Ini Adalah Lanjutan Dari Novel Tujuh Pedang Pelindung Sebelumnya 🙏🏻
Di Harapkan Untuk Membaca Novel Sebelumnya Terlebih Dahulu Agar Tidak Bingung Dengan Ceritanya 👍🏻
Dahulu Kala Sebuah Kerajaan Hebat Bernama Cahaya, Di Serang Oleh Raja Kegelapan Yang Bersekutu Dengan Iblis. Para Ksatria Cahaya Turun Atas Perintah Raja Cahaya Pertama, Namun Saat Mereka Terdesak Tiba Tiba Sebuah Cahaya Muncul Di Hadapan Mereka Dan Berubah Menjadi Sebuah Pedang Yang Kuat. Pedang Itu Di Namai Sebagai Pedang Pelindung
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon XenoNovel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berkelanjutan
Saat kereta api tiba di stasiun. Owen melihat Ziaz dan kawan kawan keluar dari gerbong nomor lima dan berjalan pergi dari stasiun.
"Sekarang, sisa yang ini pulak." gumam Owen sambil melihat ke arah Helena, yang sedang menurunkan barang barang miliknya.
Helena pun berjalan keluar dari gerbong kedua tanpa menyadari kehadiran Owen di gerbong tersebut. Melihat hal tersebut, Owen pun mulai keluar dari dalam gerbong dan bergegas pulang ke rumahnya.
Sementara itu, Ziaz dan kawan kawan masih kebingungan karena mereka tidak melihat Owen.
"Sebentar, seharusnya Owen naik kereta api juga kan?" ucap Valiant.
"Seharusnya begitu, tapi saat aku keluar aku tidak melihatnya." saut Lawkei.
"Mungkin dia sudah duluan lari," ujar Ziaz.
Mereka yang mendengar perkataan Ziaz itu pun, langsung berlari dengan cepat yang membuat Ziaz kebingungan. "Wey! Kalian mau kemana!" teriak Ziaz.
"Mengejar Owen lah!" jawab Valiant.
Ziaz yang melihat itu pun terdiam sejenak. "Padahal aku cuman bilang bilang saja," ucap Ziaz.
Ziaz pun melihat ke belakang untuk memastikan terlebih dahulu. Namun dia sangat terkejut ketika melihat Helena yang sedang membawa peralatannya sambil turun dari tangga stasiun.
"Helena?" ujar Ziaz.
Ziaz berlari ke arah Helena yang kelihatan sedikit pusing karena baru bangun tidur. Helena pun terkejut ketika Ziaz tiba tiba muncul di hadapannya dan langsung mengambil peralatannya.
"Eh, Ziaz?!" ucapnya.
Helena pun kebingungan karena Ziaz yang tiba tiba datang entah dari mana dan langsung membantunya untuk membawa peralatan miliknya.
"Kenapa kau kembali sangat cepat?" tanya Ziaz sambil memegangi Helena agar dia tidak terjatuh.
Helena hanya diam dan tidak menjawab pertanyaan dari Ziaz itu. Ziaz pun kebingungan karena melihat Helena yang sedang sedikit pusing.
"Ada apa denganmu? Apa kau demam?" ujar Ziaz yang khawatir.
Helena menggelengkan kepalanya. "Tidak... Aku hanya kurang tidur saja..." jawab Helena.
Ziaz terdiam sejenak. Dia melihat wajah Helena yang mulai pucat seperti sedang demam. Tanpa banyak, Ziaz berdiri di hadapan Helena dan mulai membungkuk sedikit.
"Naiklah." kata Ziaz.
"A-apa?" Helena terkejut.
"Kau butuh istirahat bukan? Tidurlah di pundakku terlebih dahulu," ujar Ziaz sambil memberikan kode menggunakan tangannya.
Helena yang mendengar itu pun langsung terdiam. Wajahnya memerah seketika, hatinya mulai berdetak kencang. Dengan hati-hati, Helena naik ke punggung Ziaz.
"Aku gak berat, kan?" bisik Helena.
Ziaz tersenyum kecil. "Hahaha, itu tidak mungkin."
Mereka berdua pun mulai berjalan menjauh dari stasiun kereta api itu. Helena mulai merasa sangat nyaman ketika dagunya berada di pundak Ziaz. Tanpa sadar, Helena tiba tiba tertidur di punggung Ziaz.
Ziaz yang melihat itu pun langsung tersenyum. "Kau berlatih dengan bersungguh-sungguh ya? Sampai kurang tidur begini..." ucap Ziaz dengan pelan.
Ziaz pun melihat ke arah tas anggar milik Helena, yang sedang dia pegang di tangan kanannya. "Kenapa aku jadi teringat masa lalu?" gumam Ziaz.
Disisi lain, Kimberly baru pulang dari sekolah. Dia langsung berjalan ke kamarnya dan mengunci pintu yang membuat Pelayannya khawatir.
Pelayan mengetuk pintu kamar Kimberly. "Tuan putri, apa kau ingin makan sesuatu yang manis?"
"Tidak..." jawab Kimberly.
"Kau yakin?" tanya pelayan.
Kimberly pun hanya diam dan tidak menjawabnya. Namun tiba tiba, bel pintu luar berbunyi. Pelayan pun langsung berjalan ke arah pintu depan untuk membukakan pintu.
Saat dia membuka pintu depan, dia terkejut ketika melihat anak dari keluarga kaya raya bernama Felix datang sambil membawakan bunga.
"Oh, selamat sore bro. Apa putri Kimberly ada di dalam?" tanya Felix.
Pelayan menyipitkan matanya karena mendengar perkataan Felix itu. "Untuk sekarang, putri tidak ingin di ganggu siapapun. Termasuk kau,"
Pelayan ingin menutup kembali pintu tersebut, namun Felix menahannya. "Apa apaan ini? Apa kau ingin melawanku?"
"Felix, sudah berapa kali ku katakan, kalau tuan putri tidak ingin bertemu denganmu!" ujar Pelayan.
"Kenapa huh? Apa karena dia sudah berpacaran dengan orang lain?" ucap Felix.
Pelayan yang mendengar itu pun mulai kesal. "Tuan putri tidak memiliki pacar! Jaga omonganmu itu. Di keluarganya tidak di ajarkan untuk berpacaran, kau mengerti?"
Felix yang mendengar perkataan pelayan itu pun mulai ketakutan. "Oke oke, aku akan pergi dari sini. Tapi tolong kasih bunga ini kepada Kimberly,"
Pelayan mengambil bunga tersebut dari tangan Felix dan langsung menutup pintu dengan sangat kuat yang membuat Felix terkejut.
Felix yang melihat itu pun langsung menendang pintu tersebut karena kesal. "Sial, kenapa malah dia yang berjaga di rumah. Kemana Raja Jingga?" ujar Felix yang kesal.
Di dalam rumah, pelayan membuang bunga milik Felix ke dalam tong sampah karena dia tau kalau Kimberly tidak akan mau menerima bunga dari anak kurang waras itu.
"Sialan, padahal putri lagi kurang bahagia karena memikirkan masalah tunangan itu. Lalu anomali itu malah datang sambil membawa bunga pulak, ada-ada saja." ucap pelayan sambil membersihkan tangannya.
Tiba tiba bel pintu depan berbunyi lagi. Pelayan yang mendengar itu pun mulai semakin kesal, dia berjalan ke arah pintu depan dengan cepat.
"Sudah berapa kali ku katakan! Putri Kimberly tidak ingin bertemu denganmu!" ujar pelayan.
Pelayan membuka pintu tersebut dengan cepat. Namun dia sangat terkejut ketika melihat Raja Jingga yang berada di hadapannya.
"Kau tadi berteriak kepada siapa?" tanya Raja Jingga.
Pelayan yang melihat itu pun langsung panik. "Maaf, Yang Mulia... Itu tadi aku sedang berteriak kepada pelayan baru,"
"Begitu ya? Kau ternyata bisa berteriak juga ya," ucap Raja Jingga sambil berjalan masuk ke dalam.
Melihat ekspresi Raja Jingga yang sangat datar, pelayan itu pun mulai keringat dingin karena dia takut kalau dirinya akan di pecat oleh Raja Jingga dan tidak bisa menjaga Kimberly lagi.
"Gawat... Ini benar benar gawat..." gumam pelayan.
Raja Jingga pun mulai duduk di sofa ruang tamu dan para pelayan lainnya mulai membawakan minuman untuk Raja Jingga.
"Apa Kimberly sudah mau keluar dari kamar?" tanya Raja Jingga.
"Belum, Yang Mulia... Nona Kimberly tidak ingin keluar dari kamarnya semenjak dia pulang dari sekolah," jawab pelayan sambil menuangkan minuman kepada Raja Jingga.
Raja Jingga yang mendengar itu pun, langsung memanggil pelayan pribadi putrinya itu.
"Hey kau! Kenapa kau masih berada di dekat pintu depan!" ujar Raja Jingga.
Pelayan yang mendengar itu pun bergegas berlari ke arah Raja Jingga karena dia ketakutan.
"Ada apa, Yang Mulia?" tanyanya.
Raja Jingga menghela nafasnya sejenak. "Mulai besok, aku ingin kau mencari tau tentang apa saja yang di lakukan oleh putriku saat sedang bersekolah."
Pelayan kebingungan. "Untuk apa, Yang Mulia?" ujarnya.
Raja Jingga meminum minumannya. "Aku sangat yakin kalau anak itu sedang menyukai salah satu temannya, di sekolah."
( END CHAPTER 27 )