu jarinya ada yang terluka.
Pengemudi mobil itu pun turun dan segera menghampiri Syifa untuk menolongnya, sebagai bentuk tanggung jawab dari kecelakaan itu, walau sebenarnya yang salah adalah Syifa sendiri karena ingin belok ke kanan tapi lupa menyalakan lampu sein.
"Maaf Mbak saya tidak sengaja, Ada yang sakit?" Tanya pengemudi mobil itu yang suaranya tidak lah asing bagi Syifa.
"Bang Zaki ..." Jawab Syifa kaget saat melihat wajah pria yang kini sedang menolongnya.
"Mbak mengenal saya?" Karena Syifa sedang memakai Helm dan masker maka Zaki tidak lah mengenali dirinya.
"Ini saya, Bang." jawab Syifa sambil melepas helm dan maskernya itu.
"Mbak Syifa ... Oh Ya Allah, di rumah sering bertemu kenapa di jalan juga harus bertemu lagi sih?" protesnya antara senang dan kecewa.
"Ha? Maksudnya, Bang?"
"Ah, nggak! Maksud saya dunia ini seperti selebar daun kelor ya, Mbak? Di rumah kita sering bertemu dan di jalan pun juga masih harus bertemu lagi, aneh kan?"
"Saya juga nggak tahu, Bang. Btw Bang Zaki bawa kotak P3K nggak? Ini jari tanganku ada yang lecet berdarah sedikit, Bang."
"Oh iya, saya bawa kok, Mbak. Bentar aku ambilin di mobil dulu ya?"
"Heum."
Sambil berjalan menuju ke mobil, Zaki sempat menggerutu "Tuh kan, Allah nggak adil? Sudah tahu aku nggak mungkin bisa memilikinya, tapi kenapa terus diberi kesempatan bertemu lagi dan lagi Ya Allah?" protesnya lupa bahwa apapun yang dikehendaki-Nya pasti itu yang terbaik.
Zaki mengambil kotak P3K dan 2 botol minuman dingin dari mobilnya, yang juga baru di belinya di minimarket beberapa menit yang lalu.
"Nih, Mbak. Minum dulu! panas-panas gini pasti Mbak Syifa haus kan?"
"Iya, Bang. Terima kasih. Tapi aku ingin mengobati luka ini dulu dan ingin segera pulang!"
"Baiklah, sini aku bantuin?"
"Nggak perlu, Bang. Terima kasih."
"Jangan Terima kasih terus! memang sudah selayaknya sebagai pengendara mobil harus bertanggung jawab pada pengendara motor saat terjadi kecelakaan."
"Tapi ..."
"Itu yang terluka jari tangan kanan Mbak Syifa kan? Kalau nggak saya bantuin emang Mbak Syifa bisa ngobatin sendiri pake antiseptik dan betadine ini?"
"Kalau gitu nggak jadi aja deh, Bang! Biar nanti Mas Fahri yang ngobatin luka-luka ini, tolong bantuin saya nyalain motor saja, karena sebaiknya saya segera pulang!"
"..."