Istri Arjuna (Sebatas Pelampiasan)

BAB 14a

“Anggita sangat beruntung. Sakit sedikit saja, Pak Arjuna memilih bekerja dari rumah. Enggak sangka sebegitu cintanya beliau sama istrinya.”

“Bikin kita-kita iri. Apa rahasianya biar bisa seberuntung Anggita, ya? Bisa dapat suami ganteng, bos, perhatian pula.”

Di kantin kantor Royal Textile, para staf wanita tengah bergosip ria. Berita tentang presdir mereka yang memilih bekerja dari rumah lantaran istrinya sedang sakit beredar santer ke seluruh perusahaan. Beramai-ramai melabeli Arjuna sebagai suami idaman.

Percakapan di kantin tak luput dari pendengaran Fania. Duduk berseberangan dengan mereka yang sejak tadi menggosok berita supaya makin sip. Telinga juga hatinya ikut panas. Mendidih terbakar iri karena Anggi kini naik peringkat bak idola. Nasib Anggi yang dinilai mujur menjadi dambaan rekan-rekan sejawatnya.

“Paling juga pakai pelet!” celetuknya asal bunyi sambil mengunyah sei sapi yang menjadi menu makan siangnya.

“Hei, sebaiknya tidak berbicara tanpa bukti. Nanti malah timbul fitnah.” Salah seorang dari mereka yang duduk berkerumun di sana menimpali.

“Coba kalian cerdas sedikit. Si Anggi itu kan cuma dari keluarga biasa yang bahkan menjadi tulang punggung. Wajahnya memang cantik sih, tapi ya masih kecantikan dalam kriteria standar lah, tidak secantik ratu sejagat. Kalau enggak pakai pellet, tidak mungkin Pak Arjuna mau. Pasti dukunnya sakti.” Rasa iri yang menggerogoti menjadikan Fania berasumsi sendiri yang malah berakhir semakin menyiksa diri.

“Apa benar begitu? Tapi si Anggi itu kayaknya anak baik-baik. Rasanya tidak mungkin kalau sampai menempuh cara-cara sesat.” Si wanita berkacamata yang duduk di samping Fania memberi komentar.

“Ih, kalian ini. Jangan mudah tertipu dengan tampilan luarnya. Dulu kami bersahabat, jadi aku tahu betul seperti apa aslinya si Anggita.”

Vania terus ingin menyebarkan racun supaya teman-temannya terpengaruh. Padahal sama sekali tak ada faedah dari hal yang dilakukannya. Ucapan buruknya hanya membuat setan dan iblis bersorak-sorai karena temannya nanti di alam keabadian bertambah bersama dosa yang semakin menumpuk.

“Yakin kalian pernah bersahabat? Mana ada sahabat yang embat pacar sahabatnya sendiri dan rela merusak pertemanan hanya karena seorang laki-laki. Kayak hama aja!” cibir yang lain telak dan hal itu membuat Vania bertambah berang.

“Kamu jangan salah sangka! Hendrik berpaling padaku setelah tahu kelakuan si Anggi yang sebenarnya. Dia dulu juga kena pelet, aku membantu Hendrik untuk sembuh dan setelah sadar sepenuhnya di malah naksir aku. Tidak ada rebut merebut,” sanggahnya mati-matian.

Beberapa memilih berjingkat membawa makanan mereka pindah ke meja lain, jengah dengan sikap Fania yang memang tiada manfaat. Sedangkan sisanya lebih tertarik mendengarkan ocehan Fania yang terus menjelekkan Anggi hingga ke dasar, tanpa menyadari desas-desus yang disebar di kantin telah sampai ke telinga Pandu.

Sepuluh hari berlalu kondisi Anggi dinyatakan pulih. Sore ini Wulan berpamitan setelah memeriksa secara saksama. Anggi bernapas lega, setidaknya Juna tidak akan terus memperlakukannya ibarat bayi merah.

“Kamu masih harus minum vitamin yang diresepkan Wulan sampai tiga minggu ke depan, jangan lupa dan jangan sampai terlewat.” Juna mengingatkan.

“Iya, iya,” sahut Anggi jengah. “Mas, besok aku ingin ke rumah sakit. Sudah seminggu lebih aku tidak bertemu ibu secara langsung.”

Juna terdiam sejenak. Tampak menimbang-nimbang. “Baiklah. Besok kuantar,” sahutnya.

Sebenarnya Anggi berniat pergi sendiri. Ingin sebentar saja menghirup kebebasan tanpa dihantui Juna di sekitarnya. Akan tetapi, sepertinya keinginannya hanya tinggal angan. Jika Juna sudah berkehendak sangat sulit untuk dibantah.

“Hmm.” Anggi hanya menyahuti dengan gumaman.

Pintu kamar diketuk dari luar. Terdengar suara Bik Tiyas dari balik pintu. Juna yang sedang membaca resep obat serta vitamin Anggi menghentikan kegiatan dan segera membuka pintu.

“Pak, maaf. Ada Nyonya besar sama Mbak Maharani datang. Ada di bawah sekarang.”

Seketika Anggi menoleh ke arah pintu, begitu mendengar nama Maharani rasa mulas mendadak saja menerjangnya.

TBC