Pesona Di Balik Cadar

Jasmine mengucek-ngucek matanya saat mendengar teriakkan Keenandra. Gadis itu masih mengumpulkan nyawanya sebelum bangkit dari tempat tidur.

"Astaghfirullah sudah pukul setengah satu siang. Aku belum sholat Dzuhur."

Jasmine hendak membersihkan muka sekalian berwudhu. Namun ketukan pintu dan amukan Keenandra membuatnya mau tidak mau harus menemui pria yang sudah sah menjadi suaminya.

"Telingamu tu*Li ya? Dari sejak tadi aku panggil-panggil baru keluar. Apa kau sengaja ingin memancing emosiku?" bentak Keenandra dengan wajah kesal.

"Aku tertidur." Jasmine hanya menjawab dua patah kata sehingga membuat Keenandra bertambah kesal.

"Aku kira nafas hidupmu sudah berhenti!" ketus Keenandra dengan menatap tajam ke arah Jasmine.

"Subhanallah tatapannya bikin spot jantung," batin Jasmine sembari menundukkan pandangannya. Dia tak sanggup bertatap lama-lama dengan suaminya.

"Cepat ke ruang tamu! Dari tadi kamu belum makan siang kecuali mie rebus. Aku sudah membelikan ayam geprek satu jam yang lalu untukmu. Tapi, kau asyik tidur. Aku tak tega membangunkannya."

Keenandra sedikit menurunkan inotasi suaranya. Dia pun bingung menafsirkan perasaannya. Bersama Jasmine membuat pria berwajah dingin itu berada dalam dua kepribadian yang bertolak belakang.

"Aku sudah persis seperti suami berkepribadian ganda. Terkadang baik terkadang kasar. Padahal, bersama Celline aku tidak pernah seperti ini."

 Keenandra mencoba membaca isi hatinya. Tetap saja ia merasa memiliki dua kepribadian yang suka ditebak.

"Arghhhh, gara-gara dia aku jadi tidak mengenal diri sendiri. Bisa-bisanya aku hampir tunduk dengan wanita ninja hatori itu. Jangan sampai ia mengetahui kegalauan hatiku. Bisa-bisa dia besar kepala."

 Keenan mengoceh dalam hati. Sedangkan Jasmine mendadak termangu melihat kelakuan sang suami yang sukar ditebak.

"Benar-benar tipekal suami berkepribadian ganda. Aku harus pintar-pintar membawa diri. Jika tidak aku pun akan terpedaya olehnya."

Jasmine berusaha untuk terlihat tenang. Dia mengumpulkan segala keberanian. Tak peduli jika Keenandra menganggap buruk tentangnya.

"Terimakasih, aku akan mencicipi makanannya setelah menunaikan ibadah sholat Dzuhur. Aku sudah terlambat sholat tiga puluh menit," ucap Jasmine dengan begitu elegan.

"Sholat lagi, sholat lagi! Apakah sholat bisa mengenyangkan perutmu yang lapar? Jika ingin sholat mengapa tidurnya masih molor?" Keenandra berbicara semaunya tanpa dicerna. Dia membenci sholat, tetapi ia pun memberikan dukungan penuh untuk sang istri menunaikan kewajiban umat muslim tersebut.

"Iya, sholat akan membuatku kenyang dan sehat. Justru tidak sehat membuat lahir dan batinku terganggu lantaran jauh dari Tuhanku!" Jasmine menjawab ucapan sang suami dengan lantang. Dia tidak peduli jika akan dicap istri tak sholihah oleh suaminya.

"Ya sudah, jika sholat bisa mengenyangkanmu silakan sholat! Makanannya buang saja, mana tahu ada hewan liar yang memungutnya." Keenandra terlihat kesal. Rasanya ia ingin ngamuk saja melihat keteguhan hati sang istri yang sulit untuk ditaklukkan.

"Jangan mubadzir! Aku akan memakannya nanti. Kau pergilah ke kamarmu, ambil wudhu lalu sholat! Kau pasti belum sholat," rudung Jasmine sembari tersenyum tipis di balik cadarnya.

"Sudah kukatakan jika ingin beribadah kepada Tuhan-mu silahkan! Jangan ajak-ajak aku!" tegas Keenandra dengan wajah masam.

Pria berwajah dingin itu sangat kesal sekali jika Jasmine menyuruhnya untuk beribadah. Sebisa mungkin ia terus menyangkal.

"Aku sudah mengingatkanmu dalam kebaikan. Jika kau terus beralasan kewajibanku gugur mengingatkanmu. Silahkan kamu berbuat sesuka hatimu! Jika nantinya kau tertimpa masalah, namun tak jalan keluar lagi, silakan kembali kepada jalan Tuhan-mu. Tuhan kita sama, karena kita seorang muslim."

Jasmine mengatakan apa yang harus ia katakan, tak peduli sang suami terus menyangkalnya. Dia tetap menegakkan kebenaran.

"Kau pandai sekali bersilat lidah. Silahkan beribadah kepada Tuhan. Tapi, jangan bawa-bawa namaku! kau tidak akan bisa memakasaku untuk mengikuti apa yang kau inginkan."

Keenandra menatap kesal ke arah sang istri. Dia pun melongos pergi dari hadapan Jasmine. Mood-nya benar-benar hilang menghadapi kerewelan sang istri.

"Ya Allah, tolong buka pintu hidayah untuk suamiku!" batin Jasmine penuh harap.

Gadis bercadar itu pun kembali melepaskan niqabnya. Berhadapan dengan Keenandra memang perlu kesabaran extra. Nyaris dia hendak menyerah. Namun, hatinya kembali terbentuk untuk menyuarakan kebenaran.

"Aku harus bisa menuntun suamiku dalam kebaikan. Jika aku menyerah, berarti aku kalah dan gagal dalam berdakwah."

Jasmine pun gegas mencuci muka dan wudhu untuk menunaikan ibadah sholat Dzuhur. Gadis itu pun larut dalam sujud dan do'anya. Ia berharap Allah Subhana wata'ala memberikan dirinya kekuatan dalam menghadapi proses bahtera rumah tangga bersama sang suami.

Ya Allah, sesungguhnya hamba lelah maka kuatkan lah. Hamba hina dan penuh dosa. Ampunilah hamba-Mu ini ya Rabb.

Ya Allah bimbing hamba untuk menjadi wanita tangguh dan tak mudah ditindas oleh siapapun termasuk suamiku. Berikanlah hamba kekuatan untuk senantiasa membersamainya sampai ia benar-benar menyadari segala kekeliruannya. Aamiin ya Rabb.

Jasmine menyudahi dzikir dan do'anya. Ia pun membuka mushaf Qur'an. Walaupun hanya satu atau dua ayat sehabis sholat, gadis cantik itu selalu mendaras Qur'an dan mentadabburi maknanya.

"Shadaqallahul adzim."

Jasmine menyudahi baca Qur'annya. Meskipun hanya dua ayat terakhir di surah Al Baqarah, itu sudah membuat hatinya tenang.

"Lama sekali! Apa dia bersemedi?" oceh Keenandra yang masih betah duduk di sofa ruang tamu menunggu sang istri selesai sholat. Dia memang kesal pada sang istri yang terlalu taat pada agamanya m

"Aku sudah selesai!" sahut Jasmine dengan begitu elegan berjalan dan duduk bersebelahan dengan Keenandra.

"Baguslah, aku ingin melihat kau makan!" Keenandra kembali dalam mode manis. Dia pun membuka kota berisi nasi dan ayam geprek level satu. Dia khawatir jika lebih dari itu istrinya akan kepedasan.

Keenandra juga telah menyiapkan sebotol air mineral kalau-kalau Jasmine merasa kepedasan dan kehausan . Sikap sang suami yang berubah menjadi manis membuat Jasmine sedikit tersentuh. Hanya saja dia tidak ingin terlalu kegeeran mengingat suaminya itu memang memiliki karakter yang sukar ditebak.

"Aku tidak perlu terlalu yakin dengan ucapannya. Bisa saja satu menit kemudian dia berubah dingin lagi. Aku bisa menyimpulkan jika ia benar-benar suami berkepribadian ganda," gumam Jasmine sembari melihat ke arah meja berisikan ayam geprek yang sudah di sediakan oleh Keenandra.

''Kalau kepedasan silahkan minum airnya!" titah Keenandra sembari memandang sekilas wajah Jasmine yang tertutup cadar.

"Iya, terimakasih sudah memperhatikanku. Mas juga boleh ikut makan," ucap Jasmine sembari menawarkan ayam gepreknya untuk Keenandra.

''Aku ingin satu piring denganmu," ungkap Keenandra tanpa ragu.

"Kamu tidak bermain-main dengan ucapanmu?" tanya Jasmine dengan raut wajah tak percaya.

"Aku serius," sahut Keenandra sembari mengambil cubitan ayam geprek milik sang istri.

"Ini bekasku, apa kau tidak meras jijik?''

"Kenapa harus jijik? Melakukan hal yang lebih dari ini pun aku bisa," sahut Keenandra sembari memakan ayam geprek milik Jasmine.

"Kamu!"