Bagaimana jadinya jika seorang siswa SMA yang hidup sebatang kara mendapatkan anugrah sebuah Sistem Spin Kekayaan dan Kekuatan oleh seorang pengemis yang ternyata adalah seorang Dewa?.
Rendi Murdianto, seorang anak laki-laki yang hidup sebatang kara, orang tuanya meninggalkan dirinya ketika masih kecil bersama neneknya.
Hidup Rendi sangatlah miskin, untung saja biaya sekolah di gratiskan oleh pemerintah, meskipun masih ada kebutuhan lain yang harus dia penuhi, setidaknya dia tidak perlu membayar biaya sekolah.
Seragam sekolah Rendi pemberian tetangganya, sepatu, dan perlengkapan lainnya juga di berikan oleh orang-orang yang kasihan padanya. Bahkan Rendi mau saja mengambil buku bekas yang kertas kosongnya hanya tinggal beberapa lembar.
Kehidupan Rendi jauh dari kata layak, Neneknya mencoba menghidupi dia semampunya. Namun, ketika Rendi duduk di bangku SMP, Neneknya harus di panggil sang pencipta, sehingga Rendi mulai menjalankan hidupnya seorang diri.
Hidup tanpa keluarga tentu mem
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alveandra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harisman yang Berbeda
Rendi tidak tahu saja kalau Novi dan Sulis sedang melakukan perang dingin, walaupun masih di batas wajar.
Selepas kepergian mereka berdua, Rendi membuka rantang masing-masing pemberian mereka berdua, mereka berdua memasakan makanan yang enak-enak untuk Rendi.
Rendi menoleh ke arah Samiun dan Harisman yang terlihat mengusap air liurnya masing-masing.
Ia menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. “bangunkan mereka juga, kita sarapan bareng.”
“Kamu yakin bos, itu makanan spesial dari Mbak bos, loh.” Jawab Harisman mengingatkan.
“Lagi pula makanan ini sangat banyak, aku tidak mungkin menghabiskannya sendirian, cepat bangunkan mereka terus kita sarapan bareng, jangan lupa cuci muka, itu iler kalian tercetak jelas.” Rendi tidak mau membuang-buang, makanan, karena itulah lebih baik menghabiskannya bersama dengan Harisman dan anak buahnya.
“Siap bos!” jawab Harisman bersemangat yang langsung membangunkan dua bawahannya yang masih terlelap.
Terlihat kedua bawahan Harisman yang seperti orang bodoh saat baru di bangunkan, tapi ketika Samiun mengatakan ada makanan enak, mata keduanya langsung membelalak lebar.
Mereka berdua pun langsung pergi ke kamar mandi bersama Samiun dan Harisman.
Harisman mengambilkan peralatan makan dari dapur, kemudian mereka bersiap makan bersama.
Rendi menyendok nasi dan lauk seporsinya, ia bingung saat Harisman dan bawahannya tidak berani mengambil makanan.
“Kalian kenapa? Ayo makan!” tegur Rendi.
“Bos, belum ambil yang satunya, tidak baik loh bos, hanya mengambil makanan dari salah satu wanita bos, kalau Mbak bos yang satunya liat, pasti dia sedih.” Jawab Harisman bijak.
Rendi mengerutkan bawahannya yang terlihat bodoh itu ternyata ada benarnya, ia pun menghela napas dan mengembalikan separuh nasi yang ia ambil dari milik Novi, kemudian mengambil milik Sulis, begitu juga dengan lauknya.
“Nah, begitukan, kami jadi enak memakannya.” Ucap Harisman dengan senyum mengembang di sudut bibirnya.
"Selamat makan!" ucap bawahan Harisman serempak.
Rendi yang melihat itu tersenyum kecut, ia tidak menyangka di balik kebodohan Harisman, ia tahu betul masalah menyenangkan wanita.
Jika di ingat-ingat lagi, Harisman selalu bertingkah nyeleneh juga saat Novi sedang marah padanya.
Apa Harisman sengaja pura-pura bodoh di depanku? Kalau di pikir lagi, mana ada orang bodoh yang mau memimpin para preman ini dan tahu kalau dulu dia bisa kalah denganku. ah ... aku terlalu banyak berpikir, biarlah seperti ini saja.
Rendi mulai memiliki pemikiran yang aneh dengan Harisman, ia merasa kalau selama ini Harisman hanya bersandiwara. Namun, Rendi tidak mau membahas hal itu sekarang, karena baginya dengan adanya Harisman membuat kehidupannya lebih berwarna.
"Ah ... kenyang-nya." ucap Samiun sambil mengusap perutnya.
"Ho'oh, makanan ini enak sekali, beruntung sekali Bos bisa mendapatkan wanita yang pandai masak." celetuk Sengkuni menimpali Samiun.
"Sudah, memujinya? Cepat cuci piringnya!" tegur Harisman pada anak buahnya.
"Ya elah Bos, baru juga masuk nasinya di perut, bentar lagi deh." jawab Samiun sambil menusuk-nusuk giginya pakai lidi, karena ada sisa makanan yang nyangkut di sana.
"Oh ... sekarang sudah berani menjawab yah." terlihat Harisman memukul-mukul tangannya.
Samiun tanpa permisi langsung mengambil piring-piring kotor dan bergegas mencucinya, Sengkuni dan Parto juga melakukan hal yang sama dengan Samiun.
Rendi yang melihat itu terkikik geli, ia benar-benar terhibur dengan tingkah ke lima anak buahnya itu.
"Bos, luka di kepala bos sudah sembuh yah?" tanya Harisman yang melihat perban di kepala Rendi sudah terlepas dan tidak ada bekas luka sama sekali.
Rendi reflek memegang kepalanya, benar saja lukanya sudah tidak ada, ia pun tidak merasakan sakit lagi di kepalanya, tentu saja ia terkejut.
Rendi kemudian mengingat kejadian dini hari tadi, ia bergegas mencari Sistem Spinnya, ia mengerutkan keningnya saat melihat tulisan. 'Tubuh darah berhasil di pasang'.
Rendi tentu bingung apa maksud dari tulisan tersebut, tapi ia berusaha untuk tidak terlihat terkejut ataupun bingung, agar Harisman tidak curiga dengannya.
"Ada apa Bos?" tanya Harisman yang melihat Rendi seperti orang yang sedang memikirkan sesuatu.
"Eh ... tidak apa-apa kok, aku hanya mencari ponselku." jawab Rendi sekenanya.
"Itu bos, ponsel kamu di duduki." tunjuk Harisman yang melihat ponsel Rendi.
"Astaga, aku begitu sembrono." gerutu Rendi pada dirinya sendiri.
Harisman tersenyum getir, ia merasa bosnya tidak peduli dengan barang-barangnya, dari semalam ia melihat ponsel Rendi tergeletak begitu saja di sampingnya, untung saja Harisman bukan tipikal tangan panjang, jadi barang-barang Rendi aman.
Setelah sudah sedikit siang, Harisman dan bawahannya pamit pulang, mereka sudah harus setor wajah dulu ke orang tua masing-masing.
Rendi mengerti, sehingga dia mempersilahkan para bawahannya pulang, tanpa menahannya sama sekali.
"Bos, nanti malam kami datang lagi yah, papay!" Samiun melambaikan tangannya.
😅😅😅