Perjanjian antara sang Daddy dan Queena, jika dia sudah berusia 18 tahun dia diperbolehkan berpacaran.
"Daddy! Aku sudah mempunyai pacar! Aku sangat menyukainya."
Saat Queena mengatakannya, seakan dunia menjadi gelap. Vard Ramberd seketika emosi. Ia tak rela pria lain memiliki Queena, gadis itu adalah miliknya!
Dengan kasar Vard memanggul tubuh Queena di pundaknya, menjatuhkan gadis itu ke atas ranjang menindihnya. "Queena, kau selamanya adalah milikku!"
Setelah Vard menodai paksa Queena, gadis itu memandang penuh benci pada sang Daddy. "Aku membencimu, Vard Ramberd! AKU MEMBENCIMU!!!"
---Kuy ikuti kisahnya, lovers ♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sudah Mulai Perduli.
Pagi hari disambut dengan suara melengking dari sebuah peluit, para anak-anak dari orang kaya itu menggeliat malas untuk membuka mata di dalam tenda mereka masing-masing. Tapi tidak dengan Justin, bocah yang baru berusia 7 tahun itu semalaman tidak bisa tidur. Bocah itu terus memikirkan perkataan assisten tentang keadaan Daddy-nya yang menyedihkan setelah ditinggal pergi oleh Mommy-nya.
"Tuan muda, Anda di dalam. Ini saya, Taylor. Boleh saya masuk?"
Justin menatap bayangan di diluar tenda karena tersorot matahari pagi, "Ada apa?"
"Saya membawakan sarapan dari Tuan Vard, kata Tuan jika tidak suka jangan membuangnya. Makanan sangat berharga, Anda boleh memberikan nya pada teman-teman Anda. Itu pun jika Anda mempunyai teman, ini bukan ucapan saya Tuan muda tapi ucapan dari Daddy Anda."
"Huh! Dia pikir aku tidak mempunyai teman?" tapi saat memikirkan perkataan Daddy-nya, ternyata itu memang benar di sekolah dia tidak seperti anak-anak lain dan akhirnya tidak mempunyai teman.
"Bagaimana? Atau Anda mau sarapan bersama Daddy Anda, Tuan muda?" tanya Taylor.
"Kamu masuklah, Paman. Lebih baik aku makan denganmu daripada dengan pria itu," gerutunya tapi akhirnya dia mengalah menerima sarapan kiriman dari sang Daddy.
Diluar tenda bibir Taylor tersenyum, "Saya masuk, Tuan."
Taylor melangkah masuk dengan membawa full breakfast. Sarapan dengan telur mata sapi, bacon, sosis, roti panggang, baked beans, tomat goreng. Serta segelas su su hangat dan jus orange. Ia menaruh nampan di atas meja kecil di dalam tenda, "Silahkan Tuan muda."
Justin mulai memakan sarapan nya, sesekali meminum su su. "Kamu juga makanlah," ucapnya.
"Saya sudah selesai, apa enak?"
Justin mengangguk, "Lumayan, apa orang itu juga sudah sarapan?"
Mata Taylor terkejut, pria itu tak menyangka putra dari atasan nya itu akan bertanya." Sudah, apa Anda mencemaskan Tuan Vard belum sarapan?"
"Tidak, aku tidak mencemaskan nya. Dia adalah pria dewasa untuk apa aku mencemaskan dia, aku hanya berbasa-basi denganmu, Paman," elak Justin.
Tapi Taylor tau itu adalah sebuah keperdulian, sepertinya Tuan muda nya sudah mulai membuka diri meskipun ia tidak tau alasan apa yang membuat Tuan muda nya berubah sikap setelah perkataan kejam Tuan muda nya itu semalam.
Justin terus memakan sarapan nya, itu memang enak dia bahkan ingin sekali menghabiskan nya jika tidak malu. "Terima kasih, katakan pada orang itu."
"Kapan Anda akan memanggil nya Daddy, Tuan muda," tanya Taylor berani.
"Pergilah, Paman. Aku ingin mencuci muka, lagipula jadwal kegiatan masih banyak. Aku harus segera bergabung dengan anak-anak yang lain," Justin menolak menjawab.
"Baik, saya pergi. Jika ada apa-apa, temui saya."
***
Di meja sarapan di rumahnya, Esther memasukkan sarapan ke dalam mulut dengan tak semangat. Sesekali menghela nafas, baru saja ditinggal sehari semalam dia sudah merindukan putranya. "Ah, Honey. Baru sehari tapi Mommy merasa sangat lama, bagaimana jika kita berpisah? Mommy tak bisa membayangkan bisa hidup tanpamu," dessahnya.
Ting Tong!
Kepala Esther menoleh ke arah pintu depan, ia bangkit dari kursi berjalan melewati ruang keluarga dan ruang tamu lalu sampai di pintu depan.
Ceklek.
"Hai, pagi," Xavier berdiri di depan pintu, wajah tampan nya masih tersisa bekas-bekas luka meskipun tidak terlihat terlalu parah tapi tetap saja membuat Esther menarik nafas terkejut.
"Xavier! Ada apa? Apa terjadi sesuatu di keluargamu, apa itu alasan kamu pergi terburu-buru dari Restoran kemarin?"
Pria itu tersenyum meskipun bibirnya sedikit sakit saat merenggangkan mulutnya, "Ya, ada sesuatu terjadi di keluargaku. Kamu sudah siap bekerja? Aku akan mengantarmu."
"Aku baru selesai sarapan? Kamu sudah sarapan?"
"Sudah di rumah, kalau kamu sudah selesai aku tunggu di mobilku ya."
"Baiklah, aku akan segera menyusul ke mobil. Maaf tidak menawarkanmu masuk, putraku sudah berangkat wisata kemarin. Jadi, aku sedang sendirian di rumah. "
"Pantas saja aku tidak mendengar suaranya. Tidak apa-apa, aku tunggu di mobil," Xavier berbalik, berjalan ke arah mobilnya yang terparkir di pekarangan depan rumah Esther.
Esther mengambil tas kerja, lalu memeriksa sekali lagi seluruh isi rumah sebelum pergi keluar.
ada lagi?🙃