LANJUTAN NOVEL "AKU BUKAN WANITA MURAHAN"
Zaline Haena Cruise harus menjadi seorang Presdir di usianya yang masih muda. Wanita itu menjadi pemegang saham terbesar di PT. Cruise Kontruksi setelah kakeknya meninggal dunia.
Banyak sekali yang telah ia alami saat masih kecil karena keserakahan keluarganya sendiri. Namun kini ia bisa menjalani hidup lebih baik atas bantuan kakaknya Zionel Cruise.
Perusahaan yang ia pegang bersama kakaknya tentu saja tidak mudah menuju kesuksesan, apalagi ada perusahaan konstruksi baru yang terus saja menjadi pesaing mereka.
Namun siapa sangka, Zaline Haena Cruise justru harus jatuh cinta pada pemilik perusahaan pesaing tersebut.
Bagaimana kisah cinta mereka???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 💞💋😘M!$$ Y0U😘💋💞, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rumah Sakit 2
Alvaro datang ke rumah sakit untuk menjenguk seorang pekerja bangunan salah satu proyek miliknya. Pekerja itu mengalami kecelakaan kerja di proyek tersebut. Ia bersama Leo berkunjung kesana tanpa Benny karena Benny sedang menuju lokasi proyek yang masih diselidiki oleh kepolisian.
Namun sayang, saat sudah sampai di rumah sakit, mereka tak diperkenankan masuk karena pasien dalam keadaan kritis. Alvaro menghela nafas panjang saat menatap kaca pembatas ruang perawatan tersebut.
"Dimana keluarganya Le?" tanya Alvaro.
"Mereka baru dalam perjalanan menuju kemari pak." jawab Leo.
"Baru saja aku tenang sebentar, sudah ada saja masalah. Apa sudah mendapatkan kabar dari Benny?"
Leo menggelengkan kepalanya. "Sepertinya masih dalam penyelidikan pak Al, tapi menurut kabar, ia jatuh dari lantai tiga karena menginjak besi penyangga bangunan."
"Apa itu memang bisa diinjak? Atau kelalaian para pekerja bangunan?"
Leo kembali menggelengkan kepalanya karena memang belum tahu pasti soal kecelakaan tersebut.
"Aku harap ia bisa melewati masa kritisnya. Kita tunggu keluarganya terlebih dahulu." ujar Alvaro.
"Baik pak. Tapi anda belum makan siang. Apa anda ingin ke kantin rumah sakit terlebih dahulu atau kita ke restoran terdekat?" tanya Leo.
"Saat seperti ini, apakah aku punya selera makan Le? Lupakan itu, jika kau yang lapar, kau saja yang pergi sendiri."
"Tapi pak Al..."
Seketika Alvaro menatap Leo dengan tajam, membuat Leo langsung menutup mulutnya. Alvaro duduk di kursi depan ruangan sambil terus menatap ponselnya, ia benar benar ingin segera mendapat kabar dari Benny, namun belum juga mendapatkannya.
Suara langkah kaki beberapa orang terdengar mendekatinya. Alvaro mendongakkan kepalanya dan melihat beberapa orang yang panik, bahkan salah satu dari mereka sudah mulai histeris.
Alvaro segera berdiri, ia tahu mereka adalah keluarga dari pekerja tersebut.
"Ehm... apakah kalian keluarga korban, ah maksudku pekerja yang ada di dalam?" tanya Alvaro.
Salah satu dari mereka membenarkannya, dan ternyata yang histeris tersebut adalah istri pekerja. Alvaro langsung memperkenalkan dirinya dan berbincang bincang dengan salah satu keluarganya. Bahkan Leo juga ikut membantu atasannya berbicara soal biaya pengobatan dan lainnya.
"Jadi kalian tak perlu khawatir, kami pihak perusahaan akan bertanggung jawab penuh pada korban dan akan segera memberikan penjelasan soal hasil penyelidikan dari kepolisian jika memang ada kelalaian standar bangunan tersebut." ujar Alvaro.
"Terima kasih banyak pak, kami harap kakak kami segera sadarkan diri. Istrinya sedang mengandung saat ini." jawab pria itu yang ternyata adik dari korban.
Alvaro menatap istri korban yang terus menangis.
"Tenangkan istrinya, ini demi kondisi kandungannya. Kami akan mencari dokter terbaik di rumah sakit ini untuk merawatnya. Untuk saat ini hanya itu yang bisa pihak perusahaan lakukan, selanjutnya anda dan keluarga bisa menghubungiku lewat asistenku. Dan sekarang kami pamit undur diri terlebih dahulu." kata Alvaro.
Leo segera menyerahkan kartu namanya. "Hubungi kami saat memerlukan sesuatu. Kami ikut prihatin atas kejadian ini."
"Sekali lagi terima kasih banyak pak."
Alvaro dan Leo berpamitan pada mereka untuk segera kembali ke perusahaan. Baru masuk ke dalam lift, ponsel Alvaro berdering. Ia segera mengangkat ponselnya karena itu dari Benny.
"Bagaimana Ben?"
"Kau masih di rumah sakit? Bagaimana keadaan korban?"
"Iya, tapi sudah mau kembali ke perusahaan. Korban masih dalam keadaan kritis, luka di kepalanya sangat parah Ben."
"Ya Tuhan, semoga ia bisa melewati masa kritisnya. Baiklah kita bicara saja nanti di perusahaan Al."
"Tidak ada masalah yang berhubungan dengan kontruksi kan?"
"Jangan khawatir, Al, sepertinya ini sepenuhnya kesalahan para pekerja. Aku akan memberitahumu detailnya nanti."
"Syukurlah... baik Ben, aku akan segera kembali ke perusahaan." ujar Alvaro seraya menutup teleponnya.
"Bagaimana hasil penyelidikannya pak?" tanya Leo penasaran.
"Murni kelalaian korban, tapi detailnya kita akan tahu setelah sampai di perusahaan." jawab Alvaro.
Pintu lift terbuka, seorang pria masuk ke dalam lift yang tak lain adalah Roxy. Ia akan mengambil pesanan makannya di depan rumah sakit karena pengirim makanan tidak diizinkan masuk ke dalam rumah sakit menurut aturan yang berlaku.
Mereka berada dalam satu lift, namun tentu saja belum saling mengenal satu sama lain. Suasana di dalam sangat hening karena tak ada satupun yang berbicara sampai akhirnya lift terbuka tepat di lantai satu. Mereka sama sama keluar dari lift.
"Pak Al, lebih baik kita ke restoran terlebih dahulu. Jika pak Ben tahu anda belum makan, aku yang akan kena omelannya." ujar Leo.
"Kalian menganggap aku anak kecil. Aku bahkan bisa bertahan walaupun tidak makan selama seminggu." celetuk Alvaro.
"Anda tidak bisa seperti itu lagi pak Al."
"Kau cerewet sekali Le. Jangan bahas makanan lagi, atau aku bisa memberimu pekerjaan lebih banyak lagi." ancam Alvaro.
Roxy terus mendengarkan pembicaraan mereka karena sama sama melangkahkan kakinya keluar dari pintu rumah sakit.
"Pria ini arogan dan sangat keras kepala. Terdengar sangat mengintimidasi, sepertinya mereka adalah bos dan asisten." pikir Roxy sambil melirik ke arah Alvaro. "Sayang sekali, padahal wajahnya sangat tampan. Tapi sikapnya tak seindah wajahnya."
"Pak Alvaro Yugosa." sapa seorang pria membuat mereka menghentikan langkahnya.
Roxy juga ikut berhenti karena sangat terkejut. Ia membalikkan tubuhnya dan melihat kedua pria sedang berjabatan tangan. Roxy terus menatap ke arah Alvaro.
"Alvaro Yugosa? Aku sepertinya pernah mendengar nama itu tapi dimana? Ah... mengapa aku jadi ingin tahu." pikir Roxy seraya kembali melangkahkan kakinya lagi meninggalkan mereka.
Roxy baru ingat saat ia sudah keluar dari pintu masuk rumah sakit.
"Oh ya ampun, apa pria tadi adalah pemilik perusahaan Jaya Kontruksi? Harusnya benar, tidak mungkin ada kesamaan nama persis seperti itu. Melihat penampilannya, aku tak akan salah menilai. Ciiiih... pantas saja arogan sekali. Untung saja Zaline tidak ikut keluar bersamaku, aku berharap mereka tak pernah bertemu." gumam Roxy.
Roxy mengedarkan pandangannya mencari keberadaan pengantar makanan. Ia mengambil ponselnya dan ternyata pengantar makanan tersebut belum sampai, ia terus menunggu sampai akhirnya Alvaro dan Leo keluar.
"Apakah anda akan datang jika menerima undangan dari perusahaan Cruise?" tanya Leo saat mereka melewati Roxy.
"Jangan pernah berharap aku datang ke acara yang tidak penting seperti itu Le. Kapan aku mau menghadiri pesta. Aku sangat benci keramaian." jawab Alvaro.
"Ciiiih... pria tidak waras." kata Roxy pelan.
Seketika Alvaro menghentikan langkahnya, ia membalikkan tubuhnya lalu menatap Roxy. Pendengaran Alvaro memanglah sangat tajam. Ia bahkan memiliki kelebihan bisa membaca gerakan bibir orang lain.
"Apa anda berbicara denganku?" tanya Alvaro pada Roxy.
Roxy terbelalak. "Apa kita saling kenal? Kenapa aku harus bicara dengan anda?"
Alvaro mengerutkan keningnya.
"Pak Al, ada masalah?" tanya Leo.
Alvaro menggelengkan kepalanya, ia sekali lagi menatap Roxy yang sangat acuh. Tanpa berkata apapun, Alvaro pun meninggalkan Roxy begitu saja.
Roxy seketika menarik nafasnya, entah kenapa tatapan Alvaro tadi membuatnya sulit bernafas sesaat.
"Sialan...!" umpat Roxy. "Bagaimana ia bisa mendengar ucapanku yang sangat pelan itu. Pria yang sungguh aneh, dasar brengsek." celetuk Roxy kesal.
Pengantar makanan pun tiba, Roxy segera mengambil pesanannya lalu kembali lagi ke dalam rumah sakit.
Sesampainya di ruangan Nicholas, Roxy langsung berbicara tentang pertemuannya dengan Alvaro.
"Lin... aku bertemu hantu di bawah." ucap Roxy.
"Haaaah???" ujar mereka bersamaan.
"Kau mulai ngigau Xy. Mana ada hantu siang siang begini." ujar Zaline.
Falera dan Nicholas menggelengkan kepalanya membuat Roxy menyeringai.
"Pemilik perusahaan Jaya Kontruksi, Alvaro Yugosa. Aku benar benar melihatnya tadi." ujar Roxy lagi.
Dengan antusias, Roxy pun menceritakan semuanya pada mereka. Tapi Zaline tidak percaya pada Roxy karena Roxy sendiri belum pernah melihat pria itu, bagi Zaline bisa saja nama mereka kebetulan sama.
*****
Happy Reading All...
selamat untuk AlZa atas kebahagiaan nya dengan lahir nya putra pertama
selamat dan sukses selalu untuk mamiku author missyou terima kasih sudah menghibur kami dengan cerita mu yang luar biasa 😘😘😘
dan yang terpenting mamii sehat selalu 😘😘😘
kecuali bocil belum paham 😂😂😂🚴
akhir nya anuu juga kala ada kata malam pertama
selamat ya AlZa 😘😘😘