Azura Eliyena, seorang anak tiri terbuang. Ibu dan Ayahnya bercerai saat usia Azura masih tiga tahun. Bukan karena ekonomi, melainkan karena Ibunya tak sudi lagi bersama Ayahnya yang lumpuh. Ibunya tega meninggalkan mereka demi pria lain, hidup mewah di keluarga suami barunya. Menginjak remaja, Azura nekat kabur dari rumah untuk menemui Ibunya. Berharap Ibunya telah berubah, namun dirinya justru tak dianggap anak lagi. Azura dibuang oleh keluarga Ayah tirinya, kehadirannya tak diterima dan tak dihargai. Marah dan kecewa pada Ibunya, Azura kembali ke rumah Ayahnya. Akan tetapi, semua sudah terlambat, ia tak melihat Ayah dan saudaranya lagi. Azura sadar kini hidupnya telah jatuh ke dalam kehancuran. Setelah ia beranjak dewasa, Azura menjadi wanita cantik, baik, kuat, tangguh, dan mandiri. Hidup sendirian tak membuatnya putus asa. Ia memulai dari awal lagi tuk membalas dendam pada keluarga baru Ibunya, hingga takdir mempertemukannya dengan sepasang anak kembar yang kehilangan Ibunya. Tak disangka, anak kembar itu malah melamarnya menjadi Istri kedua Ayah mereka yang Duda, yang merupakan menantu Ayah tirinya.
“Bibi Mackel… mau nda jadi Mama baluna Jilo? Papa Jilo olangna tajil melintil lhoo… Beli helikoptel aja nda pake utang…” ~ Azelio Sayersz Raymond.
“Nama saya Azura, bukan Bibi Masker. Tapi Ayah kalian orangnya seperti apa?” ~ Azura Eliyena.
“Papa ganteng, pintel masak, pintel pukul olang jahat.” ~ Azelia Sayersz Raymond.
“Nama kalian siapa?”
“Ajila Ajilo Sales Lemon, Bibi Mackel.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom Ilaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24. ANAK TIRI TERBUANG MENJADI ISTRI TANGGUH DUDA KILLER | MAU KEMANA?
“Mama…” lirih Azelia. Diraihnya tangan kanan Azura sambil memandang raut muka Ibunya yang sendu.
“Mama? Kenapa Jila panggil Mama ke dia?” tanya Sahira menatap si kembar dan Zander bergantian.
“Bunda, Bibi ini… Mama balu na Jilo,” kata Azelio sambil menunjuk Azura.
Sahira cukup terkejut. Ia mengalihkan pandangannya ke punggung wanita di depannya lagi. “Zan, benar yang dikatakan Jilo? Dia… Ibunya… maksudku istri baru Joeson?” tanya wanita cantik berlesung pipi itu ke suaminya.
“Ya, sayang. Dia istrinya Joe, Ibu pengganti untuk anak-anak Joe dan…” jawab Zander menggantungkan perkataannya. Ia berniat mengatakannya langsung namun Zander mengurungkan niatnya karena ingin Azura sendiri yang melakukannya. Sahira kemudian maju selangkah, ingin melihat wajah adik iparnya.
“Maaf… apa kamu baik-baik saja? Kalau kamu lagi nggak enak badan, kamu bisa masuk istirahat di dalam.” Sahira mengajaknya bicara namun Azura semakin menundukkan kepala, sehingga Sahira tak bisa menatap seluruh wajah wanita itu yang ditutupi oleh rambutnya.
“Mama Jula… Bunda Caila ajak Mama bicala, napa Mama diam aja? Mama sakit?” tanya si kembar dan Azura menggeleng pelan. Bibirnya bergetar. Ia ingin bicara tapi Azura seakan tak mampu mengeluarkan suaranya sendiri.
‘Mama Jula?’ Alis kanan Sahira sedikit terangkat mendengar panggilan si kembar.
“Zan… dia kenapa ya? Kenapa ketakutan begitu? Apa muka ku menyeramkan?” bisik Sahira bingung.
Zander menggeleng cepat. “Justru kamu hari ini sangat cantik, sayang,” pujinya tersenyum dan satu tangannya merangkul mesra pinggang Sahira.
“Tapi kenapa dia tidak bicara? Dia bisu?” tanya Sahira lagi merasa sedih diabaikan oleh Iparnya itu.
“Tidak juga, mungkin dia lagi malu bicara sama kamu. Sini… kita masuk saja duluan, bicaranya nanti saja setelah dia tenang,” ajak Zander menarik istri tercintanya itu perlahan masuk dan meninggalkan adik iparnya di sana yang masih menunduk. Namun sebelum langkah mereka melewati pintu, pasangan suami istri itu langsung berhenti saat suara Azura di belakang mereka memanggilnya.
“Ka-kakak…”
Sahira melepaskan genggaman suaminya. Dengan cepat membalikkan badan. Netranya pun melebar diiringi embun yang menggenang di pelupuknya.
“A…Azura?” ucap Sahira, suaranya bergetar, nyaris tak terdengar. Tatapannya lurus memandangi wanita di hadapannya itu yang kini menunjukkan wajahnya.
Azura terisak-isak di sana dan kembali menunduk ketika Sahira berlari kecil menuruni anak tangga. Azura pikir Sahira akan marah dan melampiaskan kebenciannya. Namun, ia salah. Kakaknya itu tidak marah atau memukulnya, tetapi melainkan memeluk tubuhnya. Isak tangis Sahira pecah di bahu Azura dan Azura pun menangis, menumpahkan kerinduannya.
“Dari mana saja kamu, Ra?” Isak Sahira bertanya dan semakin mempererat pelukannya seakan ia tidak mau adiknya kabur lagi.
Azura hanya diam dalam tangisnya, seakan tak dapat mengontrol dirinya, apalagi perasaannya yang saat ini sedang meluap.
Azelia dan Azelio berdiri di sebelah Zander. Dua bocah cadel itu kebingungan melihat Bundanya dan Ibunya mereka tersedu-sedu di sana. Azelio ingin bertanya ke Zander, tapi Azelia tiba-tiba menangis. “Om Cendel… gendong Jila…” rengeknya mengangkat kedua tangan ke Zander. Ia tampak tak tahan mendengar tangisan dua wanita itu.
“Jilo, sini ikut Om masuk…” ajak Zander sambil menggendong Azelia dan menggandeng tangan kecil Azelio.
“Om… tapina... gimana Mama sama Bunda?” tanya Azelio ragu meninggalkan Ibunya.
“Biarkan mereka berdua bicara dulu. Azelio temani Om jaga adik kembarmu di dalam,” jawab Zander menarik bocah itu yang terpaksa mengikutinya ke tempat baby Zee dan Zaena.
Pelukan Sahira sedikit melemah dan setelah merasa tenang, Sahira melepaskan pelukannya. Kemudian, Sahira mengatupkan pipi adiknya itu dengan kedua telapaknya.
“Zura… coba lihat kakak,” pinta Sahira ingin melihat mata adiknya itu, namun Azura menggeleng-geleng dan menunduk lagi. Ia tak sanggup menatap mata Sahira langsung.
“Kenapa kamu tidak mau? Kamu benci kakak, Ra?”
Azura langsung mengangkat wajahnya sehingga mata mereka pun bertemu membuat Sahira tersenyum lega. Ia kembali memeluk adiknya.
“Maafkan Kakak sudah melukaimu waktu itu, Ra,” bisik Sahira sambil membelai kepala Azura.
Azura sesenggukan sambil berkata, “Kak… Kak Sahira tidak salah. Aku yang sudah salah, Kak. Aku yang sudah pergi dari Kakak. Harusnya Azura dengarkan saja ucapan Kakak waktu itu. Maafkan aku sudah bikin Kak Sahira dan Ayah susah selama ini,” lirih Azura kembali menangis. “Gara-gara aku, Ayah juga sudah pergi meninggalkan kita. Maafkan aku, Kak,” tangisnya merasa bersalah.
Sahira menggelengkan kepala lalu tersenyum. Ia menjelaskan dengan pelan-pelan bahwa kematian Ayah mereka bukan karena Azura, tetapi memang sudah takdir. Meskipun begitu, Azura tetap merasa bersalah. Namun dalam hati, ia senang akhirnya bisa berkumpul dengan kakaknya kembali.
Azura mengusap matanya lalu menatap tangannya yang digenggam oleh Sahira. Sahira mengajaknya masuk melihat si kembar Z yang tak pernah Azura lihat.
Begitu Azura tiba di kamar bermain si kembar Z, wanita itu terhenyak beberapa saat melihat anak kembar kakaknya. “Kak Hira … juga melahirkan anak kembar seperti Aina?” tanyanya takjub.
“Hm, iya … kenapa? Kamu tak percaya?”
Azura tak menjawab, ia hanya tersenyum senang. Namun detik kemudian, ia menunduk murung.
“Kenapa, Ra? Kamu ada masalah?” tanya Sahira cemas.
“Aku cuma teringat sama Aina, Kak. Seandainya Aina masih ada, pasti kita bertiga sudah berkumpul di sini,” lirih Azura.
“Hm, Kakak juga memikirkan hal yang sama. Tapi sekarang… kita sudah berada di sini, jadi Aina sama Ayah pasti senang di sana juga,” ujar Sahira sambil tersenyum.
Azura mengangguk lalu membuang nafas panjang. Sekarang ia sudah bersama kakaknya, kini tinggal membalaskan dendam pada Ayah tirinya.
“Hm, Azura… kamu kenapa lagi?” tanya Sahira agak heran melihat ekspresi adiknya yang tak karuan.
“Kak, aku mau pergi dulu…”
“Pergi? Mau kemana?” tanya Sahira.
“Kakak tenang saja, aku cuma pergi sebentar, nanti aku datang lagi kok,” jawab Azura tersenyum lalu meninggalkan Sahira yang menghela nafas berat.
Ketika Azura melewati pintu utama beberapa langkah, wanita itu berhenti gara-gara seseorang yang kini berdiri di hadapannya.
“Mau kemana kau?” tanya Joeson dingin. Baru juga sampai di rumah Kakeknya, istrinya itu sudah mau pergi.
“Bukan urusanmu!” jawab Azura terus berjalan tapi Joeson menangkap cepat pergelangan kirinya.
“Lepasin!” pinta Azura.
“Nggak!” tolak Joeson.
“Jangan hentikan aku, biarkan aku pergi!” Azura mencoba melepaskan cengkraman suaminya yang semakin kuat.
“Baiklah, tapi sebelum itu… kamu ikut denganku!”
“Ehh… mau kemana?” Azura yang meronta pun terkejut dirinya ditarik ke arah mobil.
“Diam dan ikut saja.”
Lalu, pria itu membawa Azura pergi tanpa sepengetahuan si kembar.
_________
Mau dibawa kemana tuh??
Like, komen, subscribe, vote 🌹
pasti lucu tiap ketemu teringat tubuh polos istri nya pasti langsung on
secara dah lama ga ganti oli 😂😂😂
karena klrga joe bukan kaleng3
bapak nymshhidup dn tanggung jawab samaanaj ny, kok malah mauerevut hak asuh.
memang nyari masalah nexh siMatthuas dan Aeishta