Kolaborasi kisah generasi Hikmat dan Ramadhan.
Arsy, cucu dari Abimanyu Hikmat memilih dokter sebagai profesinya. Anak Kenzie itu kini tengah menjalani masa coasnya di sebuah rumah sakit milik keluarga Ramadhan.
Pertemuan tidak sengaja antara Arsy dan Irzal, anak bungsu dari Elang Ramadhan memicu pertengkaran dan menumbuhkan bibit-bibit kebencian.
"Aduh.. maaf-maaf," ujar Arsy seraya mengambilkan barang milik Irzal yang tidak sengaja ditabraknya.
"Punya mata ngga?!," bentak Irzal.
"Dasar tukang ngomel!"
"Apa kamu bilang?"
"Tukang ngomel! Budeg ya!! Itu kuping atau cantelan wajan?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Layanan Darurat
Pergerakan Stella terhenti ketika sebuah tangan menahan bahunya, refleks Stella menolehkan kepalanya ke belakang. Ternyata dirinya menabrak seorang pria tampan. Kedua tangan pria tersbeut memegangi bahunya.
“Dokter Daffa..”
“Ngapain jalannya mundur? Kaya undur-undur aja.”
“Hehehe…”
Stella membalikkan tubuhnya dengan posisi bahunya masih dipegang oleh Daffa. Ternyata ketiga makhluk yang tadi mendekatinya sudah menghilang. Stella kembali melihat pada Daffa, dia senang karena dokter tampan tersebut berhasil mengusir para hantu yang mengejarnya.
“Makasih ya, dok.”
“Makasih buat apa?”
“Pokoknya makasih.”
“Ok.. kembali kasih.”
Daffa melemparkan senyum manisnya membuat Stella terpaku sejenak melihat wajah tampan di depannya. Lamunannya buyar ketika Daffa berlalu darinya. Dia segera menuju meja perawat untuk menanyakan pasien yang tadi ditanganinya. Stella membalikkan tubuhnya, memperhatikan Daffa dengan seksama.
“Oii.. lihatin siapa? Serius bener?” Arsy yang sudah berada di samping Stella, memberikan minuman yang baru saja dibelinya.
“Dokter Daffa, ganteng ya. kok baru nyadar gue.”
“Kemarin pala lo masih kleyengan kali, hahaha..”
“Lo ngga naksir dia kan?” tanya Stella.
“Ngga. Ambil aja kalo suka. Masih jomblo doi. Tapi ngga tau ya, dia suka ngga sama elo. Secara lo kan sengklek banget hahaha..”
“Dasar kampreto delisioso.”
“Gue periksa pasien dulu, ya.”
Arsy segera meninggalkan Stella, kemudian menyambut pasien yang baru saja masuk. Seorang ibu yang menggendong anaknya yang berusia tiga tahunan. Stella baru saja hendak berbalik ketika Zar datang mendekat.
“Ppsssttt.. gue mau ke kantor. Lo balik naik taksi online aja ya.”
“Ya.. elo mah..”
“Sorry.. sorry.. bokap nyuruh ke kantor sekarang.”
“Ya udah.”
Dengan tergesa Zar segera meninggalkan gedung rumah sakit. Stella segera menghubungi Dipa untuk menjemputnya. Sang adik akan datang menjemput sekitar setengah atau satu jam lagi. Gadis itu memutuskan menuju kantin, menunggu adiknya di sana. Diperkirakan di sana tidak akan ada hantu yang mengganggunya.
🍁🍁🍁
Di sebuah meeting room yang ada di lantai 15 rumah sakit Ibnu Sina, nampak dokter Fabian tengah mempresentasikan tentang pelayanan darurat yang akan disediakan rumah sakit ini. Mereka akan bekerja sama dengan pelayanan darurat 112. Jika ada warga yang membutuhkan pertolongan segera yang berkaitan dengan hal medis, maka pelayanan darurat mereka yang akan bertugas.
Reyhan cukup puas mendengar penjelasan Fabian. Sebenarnya ini adalah ide miliknya, namun dia membiarkan juniornya itu yang membuat proposal dan mempresentasikannya. Pria itu tidak sendiri, melainkan dibantu oleh Aqeel dan Daffa. Selain dirinya, ada beberapa petinggi rumah sakit yang turut mendengarkan penjelasannya.
Para pemegang saham mayoritas diminta juga untuk bergabung dan mendengarkan ide tersebut. Keluarga Ramadhan adalah salah satu pemegang saham mayoritas yang diwakili oleh Elang, Reyhan dan Firlan. Firlan yang tidak bisa hadir memberikan suaranya pada Irzal yang didapuk sebagai perwakilan. Seharusnya Aslan yang datang, namun karena pria itu juga sedang menghadiri meeting penting, tugas tersebut didelegasikan pada sang adik.
Sebelum Fabian menjelaskan semua tentang program layanan darurat tersebut, dia memang sudah mendengarnya dari Reyhan. Dari konsep, pria itu setuju saja dan berharap program tersebut bisa dijalankan secepatnya.
“Saya setuju dengan usulan tersebut. Kira-kira kapan kalian bisa mempersiapkannya?” tanya dokter Ikrar, dia adalah direktur rumah sakit ini.
“Saat ini kami masih menunggu kedatangan ambulans yang sudah dipesan. Rencananya nanti akan ada lima ambulans. Ambulans akan dilengkapi dengan peralatan untuk pertolongan darurat.”
“Bagaimana dengan SDM-nya?” tanya Reyhan.
“Nanti dokter magang dan perawat pria yang akan bergilir melakukan tugasnya. Mereka akan menunggu di kantor layanan darurat.”
“Berarti tambahan perawat pria yang kamu minta untuk hal ini?” tanya Reyhan lagi.
“Iya, dok. Perawat pria yang memiliki jam terbang cukup dan bisa menyetir.”
Semua hanya menganggukkan kepalanya saja. Tidak ada yang keberatan dengan ide tersebut. Nantinya ambulans akan ditempatkan di tiga kantor pelayanan darurat, dan langsung meluncur jika ada warga yang membutuhkan bantuan mereka.
Serelah kata sepakat didapat, akhirnya meeting yang memakan waktu dua jam itu usai juga. Satu per satu, peserta meeting meninggalkan ruangan tersebut. Irzal bangun dari duduknya kemudian keluar dari ruangan. Reyhan yang keluar bersamaan dengan pria itu, merangkul bahu sang keponakan.
“Kemana saja kamu? Papa jarang lihat kamu.”
“Biasa, pa. Banyak kerjaan.”
“Jangan kerja terus. Cepat cari pasangan.”
“Ck.. harusnya papa bilang itu sama bang Rakan.”
“Hahaha…”
“Bang Aqeel kapan nikah?”
“Dia mau bicara dulu sama Rakan. Tadinya papa yang akan bicara, tapi sepertinya Aqeel ingin bicara sendiri.”
“Bang Rakan pasti ngijinin.”
“Iya. Setelah Aqeel.. papa harap kamu yang menyusul.”
“Ck.. papa.. dari pada mengurusku, lebih baik papa bilang sama anak bungsu papa, jangan tebar pesona terus.”
“Hahaha… bisa aja kamu.”
Kedua pria tersebut masuk ke dalam lift. Dua orang dokter muda yang ada di sana menganggukkan kepalanya begitu melihat Reyhan. Kotak besi tersebut mulai bergerak turun, dan kemudian berhenti di lantai 10. Reyhan keluar lebih dulu karena harus memeriksa pasien VIP. Sedang Irzal melanjutkan sampai ke lantai dasar. Sebelum meninggalkan rumah sakit, dia ingin bertemu dulu dengan Daffa. Sekeluarnya dari lift, pria itu segera menuju IGD.
Sementara itu Stella yang masih berada di kantin harus kembali dibuat terkejut ketika melihat Jordan sudah duduk di hadapannya. Hampir saja gadis itu tersedak dengan kedatangan jin berjenis kelamin laki-laki itu.
“Kamu kenapa kabur terus. Aku kan cuma mau berteman,” ujar Jordan.
Stella berusaha mengabaikan apa yang dikatakan oleh Jordan. Dia hanya menundukkan pandangannya saja, enggan melihat pada Jordan. Walau penampilan Jordan tidak menakutkan, tapi statusnya sebagai makhluk astral yang membuat Stella enggan berinteraksi dengannya.
“Aku baru loh nemu orang kaya kamu. Bisa lihat aku dan bisa diajak ngobrol. Stella..”
Sebisa mungkin gadis itu mengabaikan panggilan Jordan. Tak menyerah, Jordan mencondongkan tubuhnya ke arah Stella kemudian memanggil nama gadis itu tepat di dekat telinganya.
“Stella…”
“Haaiisshhh..”
BRAK!!
Semua yang ada di sana terkejut mendengar suara gebrakan yang berasal dari meja yang ditempati Stella. Gadis itu baru saja mengangkat gelas kemudian menaruhnya dengan gerakan kencang. Dia benar-benar kesal karena Jordan terus saja mengganggunya.
“Bisa diem ngga sih?!!”
Seorang pelayan yang melintas di dekat meja Stella terlonjak ketika mendengar suara Stella yang cukup kencang. Sadar semua orang tengah memperhatikannya dengan pandangan aneh. Gadis itu segera meninggalkan kantin. Dia berjalan dengan tergesa, karena di belakangnya Jordan masih mengikuti.
Stella memutuskan untuk menemui Arsy. Tak jauh di depannya, dia melihat Irzal baru saja keluar dari IGD. Stella mempercepat langkahnya agar cepat sampai di IGD. Tiba-tiba dari arah kiri, dia melihat sosok wanita yang dilihatnya di lift waktu itu bergerak cepat mendekatinya.
“Whuaaaaaa!!”
Didorong perasaan takut, Stella berteriak kencang sambil berlari. Tanpa sadar gadis itu menuju Irzal yang juga tengah berjalan ke arahnya. Melihat Irzal, dia ingin berlindung dibalik pria itu, dia mempercepat langkahnya hendak memeluk pria itu. Tapi gerakannya tertahan ketika telunjuk Irzal menempel di keningnya.
“Mau ngapain kamu?” tanya Irzal dengan nada dingin.
Mata Stella mendelik ke atas, melihat jari Irzal yang berada di keningnya. Kemudian dia melihat ke kanan dan kirinya, baik Jordan atau hantu perempuan yang mengejarnya sudah tidak ada lagi.
Eh hilang dong tuh hantu.. buset nih cowok saking jutek dan dinginnya, setan sampe eneg juga ama dia hihihi…
Melihat Stella yang hanya diam saja, Irzal mendorong kening Stella sedikit kencang kemudian melepaskan telunjuknya dari sana. Tanpa berkata apa-apa lagi, dia segera meninggalkan Stella yang masih belum sadar dari lamunannya.
“Oii..”
Stella tersentak ketika Arsy mendekat lalu menepuk pundaknya. Gadis itu tersadar, Irzal sudah tidak ada di dekatnya. Mata gadis itu berkeliling mencari hantu yang mengikutinya, namun sudah tidak ada lagi.
“Cari apa?”
“Tadi ada dua setan ngikutin gue, tapi mereka langsung hilang begitu Irzal nyentuh kening gue pake telunjuknya. Emejing tuh laki, setan langsung mental pas ada dia.”
“Setan juga males kali deket-deket sama dia, hahaha..” Arsy membalas dengan kalimat yang tak kalah absurdnya.
“Eh iya, lupa.”
Stella mengeluarkan buku kecil dan pulpen dari tasnya, kemudian menuliskan nama Daffa juga Irzal ke dalam daftar satpam. Arsy yang melihat itu tentu saja bingung. Selain kedua nama itu, di sana juga ada eyang, papi, Arya dan Dipa.
“Itu daftar apaan?”
“Ini daftar orang-orang yang kalo gue deket mereka, tuh setan auto ngilang.”
“Zar ngga ada.”
“Kan udah gue bilang tadi, kaga guna abang lo tuh.”
“Hahahaha…”
“Nanti kalo ke rumah sakit, gue mau nyewa dokter Daffa bentaran buat jadi satpam gue.”
“Hahaha.. berani bayar berapa lo?”
“Bayar pake cinta aja boleh tak?”
“Hahaha… ganjen banget lo.”
Tawa Stella tak ayal pecah juga mendengar ucapan sepupunya. Dari arah pintu lobi, masuklah Dipa yang sedari tadi sudah ditunggu oleh Stella. Pemuda itu segera menghampiri sang kakak.
“Lama banget sih lo,” sembur Stella.
“Sorry.. ayo pulang.”
“Sy.. gue balik ya.”
“Iya.”
Arsy melambaikan tangannya pada Stella. Setelah gadis itu keluar dari gedung rumah sakit, Arsy melangkahkan kakinya kembali ke IGD.
🍁🍁🍁
Hari Minggu adalah hari yang ditunggu oleh sebagian banyak orang. Di hari itu, banyak orang yang memanfaatkan hari liburnya untuk beristirahat atau melepaskan penat dari kesibukan sehari-hari. Hal yang sama juga dilakukan oleh Arsy. Hari Minggu ini, dia memilih berjalan-jalan untuk refreshing. Dia memutuskan mengunjungi mall, hanya untuk berjalan-jalan mencari suasana baru di pusat perbelanjaan tersebut.
Kali ini Arsy memilih The Ocean mall yang menjadi tempat tujuan. Sudah setengah jam dia berjalan-jalan menyusuri deretan tenant yang ada di mall ini. Gadis itu kemudian menuju toko buku untuk melihat-lihat apakah novel dari salah satu author favoritnya ada yang baru terbit. Ketika sedang melihat deretan novel yang terpajang, tanpa sengaja matanya menangkap sosok yang begitu familiar.
Ngga di mana-mana ketemu mulu sama tuh orang. Heran gue..
Arsy memilih mengambil spot sedikit menjauh dari Irzal, begitu melihat pria tersebut juga sedang melihat-lihat buku yang ada di sana. Seperti halnya Arsy, Irzal juga menyadari keberadaan gadis itu di toko buku tersebut. Tapi dia memilih untuk mengabaikannya. Irzal memilih fokus pada buku-buku di depannya.
Perhatiannya teralihkan ketika mendengar sebuah suara tak jauh darinya. Suara seorang wanita meminta tolong. Bergegas Irzal mendekat, lalu dia melihat seorang wanita yang usianya sekitar 50 tahun tengah terbaring di lantai. Seorang perempuan yang sepertinya adalah anaknya duduk di dekat wanita itu. Beberapa orang yang ada di sana langsung mengerubunginya.
“Ada apa?” tanya Irzal.
“Ngga tau.. tiba-tiba aja ibu pingsan,” jawab wanita itu.
Irzal mendekatkan telinganya ke dada wanita itu, lalu menaruh telunjuknya di depan hidung. Tangannya bergerak mengecek nadi wanita itu, detak nadinya sangat lemah. Irzal lalu berdiri, dia hendak meminta Arsy untuk memeriksa wanita itu. Arsy yang tak menyadari kalau ada pengunjung yang pingsan, bermaksud untuk keluar dari toko, namun pergelangan tangannya ditahan oleh Irzal.
“Ar…”
“Eh.. ada apa?”
Tanpa menjawab pertanyaan Arsy, pria itu langsung membawa Arsy ke tempat wanita tadi pingsan. Melihat seorang wanita paruh baya tergeletak di lantai, Arsy segera mendekat untuk memeriksa.
“Dia sepertinya terkena serangan jantung. Zal.. tolong telepon ambulans.”
Dengan cepat Irzal mengambil ponselnya kemudian menghubungi ambulans. Arsy memposisikan wanita yang masih pingsan tersebut yang sedikit miring, kemudian mulai melakukan RJP. Dia menekan dada wanita itu beberapa kali, kemudian membuka mulutnya seraya menjepit hidungnya. Didekatkan mulutnya ke mulut wanita itu untuk meniupkan udara.
Sang wanita masih belum tersadar, Arsy kembali memompa jantung wanita itu lalu memberinya nafas buatan. Sudah dua kali percobaan, namun sang wanita masih terpejam. Tanpa putus asa, Arsy terus melakukan CPR atau RJP pada wanita tersebut. Keringat mulai membasahi tubuhnya. Bahkan tetesannya sudah jatuh membasahi lantai di dekatnya.
Setelah berjuang kurang lebih sepuluh menit, akhirnya wanita tersebut sadar. Matanya perlahan mulai terbuka, dan detak jantungnya perlahan mulai stabil. Arsy jatuh terduduk di dekat wanita itu. Perasaannya lega, bisa menyelamatkan nyawa wanita tersebut. Di saat bersamaan, dua orang petugas medis datang dengan membawa tandu. Mereka segera membawa wanita itu ke rumah sakit.
Kerumunan orang-orang di sana langsung bubar. Irzal mengulurkan tangannya pada Arsy yang masih terduduk. Gadis itu segera menyambut uluran tangan Irzal. Dengan sedikit hentakan Irzal menarik Arsy sampai berdiri. Dilihatnya wajah gadis di depannya nampak sedikit kelelahan. Sisa keringat masih menempel di dahinya.
“Kerja bagus,” Irzal mengusak puncak kepala Arsy.
“Makasih,” kata sederhana yang diungkapkan Irzal benar-benar membuat Arsy senang. Wajahnya bahkan sampai memerah.
“Kamu pasti haus. Ayo aku belikan minuman.”
Tanpa menunggu jawaban gadis itu, Irzal keluar lebih dulu dari sana. Arsy berlari kecil mengikuti Irzal. Mereka kemudian berhenti di depan booth yang menjual minuman teh dingin. Irzal langsung memesan dua minuman. Setelah pesanan selesai, dia mengajak Arsy duduk di kursi yang ada di dekat booth.
“Sendiri aja ke sini?” tanya Irzal membuka percakapan.
“Huum.. refreshing.. puyeng juga tiap hari lihat orang sakit, hehehe..”
“Resiko jadi dokter.”
“Iya sih.”
“Oh iya, sepupu kamu yang kecelakaan kenapa sih? Kok kaya yang aneh ya.”
“Stella.. sejak bangun dari komanya, dia bisa lihat makhluk astral. Makanya dia buru-buru keluar dari rumah sakit. Takut katanya didatengin mulu sama mereka.”
“Serius?”
“Iya. Waktu ketemu kamu juga, ada yang lagi ngikutin dia. Terus katanya hilang aja pas ada dekat kamu. Kayanya kamu penangkal makhluk halus, hahaha..”
“Ada-ada aja.”
Keduanya kembali terdiam, menghabiskan minuman mereka masing-masing. Irzal melihat jam di pergelangan tangannya, waktu sudah lewat jam dua belas siang. Pria itu melihat pada Arsy yang masih duduk diam di sebelahnya.
“Kamu mau pulang?”
“Aku lapar.”
Sontak Irzal dan Arsy terdiam ketika mereka berbicara bersamaan. Tak lama terdengar tawa keduanya. Irzal segera bangun dari duduknya. Mendengar gadis di sebelahnya lapar, dia bermaksud mengajaknya makan.
“Ayo makan.”
“Di mana?”
“Kamu mau makan di mana?”
“Di tempat kemarin?”
“Jam segini belum buka.”
“Yaaaa…”
“Di Rose café aja gimana?”
“Makanannya enak?”
“Hmm.. enak.”
Arsy menganggukkan kepalanya. Dia berdiri kemudian mengkuti langkah Irzal menuju parkiran. Keduanya langsung menuju mobil masing-masing. Arsy menjalankan kendaraannya mengikuti mobil Irzal yang melaju di depannya.
🍁🍁🍁
**Ya pasti auto kabur setannya kalo ada Irzal, takut disembur soalnya🤣🤣🤣
Ehek... Ada yang udah mulai deket² nih**..