Senja Ociana, ketua OSIS cantik itu harus menjadi galak demi menertibkan pacar sekaligus tunangannya sendiri yang nakal bin bandel.
Langit Sadewa, badboy tampan berwajah dingin, ketua geng motor Berandal, sukanya bolos dan adu otot. Meski tiap hari dijewer sama Senja, Langit tak kunjung jera, justru semakin bandel. Mereka udah dijodohin bahkan sedari dalam perut emak masing-masing.
Adu bacot sering, adu otot juga sering, tapi kadang kala suka manja-manjaan satu sama lain. Kira-kira gimana kisah Langit dan Senja yang punya kepribadian dan sifat bertolak belakang? Apa hubungan pertunangan mereka masih bisa bertahan atau justru diterpa konflik ketidaksesuaian?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LiaBlue, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Insiden Arena Balap
Neo tertawa ketika melihat Senja ingin turun dari motor Langit. “Kalo bawa Senja ke sini, pasti begini jadinya. Ini itu serba dilarang, untung gue tadi kagak ikut si Ace,” gumamnya ngeri-ngeri sedap.
Langit pun ikut tertawa melihat Senja bergerak cepat ke arah Rance berada. Tepat ketika Senja berada di belakang punggung Rance, gadis itu menggeplak kepala belakang sang sahabat.
Plak ...
Seketika semua orang terkejut, mereka melotot dan melihat ke arah sumber suara. Begitu pula dengan Rance, ia menoleh ke belakang dengan rahang mengeras karena marah.
“Siapa yang—aah, aduh aduh!” Rance memekik, berniat marah malah mendapat jeweran dari Senja. “Ja, sakit, Ja!”
“Makanya diem aja, gak usah keluyuran! Pake senyum-senyum segala,” gerutu Senja terus menarik Rance untuk kembali ke lokasi para geng Berandal.
“Gue cuma mau beramah-tamah, Ja. Kata Ummi, kalo jadi manusia itu harus saling sapa, ramah-tamah, murah senyum, biar dapet pahala,” celoteh Rance terus melangkah dengan kepala tertunduk menahan perih di telinganya.
“Kepala bapak lo pahala? Itu malah jadi dosa, emang udah bener Abi pengen lo masuk pesantren,” gerutu Senja lagi.
“Gak jadi ke pesantren, Ja. Gue tadi nawar Abi, satu kali panggilan ke sekolah lagi. Lo gak tau tadi perjuangan gue itu berdarah-darah buat tawar-menawar sama Abi, Ja. Harus keluari air mata, keluarin ingus, mana susah banget keluar air matanya, sampe harus gue colok dulu ini mata biar kayak nangis,” celoteh Rance malah curhat meski ia masih dijewer.
Langit dan Neo semakin terbahak mendengar ocehan Rance. Senja malah mendengkus, ia melepaskan tangannya di daun telinga Rance.
“Berarti lo tadi bohongin Abi, pura-pura nangis. Itu dosa,” ucap Senja.
Rance menggeleng sembari mengusap daun telinganya yang masih perih. “Gak bohong, gue gak bilang kalo gue lagi nangis, kok. Gue cuma ngusap air mata bekas colokan tangan gue, jadi bukan gue bohong, Abi aja yang salah sangka, ngira gue nangis. Jadi gak dosa, dong?”
Senja mengurut batang hidungnya mendengar itu. Memang ada benarnya kata-kata itu, tetapi aksi Rance tidak benar, sampai colok mata sendiri demi keluar air mata.
“Udah, gak usah dengerin dia. Mending duduk di sini, bentar lagi balapannya mau mulai.” Langit meraih pinggang Senja dan mengajak sang tunangan untuk kembali duduk di atas motor.
“Urus, tuh, sahabat lo,” ucap Senja kepada Neo.
“Dih, dia sahabat ente juga kalo ente lupa?” ledek Neo.
“Neoo.”
“Anjir!” Neo mengumpat karena terkejut ketika tiba-tiba seseorang memeluk lengannya. “Buset, jangan pegang gue, Santoo!”
“Ih, kamu suka gitu. Aku Santi, Neeooo.” Bencong itu berbicara sembari mencolek dagu Neo.
“Ja, tolonging gue, Ja!” Neo tiba-tiba berlari dan bersembunyi di balik tubuh kecil Senja.
Senja pun cengo, ia menatap bencong di depannya yang sedang menatapnya sinis.
“Minggir lo, Neo milik gue! Dia pacar gue!” ucap bencong itu.
“Hah?” Senja menggaruk kepalanya dan menatap Neo di belakang punggungnya. “Jadi ini pacar lo, Yo?”
“Kagak, Ja, kagak! Gue masih normal kali, masa adu pedang? Hiiih, tolongin gue,” celoteh Neo bergidik ngeri.
Kini giliran Neo yang ditertawakan oleh Langit dan Rance. Bukannya membantu, dua sahabatnya itu memang selalu tertawa paling kencang setiap kali Neo diganggu oleh bencong satu ini.
“Awas, Yo, jangan sampe lo pipis di celana lagi gara-gara si Santo,” ejek Langit di sela tawanya.
“Iya, malem ini gue gak bawa kolor soalnya,” sambung Rance membuat tawa Langit semakin pecah.
“Punya sahabat pada bangke,” gerutu Neo kesal. “Ja, lo satu-satunya harapan gue, bantuin gue. Usir makhluk jadi-jadian ini.”
Senja pun terkekeh geli, ia merasakan tubuh Neo bergetar ngeri. “Maaf, Mas—”
“Namanya Santo,” bisik Neo.
“Mas Santo, begini, sahabat gue kata—”
“Nama gue Santi, bukan Santo! Ck, minggir aja lo anak kecil, jangan jadi pepacor, ya,” sela bencong itu begitu gemulai.
“Pepacor?” tanya Senja bingung.
“Perebut pacar orang. Ck, itu aja gak tau, emang anak kampung. Udah minggir minggir, iih!”
Niat hati ingin menonton balapan, fokus mereka malah teralihkan kepada aksi kejar-kejaran Neo dengan Santo—eh, Santi? Entahlah, siapa pun namanya.
“Eh, hari ini Ketos Cantik kita dateng, ya?”
Suara berat seseorang mengalihkan perhatian. Langit langsung menggeram, matanya menajam dan rahangnya mengeras melihat kedatangan Hengky dengan anggota preman seperkumpulannya.
Langit langsung berdiri tepat di depan Senja. “Jangan cari masalah kalo gak mau pulang tanpa gigi,” desisnya.
Hengky tertawa mendengar itu, diikuti oleh anggota premannya. Anggota geng Berandal pun seketika merapat, mereka tahu betul bagaimana hubungan antara Langit dengan Hengky. Bisa dikatakan geng Berandal tak pernah akur dengan perkumpulan geng preman komplek Hengky.
“Gak usah gaya sok berani lo, aslinya culun. Coba tonjok gue sekarang kalo emang berani?” ejek Hengky tersenyum miring kepada Langit.
Hengky berani berbicara begitu karena ia sudah melihat jelas Senja menahan lengan Langit. Salah-satu alasan kenapa Hengky selalu memanggil Langit dengan sapaan ‘culun’ adalah karena Langit begitu tunduk kepada Senja yang notabenenya seorang perempuan.
“Gue aja yang tonjok, boleh?” celetuk Rance membuat Neo tertawa.
“Boleh banget, Bro. Gass!” balas Neo menepuk bahu Rance.
“Ce, gak usah,” bisik Senja memberi kode. “Ayo kita pulang sekarang.”
“Kenapa mau pulang, gak mau main-main dulu, nih? Udah terlanjur di sini, main dulu boleh kali. Kita bawa miras, nih, mau? Gratis, kok.” Hengky mengulurkan sebuah botol miras kepada Langit.
Mata Senja menajam, seketika ia maju dan menepis botol tersebut hingga terjatuh. Hal itu membuat orang-orang terkejut, Hengky pun menggeram menatap Senja dengan mata tajam.
“Lo—”
“Jangan racuni pacar gue dengan sifat jelek lo,” sela Senja dingin.
Hengky tersenyum sinis. “Heh, lo jangan sok berkuasa di sini. Lo lupa, ini bukan sekolah, jadi gelar lo sebagai ketua OSIS, sama sekali gak ada artinya di sini,” decih Hengky menekan Senja.
“Jangan tekan cewek gue, bangsat!” Langit pun langsung menepis tangan Hengky yang menunjuk-nunjuk wajah Senja.
Hengky tersenyum sinis. “Lo gue tantang balapan besok malem, kalo lo gak culun, harusnya lo terima tantangan ini.”
Langit mengepalkan tangannya menatap tajam ke arah Hengky. “Oke, gue terima!”
Senja terkejut, ia mendongak dan melotot. “Langit?”
Hengky berdecih, ia maju ke depan dan membisikkan sesuatu di telinga Langit. “Kalo lo kalah, boleh deh lo kasih Senja buat gue cicipi?”
Rahang Langit mengeras, matanya memerah, tangannya terkepal, bahkan Senja meringis karena Langit tak sadar masih menggenggam tangan sang kekasih.
“Bangsaat!”
Bugh ... bugh ...
“Mati lo, bangsaat!”
“Langiit! Aaaa, Langiit, udaah!” pekik Senja ketika Langit memukul Hengky membabi buta.
“Seraaang!”
“Ce, lo maju, pukul semuanya pake kekuatan lo, gak usah ditahan. Gue harus jagain Senja!” ucap Neo kepada Rance.
“Oke, jangan sampe Senja luka.”
pi klo kelen percaya satu sama lain pst bisa
klo ada ulet jg pst senja bantai
kita lanjut nanti yaaahhhhh