Aruna hanya memanfaatkan Arjuna Dewangga. Lelaki yang belum pernah menjalin hubungan kekasih dengan siapapun. Lelaki yang terkenal baik di sekolahnya dan menjadi kesayangan guru karena prestasinya. Sementara Arjuna, lelaki yang anti-pacaran memutuskan menerima Aruna karena jantungnya yang meningkat lebih cepat dari biasanya setiap berdekatan dengan gadis tersebut. *** "Mau minta sesuatu boleh?" Lelaki itu kembali menyuapi dan mengangguk singkat. "Mau apa emangnya?" Tatapan mata Arjuna begitu lekat menatap Aruna. Aruna berdehem dan minum sejenak, sebelum menjawab pertanyaan Arjuna. "Mau ciuman, ayo!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 25
"Mulai besok aku ikut kamu les, semalem udah daftar kok."
"Hah?! Kamu mau ikut les? Serius sayang?" Arjuna tidak sedang salah dengar kan? Aruna mau ikut les? Belajar saja harus dirinya paksa.
Melihat Aruna mengangguk santai, membuat Arjuna akhirnya percaya. Lelaki itu memandang Aruna yang sedang minum jus buah yang tadi sempat dirinya beli.
"Kenapa?" Arjuna bertanya penasaran.
"Kamu kenapa sih? Nggak suka kalau aku mau bareng kamu terus? Biar bisa bareng sama Sisil kan,"
Aruna bangkit berdiri, berkacak pinggang dan menghentakkan kakinya pada lantai-- -layaknya anak kecil yang merajuk. Arjuna merasa gemas dan menarik tangan Aruna, membuat gadis tersebut jatuh terduduk di pangkuannya.
"Aku nggak pernah bilang kalau satu tempat les sama Sisil, sekarang jujur Aruna---kan aku udah bilang. Lagian, kamu tahu darimana?" Arjuna tersenyum lembut.
"Aku emang mau belajar, kamu kenapa sih? Pulang aja lah kalau mau ajak ribut. Aku lagi capek," Aruna menghela nafas panjang, kemudian menurunkan nada suaranya. Namun, Arjuna seolah tahu bahwa dirinya menutupi sesuatu.
"Sayang, oke aku jujur deh! Aku cemburu lihat wajah kamu di story Sisil! Alasan lainnya, bentar lagi kita mau pisah!" Aruna menaruh wajahnya di leher Arjuna dan mencium aroma kulitnya.
Arjuna tersenyum, semakin mendekat dan memeluk Aruna erat. "Nah, baru pacarku. Kita nggak perlu kan, tarik urat cuma buat komunikasi. Noted, aku bisa pindah tempat les kalau kamu jujur lebih dulu---tanpa kamu repot-repot ikut les." Arjuna tertawa setelahnya, melihat bibir Aruna manyun.
"IH! TUH KAN, nyesel aku daftar les. Mana udah bayar mahal!" Keluhnya pada Arjuna.
"Salah sendiri nggak bilang dulu, kan aku pernah bilang---kalau ada hal yang nggak kamu suka, bisa kamu bicara atau cerita sama aku." Arjuna menaruh dagunya di kepala Aruna dan mencium aroma wangi rambutnya. "Perasaan, tadi ada yang bilang niatnya mau belajar deh!"
"Hem, istilahnya kan sekali dayung dua pulau terlampaui. Sekalian jagain kamu, aku juga dapat ilmu." Aruna menyandarkan kepalanya di bahu lebar Arjuna. "Sedih tahu, bakal pisah sama kamu."
"Kebalik sayang, harusnya aku yang jagain kamu. Tubuh sekecil ini, sok-sokan mau jagain aku?" Arjuna memegang tangan Aruna, meremasnya dengan pelan. "Aku ganti uang kamu,"
Aruna mengerutkan dahinya bingung. "Uang apa? Bayar les? Ih, mahal tau Jun! Nggak usah, lagian aku masih bisa morotin uang papa kok!"
"Kenapa nggak uang aku sekalian?"
"Kamu kan belum kerja,"
Arjuna mengerutkan dahinya. "Kamu kata siapa? Aku juga cari uang sendiri Run, meskipun masih sering di kasih."
"Gimana caranya?"
"Invest sama punya saham di beberapa tempat. Selain itu, papa kasih aku beberapa usaha."
Mulut Aruna ternganga seketika. Padahal, Aruna belum mulai start dengan bisnis toko kuenya dan Arjuna sudah berjalan? Pantas saja rencana lelaki itu selalu matang. Ah, Aruna jadi punya ide untuk meminta dibelikan saham atau usaha atas nama dirinya.
"Ya udah, sini gantiin uang aku!" Arjuna mengangguk, lelaki itu membuka ponselnya. Arjuna tersentak kaget, ketika Aruna meniup lehernya. Tubuhnya di buat meremang seketika.
"Nanti dulu, Aruna. Asshh---" Sepertinya, ucapan Arjuna tidak ditanggapi serius--- karena Aruna yang centil sudah lebih dulu berulah. Memancing Arjuna untuk berbuat lebih.
"Kamu tidur sini ya? Temenin aku?" Bujuknya setelah melepaskan kecupannya pada leher Arjuna. Lelaki itu menunjukkan bukti transfer pada Aruna. "Aku sering kesepian tau," Jemarinya mengusap-usap dada bidang Arjuna dengan wajah memelas.
"Nggak bisa, nanti kamu aneh-aneh!" Tolaknya dengan tegas.
Aruna langsung cemberut, otaknya berusaha memikirkan siasat. "Tuh kan, kamu emang nggak sayang sama aku." Arjuna yang gemas lantas mencubit bibir manyun Aruna. "Ya udah deh, tapi temenin sampai aku tidur ya?"
Mau tak mau, Arjuna menurut. Suara hujan sore hari menjelang malam, membuat perut Aruna kelaparan. Gadis itu mengatakan mau memasak mie kuah dan telur. Arjuna hanya duduk diam memperhatikan, mengambil ponselnya dan memotret Aruna yang tampak serius memasak. Galeri ponselnya, sebagian besar berisi wajah Aruna. Nanti, saat Arjuna rindu---lelaki itu bisa menatap potret manis kekasihnya.
"Mau minum teh hangat? Coklat panas atau kopi nggak, Jun?" Arjuna tersentak dan buru-buru menyimpan ponselnya. Mata Aruna memicing curiga, apalagi ada sisa senyuman di bibir kekasihnya. "Hayo! Kamu abis lihat chat siapa sampai senyum-senyum gitu?!"
Arjuna menggeleng. "Cuma baca chat Acha, katanya jangan pacaran terus." Aruna mengangguk percaya, Acha memang lucu dan menggemaskan menurutnya.
"Coklat hangat ya?" Arjuna lantas menggeleng.
"Air putih aja," Aruna mengangguk, gadis itu memasukkan mie yang sudah siap disantap ke dalam mangkuk.
"Makasih, Aruna."
Arjuna menerima mangkuk yang masih mengepul panas tersebut dan mengaduknya. Aruna masih membuat coklat panas untuk dirinya sendiri. Keduanya duduk berhadapan sambil berbincang.
"Eh, kamu tahu nggak Jun--" Arjuna lantas menyodorkan sendoknya, menyuapi Aruna mie. Kalimat Aruna barusan, tentu mengandung maksud untuk membicarakan orang lain.
"Udah, jangan ngurusin orang lain ya?"
Aruna menggeleng, menolak lagi suapan dari Arjuna.
"Nggak seru! Ini bukan yang jelek-jelek kok, ini berita bagus." Arjuna menaikkan sebelah alisnya, bertanya tanpa suara. "Misel sama Ethan udah jadian, mereka juga mau daftar di universitas yang sama."
Arjuna mengangguk-angguk tampak senang. "Kapan jadiannya? Sebenarnya, udah keliatan kalau Ethan suka Misel."
"Loh, kok kamu tahu? Misel aja sadarnya setelah dua tahun lebih. Bayangin aja, capeknya jadi Ethan. Ceweknya nggak peka!"
Jemari Arjuna mengusap sudut bibir Aruna yang terdapat bekas kuah yang meleber tidak rapi. "Rahasia cowok dong,"
Aruna mengangguk tidak lagi berdebat atau bertanya, fokus menghabiskan makanan dan minum. Setelah habis, Arjuna inisiatif menata dan berniat mencucinya.
"Ya ampun, kamu peka banget sayang! Makin cinta deh," Aruna mengedipkan sebelah matanya genit. Dia masih duduk dengan perut kenyang. Aruna merasa gerah karena makan dan minum panas, kakinya melangkah menuju kamar. Ingin mandi, tapi nanti dulu.
"Mandi dulu deh bentar!" Putusnya setelah duduk dan bermain ponsel di kamar.
Hari sudah malam, gadis itu baru selesai mandi dan berjalan mencari keberadaan Arjuna. Lelaki itu sedang membaca buku dengan kacamatanya, wajahnya tampak serius dan tenang. Dari sudut manapun, Arjuna itu tampan sekali. Apalagi saat sedang serius seperti ini
"Baca apa?" Aruna mendekat dan menyusup masuk ke dalam pelukan Arjuna yang hangat.
Lelaki itu membalik cover buku dan menunjukkannya, Aruna tampak tidak minat. Mata Arjuna lantas memperhatikan penampilan Aruna malam ini, gadis ini memang tidak memiliki baju sopan? Ingin rasanya membelikan baju tidur tertutup.
Baju tidur Aruna berwarna putih gading dengan tali spaghetti tipis dan terawang, terlihat jelas belahan dadanya rendah--- tanpa bra karena bentuk baju tidurnya sudah dilengkapi dengan cup bra. Bagian bawahnya pendek, hanya setengah paha.
"Besok, aku temani kamu beli baju. Kenapa semua baju kamu pendek- pendek, Aruna?"
Aruna menggaruk pipinya lembut. "Kenapa? Kan simulasi tampil menarik depan suami. Kamu emang nggak suka, lihat cewek-cewek sexy? Ih, abis ini kamu juga disana lihatnya jadi biasa aja ya?!"
Arjuna mencium pipinya gemas. "lya," Sahutnya menurut, melabuhkan kecupan- kecupan kecil di bibir lembut dan sexy milik Aruna.
"Temenin tidur yuk?!" Aruna menaruh kedua tangannya di leher Arjuna. Lelaki itu mengangguk, menaruh bukunya di atas meja.
Aruna memegang jakun Arjuna tiba-tiba, mengusap-usap lembut dan menjilat dengan nakal. Arjuna menggeram perlahan, lelaki itu menatapnya dengan tajam.
"Aruna!" Panggilnya penuh peringatan.
Aruna tertawa gemas, kemudian memilih diam. "Sini, kamu temenin bobok dulu!"
"Banyak mau," Arjuna menurut meskipun sudah menatap kekasihnya penuh waspada.
Benar saja kan, baru dirinya duduk di kasur dan menyandarkan kepalanya pada ranjang---gadis itu sudah duduk di pangkuannya dengan wajah nakal.
Arjuna tidak bisa menahannya, berduaan di kamar dengan gadis secantik Aruna yang begitu menggoda. Gadis itu bahkan sudah mencium bibirnya, penuh gairah dan hasrat. Arjuna menepuk pelan pantat Aruna dan mengusap lengannya yang telanjang.
"Ahssss, jangan berhenti! Mau di usap- usap lagi," Pintanya dengan manja, mengarahkan tangan Arjuna ke lengannya.
"Nakal!" Cibirnya dengan suara serak dan mata berkabut gairah. Arjuna kembali memangut bibir Aruna dengan mesra. Jemari Aruna masih mengusap dadanya menggoda dan mencubitnya.
Aruna menggoyangkan pinggulnya, menggoda milik Arjuna yang sudah dia rasakan menegang tegak.
"Stop Aruna, nanti kebablasan!" Kedua tangannya memegang pinggang Aruna.
"Oh, nggak apa-apa. Aku punya kondom kok,"
Mata Arjuna langsung membelalak kaget seketika. Aruna punya kondom? Untuk apa? Batinnya tidak habis pikir dengan sang kekasih.
"Kamu ngapain beli begituan, Aruna?!" Arjuna menyorot tajam.
"Ih, siapa yang beli! Itu dikasih kado, waktu ulang tahun kok!" Sahutnya membela diri, tapi memang begitu kenyataannya.
"Siapa yang ngasih?" Arjuna masih sabar bertanya.
"Nggak penting siapa yang ngasih, yang penting kan bisa digunakan. Cobain yuk?" Ajaknya menggoda, mengalungkan kedua lengannya di leher Arjuna dengan erat. Dadanya menempel dan hampir keluar dari tempatnya, pinggulnya dia goyangkan dengan merengek manja.
Arjuna menggeram frustasi, jakunnya naik turun mengamati penampilan Aruna yang berantakan---namun, begitu menggoda sekali. Jika sudah menikah, Arjuna tidak akan berpikir dua kali---lah ini, keduanya baru hampir lulus.
"Ayo, Juna!" Rengeknya meminta. "Kan, kamu udah kasih banyak hal buat aku. Sekarang gantian ya?" Aruna mengedipkan matanya manja.
Sial, Arjuna tidak bisa menahan diri lagi. Lelaki itu kembali mencium bibir Aruna dengan tergesa-gesa, melumatnya dalam. Jemarinya bergerak, mengusap paha mulus Aruna yang terlihat. Mengusapnya naik turun dari lututnya, sampai mendekati celana dalam Aruna.
"Ahsss aku sukahhhh!" Desahnya manja. Tali spaghetti tipis tersebut sudah melorot dan menunjukkan dada sekal dan besar Aruna, sementara putingnya masih tertutup sisa kain.
"Dimana kondomnya?" Arjuna bertanya serak.
"Di laci nakas ahhhh," Aruna mendesah, ketika tubuh kekar Arjuna menaruhnya di kasur dan bergerak mengambil kondomnya.
Ternyata ada satu kotak, Arjuna segera ambil dan membuka jendela. Lelaki itu justru membuangnya ke bawah, tanpa menoleh dimana jatuhnya. Yang jelas jatuh terjun di belakang apartemen yang berisi lahan kosong.
"Kok di buang sih?!" Wajah Aruna memerah marah. Gadis itu langsung tidur membelakangi Arjuna yang bergerak mendekat. "Jangan pegang-pegang, nggak ada gunanya! Awas!" Marahnya dengan kesal.
Arjuna tertawa lirih, nekat mendekat dan memeluknya dari belakang. Miliknya menusuk Aruna dari belakang, meskipun terhalang kain.
"Aku juga mau sayang, kalau boleh jujur. Tapi, nanti ya tunggu kita nikah?" Bujuknya dengan lembut.
"Nggak mau!" Aruna masih merajuk kesal.
"Ya udah, maunya apa?" Tawar Arjuna lembut, mulutnya asik mencium bahu telanjang Aruna.
"Nggak tau!"
Arjuna tertawa geli, lelaki itu menarik selimut dan membuat tubuh keduanya menempel hangat. Di kecupnya pelipis sang kekasih dengan mesra.
"Tidur aja ya sayang, aku temenin." Bisiknya lembut.
Aruna melunak, gadis itu membalik tubuhnya dan memeluk erat. "Maaf ya, masih suka marah-marah." Gumamnya lirih.
"Iya, goodnight baby."
"Nginep sini ya?" Pintanya, tidak menjawab ucapan Arjuna.
Lelaki itu bergumam mengiyakan dan menutup matanya rapat. Mengusir pikiran kotornya, dengan tidur. Aruna pun sama, menerima pelukan hangat dan tubuh Arjuna yang menjadi favoritnya. Dalam batinnya, Aruna berharap semoga dirinya bisa seperti ini bersama Arjuna, namun dengan status yang berbeda.