NovelToon NovelToon
Suddenly Married

Suddenly Married

Status: tamat
Genre:Nikahmuda / Romansa / Tamat
Popularitas:3.8M
Nilai: 4.9
Nama Author: Ichageul

Evan dipaksa menikah oleh ayahnya dengan Alya, gadis yang tidak dikenalnya. Dengan sangat terpaksa Evan menjalani pernikahan dengan gadis yang tidak dicintainya.

Evan mulai menjalani kehidupan rumah tangga bersama Alya. Perbedaan karakter dan pola pikir menjadi bumbu dalam pernikahan mereka.

Akankah pernikahan mereka berhasil? Atau mereka menyerah dan memilih untuk berpisah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Serangan Fajar

Bersama para jamaah lainnya, Evan keluar dari masjid setelah menunaikan shalat shubuh berjamaah. Pria itu tidak langsung pulang ke rumah, karena pak RT mengajaknya dan beberapa warga lain untuk bicara. Ketua RT mengatakan kalau di kompleks ini akan menggelar acara tujuh belas Agustus yang akan berlangsung bulan depan. Dia meminta warganya yang tidak sibuk untuk ikut membantu persiapan acara lomba nanti.

“Mas Evan mau kan membantu, nanti?”

“In Syaa Allah, kalau saya tidak sibuk, pasti akan bantu.”

“Terima kasih sebelumnya. Ini baru pembicaraan awal saja. Untuk lebih rincinya, nanti kita adakan rapat khusus.”

“Siap pak RT, kabar-kabari saja,” ujar Rusdi.

Usai mengatakan rencana Agustusan, Sastro mempersilahkan warganya untuk kembali ke rumah masing-masing. Evan berjalan bersama Rusdi dan juga Sastro, karena rumah mereka berada di satu blok. Rusdi masuk lebih dulu, baru kemudian Evan.

“Duluan pak RT,” ujar Evan.

“Silahkan mas Evan.”

Evan membuka pintu pagar, lalu masuk memasuki pekarangan rumah. Dibuka pintu rumah lalu menutupnya lagi. Di dapur dia melihat Alya sedang menyiapkan sarapan. Rambut wanita itu nampak basah. Evan segera masuk ke dalam kamar untuk mengganti pakaiannya. Matanya langsung tertuju pada sajadah dan mukena di atas kasur.

Dengan cepat Evan mengganti pakaiannya, lalu menghampiri Alya di dapur. Gadis itu terjengit ketika Evan memeluknya dari belakang. harum shampoo yang digunakan Alya, terhirup oleh hidung mancung Evan. Sambil meletakkan dagunya di bahu, Evan melihat Alya yang tengah membuat kwitiaw goreng.

“Ini buat sarapan kita?” tanya Evan basa-basi.

“Iya, mas. Mas suka kan kwitiaw?”

“Suka, kok.”

Tangan Alya terus mengaduk kwitiaw agar bumbunya tercampur rata. Setelah dirasa cukup, wanita itu mematikan kompor. Dia kesulitan bergerak karena pelukan Evan. Kemana pun Alya melangkah, Evan mengikutinya tanpa melepaskan pelukannya.

“Mas.. aku ngga bisa gerak. Lepas dulu.”

Mau tidak mau, Evan melepaskan pelukannya. Dia membantu mengambilkan piring untuk kwitiaw. Evan membawa piring berisi kwitiaw dan minuman untuk mereka, lalu meletakkannya di meja tamu. Alya mencuci dulu peralatan kotor yang dipakainya memasak, baru kemudian menyusul Evan.

“Kamu udah mulai shalat?” Evan membuka pembicaraan penting.

“Iya, mas.”

“Hem..”

Hanya itu yang keluar dari mulut Evan. Namun percayalah, itu menyiratkan banyak makna dalam pikirannya. Alya mengambilkan kwitiaw untuk suaminya, lalu memberikan padanya. Keduanya langsung menikmati sarapan dengan tenang. Sesekali Evan melirik pada istrinya. Mendengar wanita itu sudah mulai shalat lagi, tiba-tiba saja adik kecilnya menggeliat pelan.

“Al.. kamu udah ijin ngga masuk hari ini?”

“Udah, mas. Tapi bu Cheryl marah, katanya bulan ini aku udah kebanyakan ambil libur. Kalau ambil libur lagi, aku disuruh berhenti.”

“Ya udah sekalian aja kamu berhenti. Mau sekarang atau akhir bulan, sama aja, ujung-ujungnya berhenti kan?”

“Iya, juga sih.”

“Kalau kamu mau berhenti sekarang, biar aku antar ketemu atasan kamu. Sebelum ke kampus, kita ke café dulu.”

“Iya, mas.”

“Iya, apa? Mau berhenti sekarang?”

“Iya.”

Evan tersenyum senang mendengar jawaban istrinya. Dia kesal mendengar cerita Alya barusan. Alya tidak masuk kerja pun bukan unsur kesengajaan. Pertama karena menikah, dan kedua karena sakit. Benar-benar atasan Alya itu, wanita yang menyebalkan di mata Evan. Pria itu memang bukan orang yang senang diperintah, tak heran kalau hal tersebut menyulut emosinya.

Tak butuh waktu lama, Evan sudah menghabiskan makanannya. Dia memang mempercepat sarapan paginya, karena ada hal yang ingin dilakukannya sebelum pergi ke café, lalu ke kampus. Dibawanya piring kotor ke dapur, lalu mencucinya. Piring di tangan Alya pun diambilnya untuk dicuci.

“Mang Maman kayanya udah dateng. Aku mau belanja dulu ya, mas.”

“Ngga usah. Nanti aja belanjanya.”

“Eh..”

Alya terjengit ketika Evan menariknya masuk ke dalam kamar. Evan menutup gorden yang tadi dibuka oleh istrinya. Alya yang tidak mengerti dengan tingkah Evan hanya berdiri diam, tak tahu harus melakukan apa. Evan mendekat lalu menarik pinggang sang istri hingga dada keduanya menempel. Sontak jantungnya berdegup lebih kencang.

“Kita pagi pertama, yuk,” ajak Evan.

“Pa.. pagi pertama, a.. apa mas?”

Evan menjawab pertanyaan Alya dengan mendaratkan bibirnya. Pria itu memagut lembut bibir istrinya. Sebelah tangan Evan memeluk pinggang Alya, dan sebelahnya lagi menahan tengkuk wanita itu. Perlahan ciuman mereka semakin dalam dan menuntut. Perlahan namun pasti, Evan membawa istrinya ke ranjang.

Pelan-pelan Evan merebahkan tubuh sang istri di atas kasur. Bibirnya kini sudah menelusuri leher putih Alya, membuat sang empu tanpa sadar mengeluarkan des*hannya. Melihat sang istri yang sudah terbuai, Evan kembali melanjutkan cumbuannya. Bukan hanya leher, kini bibirnya sudah menyasar ke arah bahu dan dada.

TOK

TOK

TOK

“Alya!!”

TOK

TOK

TOK

“Alya!!”

Evan terpaksa menghentikan cumbuannya mendengar suara cempreng yang dia tahu pasti itu adalah milik Tuti. Alya segera bangun lalu membenarkan pakaiannya. Dia bergegas keluar dari kamar untuk membukakan pintu. Wajah Tuti langsung terlihat begitu pintu terbuka.

“Ada apa bu Tuti?”

“Dicari mang Maman. Katanya pesan ikan patin.”

“Oh iya, bu. Sebentar.”

Bergegas Alya kembali ke kamarnya untuk mengambil dompet. Evan yang masih berada di dalam kamar segera menahan istrinya yang hendak keluar lagi.

“Mau kemana?”

“Mang Maman. Aku pesan ikan patin kemarin. Katanya mas minta dibuatin pepes ikan patin.”

“Jangan lama-lama,” Evan mengedipkan matanya.

Alya hanya menundukkan wajahnya, menyembunyikan rona merah yang tiba-tiba muncul. Dia bergegas keluar rumah. Mang Maman beserta ibu-ibu yang lain sudah berada di depan kediaman Tuti. Melihat kedatangan Alya, mang Maman segera memberikan ikan pesanan gadis itu.

“Mang, minta bawang merah, bawang putih, bumbu dapur, kemangi, tomat sama kangkung ya.”

“Siap, neng.”

Dengan cepat mang Maman mengambilkan semua pesanan Alya lalu memasukkannya ke dalam kantong plastik sambil menghitungnya.

“Mang daun pisangnya ada?”

“Ada, bentar.”

Tak butuh waktu lama bagi mang Maman mengambilkan pesanan Alya lalu memasukkan ke dalam plastik belanjaan tadi. Alya mengeluarkan uang, lalu memberikannya pada tukang sayur tersebut. Setelah menerima uang kembalian, Alya bergegas kembali ke rumahnya. Sebelum masuk ke kamar, lebih dulu wanita itu menaruh belanjaannya di dapur. Khusus untuk ikan dan sayuran dimasukkan ke dalam kulkas.

“Udah selesai belanjanya?” tanya Evan begitu Alya masuk ke dalam kamar.

“Udah, mas.”

Senyum manis terukir di wajah Evan. Dia kembali menarik Alya ke atas tempat tidur. Keduanya langsung berbaring. Dengan cepat Evan memposisikan diri di atas sang istri. Dia harus mengulangi cumbuannya yang sempat terjeda tadi. Kali ini cumbuan Evan berjalan mulus tanpa hambatan. Tangannya sudah bergerak bebas menggerayangi tubuh istrinya, termasuk meremat pepaya mengkal milik Alya.

Tubuh Alya semakin tak enak diam, ketika tangan Evan semakin gencar menyerang tubuhnya. Bahkan kini tangannya sudah menelusup masuk ke dalam kaos yang dikenakannya. Beberapa kali Evan meremat pepaya mengkalnya, hingga gadis itu mendongakkan kepalanya.

Tangan Evan sudah berada di pinggiran kaos yang Alya kenakan, kemudian melepaskannya. Jantung Evan berdebar kencang melihat gunung kembar yang masih tertutup rapat dan membuatnya sangat ingin membebaskannya. Diciuminya perut rata sang istri, menghantarkan gelanyar aneh pada sang empu. Dapat Evan rasakan adik kecilnya semakin menegang saja.

TOK

TOK

TOK

“Assalamu’alaikum. Mas Evan..”

“Sh*t!”

Terdengar rutukan Evan ketika untuk kedua kalinya gangguan terjadi. Jika tadi bu Tuti yang mengacau, kini giliran pak Sastro. Entah apa yang membuat ketua RT itu mendatangi kediamannya. Dengan kesal Evan bangun dari posisinya, merapihkan pakaiannya sebentar lalu keluar dari kamar.

“Assalamu’alaikum,” ulang Sastro.

“Waalaikumsalam.”

“Mas Evan, ganggu ngga nih?”

Ganggu banget, pak. Dateng ke rumah orang di saat yang sama sekali ngga tepat.

“Ngga, pak. Ayo silahkan masuk."

Sastro segera masuk ke dalam rumah, lalu mendudukkan diri di kursi rotan yang ada di ruang depan. Mendengar suara pak RT, Alya mengenakan kembali kaosnya. Dirapihkan dahulu rambutnya yang acak-acakan, lalu keluar dari kamar. Dia bergegas ke dapur untuk membuatkan minuman.

“Begini mas Evan, bapak mau membicarakan soal rencana Agustusan. Kira-kira mas Evan bisa ngga buat proposalnya? Yang sederhana aja, bapak mau mengajukan ke ketua RW. Siapa tahu aja kan, ada dana tambahan.”

“Boleh, pak.”

“Alhamdulillah kalau mas Evan bersedia. Sekalian buat lombanya juga.”

“Lomba buat anak-anak aja, atau buat orang tua juga?”

“Sama orang tua, biar seru.”

“Boleh, pak.”

“Diminum dulu, pak.”

Alya datang membawakan segelas teh manis hangat untuk tamunya. Sastro tersenyum pada Alya. Diambilnya cangkir tersebut, lalu menyesapnya pelan. Dia beruntung warga barunya masih muda dan mau diajak berpartisipasi untuk kegiatan di lingkungan sekitar.

“Neng Alya, nanti mau bantu juga, kan?”

“Bantu apa, pak?”

“Jadi panitia Agustusan.”

“Oh boleh, pak. Asal mas Evan mengijinkan.”

“Pasti diijinkan. Ya kan, mas Evan?”

Hanya anggukan pelan saja yang diberikan oleh Evan. Matanya menatap ke arah juniornya yang perlahan mulai layu lagi seiring dengan pertarungan paginya yang gagal total karena kedatangan tamu tak diundang.

☘️☘️☘️

Dikarenakan banyaknya gangguan, Evan memutuskan untuk menunda acara belah duren sampai malam nanti. Setelah Sastro pulang ke rumahnya, keduanya bersiap untuk pergi. Evan meminta Alya langsung mengenakan gamis dan hijab saja. Dia tidak sabar melihat istrinya menutup auratnya. Apalagi mereka akan menuju kampus untuk mendaftar kuliah.

Sesuai yang sudah direncanakan, Evan mengantarkan sang istri ke café lebih dulu. Alya bermaksud menyerahkan surat pengunduran diri pada Cheryl. Sesampainya di café, Alya meminta Evan menunggu di meja pengunjung saja. Dia sendiri yang akan menemui atasannya. Setelah mengetuk pintu, gadis itu segera masuk ke ruangan Cheryl.

Awalnya Cheryl tidak mengenali gadis yang masuk ke ruangannya. Tapi begitu Alya mendekat, wanita itu segera mengenali salah satu bawahannya. Dia terkejut melihat Alya yang mengenakan pakaian muslim. Padahal dia sudah mengatakan dengan tegas kalau di cafenya dilarang menggunakan hijab.

“Pagi, bu.”

“Pagi. Alya, sejak kapan kamu memakai hijab?”

“Alhamdulillah hari ini, bu. Begini, bu.. saya ke sini mau menyerahkan surat pengunduran diri,” Alya mengeluarkan sebuah amplop dari tasnya, lalu menyerahkannya pada Cheryl.

“Pengunduran diri?”

“Iya, bu. Saya sudah tidak diperbolehkan lagi bekerja sama suami saya.”

Tak ada jawaban dari Cheryl. Wanita itu memandangi amplop putih di depannya. Sebenarnya agak berat menerima surat pengunduran diri Alya. Gadis itu sangat rajin, banyak pelanggan yang menyukainya.

“Kamu yakin mau berhenti?”

“Iya, bu.”

“Cari pekerjaan sekarang itu susah loh.”

“Saya tahu, bu. Tapi In Syaa Allah, saya akan melanjutkan kuliah. Maaf kalau pengunduran diri saya terkesan mendadak.”

Mata Cheryl memandangi lekat Alya yang duduk di depannya. Sepertinya gadis itu memang serius untuk berhenti bekerja. Melihat itu, Cheryl tidak punya alasan lagi untuk menahannya. Cheryl bangun dari duduknya, lalu berjongkok di bawah meja kerjanya. Wanita itu membuka kotak besi yang ada di bawah meja, lalu mengeluarkan sejumlah uang dari dalamnya. Dimasukkan uang tersebut ke dalam amplop. Cheryl kembali ke tempatnya seraya menyodorkan amplop berisi uang pada Alya.

“Ini gajimu, dipotong waktu libur yang kamu ambil.”

“Alhamdulillah, terima kasih, bu.”

“Sama-sama.”

Alya berdiri, kemudian menyalami wanita yang sekarang sudah menjadi mantan atasannya. Setelah berpamitan, Alya keluar dari ruangan tersebut, lalu menemui rekan kerjanya yang lain untuk mengucapkan perpisahan. Semua terkejut melihat penampilan baru Alya. Namun yang lebih membuat mereka terkejut adalah pengunduran diri gadis itu yang tiba-tiba.

“Al.. lo beneran berhenti?” tanya Nana setengah tak percaya.

“Iya, Na. Alhmadulillah papa Antonio mau biayain kuliah aku.”

“Yaa.. gue bakalan jarang ketemu elo, dong. Padahal cuma di sini gue bisa ketemu elo.”

“Maaf ya, Na. Tapi kan kita bisa tetap kontakan.”

“Sebenernya gue juga pengen berhenti, gue pengen cari kerjaan di tempat lain. Tapi mana mungkin, ijazah gue cuma SMP,” ucap Nana sedih.

“Sabar ya, Na. Mudah-mudahan lo bisa cepat dapet kerja di tempat lain.”

“Aamiin.. yang kenceng.”

Alya tersenyum mendengar ucapan sahabatnya. Nana mengantarkan Alya keluar selesai berpamitan dengan yang lain. Evan langsung bangun dari duduknya, begitu melihat Alya keluar dari dalam café.

“Udah selesai?”

“Udah, mas. Na.. gue pergi dulu, ya.”

“Iya, Al. Papayo.. sering-sering sms gue, ya.”

“Iya.”

Sambil melambaikan tangannya, Alya meninggalkan café, menyusul Evan yang lebih dulu keluar. Evan memakaikan helm pada istrinya, baru kemudian menyalakan mesin motor. Alya duduk dengan posisi menyamping, sebelah tangannya melingkari pinggang sang suami. Tak berapa lama kemudian, kendaraan roda dua tersebut segera melaju pergi.

Jarak antara café dengan kampus Nusa Bakti, tempat di mana Alya akan mendaftar kuliah memang cukup jauh. Butuh waktu setengah jam untuk Evan sampai di sana. Nampak sudah banyak mahasiswa baru yang datang begitu kendaraan roda dua Evan memasuki kampus. Pria itu langsung menuju parkiran motor.

Evan langsung menggandeng tangan istrinya, mengajaknya menuju tempat pendaftaran. Beberapa calon mahasiswa dan mahasiswi baru berkumpul di sana. Evan segera mengambil formulir pendaftaran, lalu mengajak Alya menuju salah satu meja. Baru saja dia mendudukkan diri, nampak Gelar berjalan ke arahnya.

“Van, kapan dateng?” tanya Gelar.

“Baru aja.”

“Ikut bentar, yuk. Kepala prodi mau ketemu elo katanya. Ada satu dosen yang ngga bisa masuk semester ini. Kira-kira lo bisa ngga gantiin?”

“Ok, deh. Aku tinggal dulu, ya. Kamu isi aja dulu formulirnya.”

“Iya, mas.”

Evan segera mengikuti Gelar menuju gedung fakultasnya mengajar. Tentu saja kabar yang diberikan Gelar merupakan kabar baik untuknya. Kalau dia bisa mengajar dua mata kuliah, maka penghasilannya pun akan bertambah.

“Ge.. lo udah ketemu Nana lagi, belum?”

“Belum. Kemarin gue sibuk banget. Ada rapat di jurusan, kan sebentar lagi tahun ajaran baru dimulai.”

“Kata Alya, kemarin si Nana sempat disiksa sama kakaknya. Tapi tuh orang udah dibawa ke kantor polisi sekarang.”

“Yang bener?”

Langkah Gelar terhenti begitu mendengar ucapan Evan. Gelar yang tiba-tiba berhenti tanpa sen, tentu saja membuat Evan terpaksa menghentikan langkahnya juga.

“Sekarang Nana gimana?”

“Dia baik-baik aja. Tadi gue lihat udah masuk kerja lagi. Untung kemarin ada bang Fariz yang nolongin dia.”

“Bang Fariz? Kok bisa?”

“Don’t know, don’t care.”

Evan hanya mengangkat bahunya saja. Keduanya kembali melanjutkan langkahnya menuju ruangan ketua prodi. Namun pikiran Gelar tak tenang. Dia terus teringat pada Nana. Pulang dari kampus nanti, dia akan menjemput Nana di café. Gelar segera menghentikan lamunannya begitu sampai di ruangan ketua prodi. Kedatangan Evan disambut hangat oleh pria berusia lima puluh tahunan itu.

Sementara itu, Alya yang ditinggal sendirian, masih berkutat dengan formulirnya. Dia membaca dengan seksama formulir tersebut, kemudian mengisinya. Saking seriusnya, gadis itu tidak menyadari seseorang mendekat padanya. Dia mengangkat kepalanya ketika seseorang mengetuk meja yang ditempatinya.

“Boleh aku duduk di sini?” tanya seorang pria yang tidak dikenalnya.

“Boleh.”

Mendapat ijin dari Alya, pria itu segera mendudukkan diri di depan Alya. Matanya langsung tertuju pada formulir yang ada di atas meja. Kemudian kembali melihat pada Alya yang harus diakui memiliki wajah cantik.

“Mahasiswa baru, ya?”

“Iya.”

“Rencana mau daftar ke fakultas mana?”

“Ekonomi.”

“Ambil jurusan apa?”

“Manajemen bisnis.”

“Wah jodoh, nih. Aku juga kuliah di jurusan itu. Bye the way, aku Ricky.”

Pria bernama Ricky itu mengulurkan tangannya pada Alya. Sejenak Alya hanya memandangi tangan itu, sebelum akhirnya membalasnya seraya menyebutkan namanya. melihat Alya yang tidak keberatan berkenalan dengannya, membuat Ricky semakin berani.

“Udah punya pacar belum?”

“EHEM!!”

☘️☘️☘️

**Bae² bang Ricky, Alya udah punya herder🤣

Pasti pada travelotak nih lihat judul. Dikiranya bakal belah duren ya, taunya digeruduk tetangga🤭

Yang mikir ngeres, fix otaknya harus divakum 🤣🏃🏃🏃

Ini penampakan Alya setelah berhijab**

Mas Evan juga mau ikutan mejeng

1
anonim
ternyata pak Dadang menyayangi putrinya dengan caranya sendiri - sampai-sampai kalau pulang kerja memantau di sekitar kafe tempat Alya bekerja untuk memastikan putrinya aman.
Alya tidak tahu itu - jadi bikin Alya merasa diabaikan - tak di sayang ayahnya.
anonim
Ervan mau kabur dibela-belain merangkak pula biar Karina, Kaisar dan Fariz yang baru duduk-duduk di ruang tengah tidak melihat dia mau kabur pikirnya. Ternyata tidak jadi kabur setelah tahu kondisi papanya sedang tidak baik-baik saja - ada dua dokter teman Kaisar yang selama ini menjadi langganan papanya kalau berobat datang dan masuk ke kamar papanya.
Gak jadi kabur Bro - jadi menikah nih /Facepalm/
anonim
Evan ini belum tahu kalau yang mau menikah dengan Alya dirinya /Facepalm/
anonim
keren bang Sar bisa memulangkan Evan ke Indonesia dengan idenya yang gak tanggung-tanggung
anonim
Bagus Alya - om Antonio di suruh langsung bilang ke pak Dadang - Alya akan menerima apapun hasilnya.
anonim
mantap Fariz bisa bermain ke rumah pak Karta yang mengajak main catur dan bisa mencari tahu tentang kehidupan Alya. Miris juga nasib Alya yang ada tapi seperti tak ada bagi ayahnya
Rahma Habibi
terimakasih author atas karya2 mu yang sangat menghibur dan selalu di nanti karya selanjutnya
In
gara2 Dion aku balik lagi ke sini... ☺️
Laila Isabella: sama..ulang baca dari awal lagi..🤣🤣
total 1 replies
Poppy Sari
keren.../Good/
Wiwie Aprapti
yg Tututware kemana kak, udah tutup ya pabrik nya
Wiwie Aprapti
karma di bayar tunai ga pake di cicil lagi
Wiwie Aprapti
harusnya Evan bilang nya "sudah ku dugong" gitu kak🤣🤭🙃
Wiwie Aprapti
bunga Kamboja 🤣
Wiwie Aprapti
nahhhh kannn Mardi lohhhh🤣🤣🤣🤣
Wiwie Aprapti
dehhhhh..... hampura lahhhhhhh ki ace🤭🤣
Wiwie Aprapti
skakmat Evan🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Wiwie Aprapti
Kaisar pasti temennya kevin nihhhh
Wiwie Aprapti
kisah nana ada sedikit kemiripan sama bestiee aku, tapi kalo bestie aku satu agama cuma beda jalur, besti ku NU cowoknya LDII, dan mama besti ku ga kasih restu, bahkan di kasih pilihan, pilih cowoknya atau mamanya, kalo dia pilih cowoknya, besti ku di usir dari rumah, di cabut semua fasilitas yg di pakai, di coret dari kk, alhamdulillah dia lebih sayang sama mamanya, sekarang udh nikah, malah dapet suami yg baik banget, sayang💕, dan berkecukupan juga hidupnya, pilihan orang tua memang yg terbaik buat anaknya, ga tau juga kalo dia salah pilih, wallahualam......
Wiwie Aprapti
waduhhhhhhhh encok ga tuhhh si Alya di garap Evan 🤭🙃
Wiwie Aprapti
yg lain travelotak.....
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!