NovelToon NovelToon
Rahasia Di Balik Cinta Terlarang

Rahasia Di Balik Cinta Terlarang

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Duniahiburan / Rumahhantu / Mafia / Cintapertama / Berondong
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Ulina Simanullang

Di Universitas Harapan Bangsa, cinta tumbuh di antara dua insan dari dunia yang berbeda. Stefanus, pemuda cerdas yang hidup serba kekurangan, menempuh pendidikan berkat beasiswa.Di sisi lain, ada Stefany, gadis cantik dan pintar, putri tunggal Pak Arman, seorang pengusaha kaya yang ternyata menyimpan rahasia kelam Ia adalah bos mafia kejam.Pertemuan sederhana di kampus membawa Stefanus dan Stefany pada perasaan yang tak bisa mereka tolak. Namun, cinta mereka terhalang restu keluarga. Pak Arman menentang hubungan itu, bukan hanya karena perbedaan status sosial,hingga suatu malam, takdir membawa malapetaka. Stefanus tanpa sengaja menyaksikan sendiri aksi brutal Pak Arman dan komplotannya membunuh seorang pengkhianat mafia. Rahasia berdarah itu membuat Stefanus menjadi target pembunuhan.Akhirnya Stefanus meninggal ditangan pak Arman.stelah meninggalnya Stefanus,Stefany bertemu dengan Ceo yang mirip dengan Stefanus namanya Julian.Apakah Julian itu adalah Stefanus?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ulina Simanullang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 26: Introgasi Surya

Boris, yang sejak tadi berdiri di pojok, mengepalkan tangannya pelan. Semua laporan yang ia bawa ke Pak Arman beberapa hari lalu jelas-jelas membuktikan Surya sudah bertemu Silver Claw di belakang.

Pak Arman memberi isyarat ke Boris.

Boris maju, meletakkan sebuah alat perekam kecil di meja. Dengan satu klik, suara dari rekaman terdengar jelas di seluruh ruangan:

"Kalau Arman tidak setuju, kita alihkan saja ke pihak lain. Silver Claw sudah menunggu jawaban."

Itu suara Surya. Rekaman diambil beberapa malam lalu saat ia diam-diam bertemu dua orang Silver Claw di gudang pelabuhan.

Surya langsung menegang. Wajahnya memucat, tapi ia berusaha tersenyum. “Pak, itu tidak seperti yang Anda pikirkan. Izinkan saya jelaskan.

Pak Arman mengangkat tangannya, menyuruhnya diam. “Di meja ini, Surya… tidak ada yang bicara dua kali. Sekali saja cukup. Kau tahu itu.”

“Pak, saya hanya memikirkan bisnis."

“Bisnis?” suara Pak Arman meninggi, memotong kalimatnya. “Atau kekuasaan?”

Surya terdiam. Keringat mulai muncul di pelipisnya.

Pak Arman berdiri perlahan. Langkahnya berat tapi penuh wibawa.

“Mulai malam ini,” katanya pelan tapi tegas, “semua jalur pelabuhan di bawah pengawasan Boris. Kau… istirahat, Surya.”

Surya menatap tak percaya. “Pak! Anda tidak bisa begitu saja mem—”

“Diam!” bentak Pak Arman, suaranya menggema di seluruh ruangan.

Dua anak buah tanpa nama bergerak cepat, berdiri di belakang Surya.

“Pak, saya sudah dua puluh tahun bersama Anda!” suara Surya meninggi, kali ini penuh emosi. “Saya tidak pernah mengkhianati Anda!”

Pak Arman menatapnya tajam. “Dua puluh tahun… dan kau pikir itu memberimu hak untuk bermain di belakangku?”

“Tidak, Pak! Saya hanya memikirkan masa depan kita!” Surya mencoba bertahan.

“Masa depan kita?” suara Pak Arman kini pelan, tapi lebih mematikan dari bentakan tadi. “Atau masa depanmu sendiri?”

Surya terdiam.

“Bawa dia,” perintah Pak Arman akhirnya.

Dua anak buah langsung menggiring Surya keluar ruangan. Surya sempat menoleh, tatapannya penuh amarah sekaligus ketakutan.

Setelah Surya digiring keluar, suara langkah sepatu para anak buah memudar di lorong panjang villa. Ruangan kembali hening, hanya terdengar suara detak jam dinding yang menggema perlahan.

Pak Arman berdiri di depan jendela besar, kedua tangannya bersedekap di belakang punggung. Dari sana, ia memandangi cahaya kota yang berkelip di kejauhan. Di bawah sana, ribuan orang sibuk dengan hidup mereka, tak ada yang tahu bahwa di balik lampu-lampu indah itu, dunia gelap para mafia sedang bergejolak.

Boris mendekat dengan langkah tenang. “Apa yang harus kami lakukan dengan Surya, Pak?” suaranya berat, dalam, tanpa emosi.

Pak Arman tidak langsung menjawab. Ia menghela napas panjang, matanya menyipit seolah memikirkan sesuatu yang jauh ke depan. Lalu, suaranya terdengar pelan, nyaris seperti gumaman.

“Orang seperti Surya tidak mengerti bahasa negosiasi,” katanya akhirnya. “Dia hanya mengerti satu bahasa… bahasa ketakutan.”

Boris mengangguk pelan. “Apakah… Anda ingin kami membuatnya menghilang, Pak?”

Pak Arman berbalik perlahan, wajahnya kini terlihat jelas di bawah cahaya lampu gantung. Tatapan matanya menusuk, penuh perhitungan.

“Bukan sekadar menghilang,” ujarnya dingin. “Aku ingin semua orang tahu apa yang terjadi pada mereka yang mencoba bermain di belakangku. Termasuk Silver Claw itu.”

Ruangan itu kembali hening. Anak buah lain yang duduk di kursi panjang hanya saling pandang. Mereka sudah terbiasa dengan keputusan-keputusan seperti ini, tapi tetap saja, setiap kali Pak Arman mengeluarkan perintah seperti itu, hawa dingin selalu merayap di tengkuk mereka.

Boris maju selangkah, wajahnya tetap datar. “Baik, Pak. Saya akan atur orang-orang untuk mengirimkan… pesan.”

Pak Arman mengangguk, lalu berjalan kembali ke meja besar. Ia menyalakan cerutu, asapnya mengepul di udara. Sambil memandang ke arah Boris, ia berkata dengan suara pelan tapi penuh tekanan,

“Boris, aku ingin pesan itu sejelas mungkin. Tidak ada yang berani menyentuh pelabuhan kita tanpa izinku. Tidak ada yang berani menentangku… dan hidup untuk menceritakannya.”

Boris menatap Pak Arman tanpa berkedip. “Saya mengerti, Pak.”

Pak Arman mencondongkan tubuhnya sedikit, suaranya semakin dingin. “Mulailah dengan Surya. Lalu… kirim salam pada Silver Claw. Katakan pada mereka… jalur pelabuhan timur bukan untuk dijual. Dan kalau mereka masih berani mencoba… aku akan membuat mereka menyesal lahir ke dunia ini.”

Beberapa anak buah yang duduk di ujung meja saling bertukar pandang. Mereka tahu perintah itu berarti perang terbuka.

Boris mengangguk pelan. “Saya akan pastikan mereka mengerti, Pak. Tapi… apakah Anda ingin saya memimpin sendiri operasi ini?”

Pak Arman menghembuskan asap cerutu perlahan. “Ya. Ini urusanmu sekarang. Surya pernah dekat denganmu. Akan lebih… puitis kalau pengkhianat itu diakhiri oleh tangan orang yang dulu ia percayai.”

Sejenak, wajah Boris tetap tanpa ekspresi. Tapi di balik sorot matanya yang dingin, ada sesuatu yang berbeda malam itu. Surya memang pernah jadi rekan lamanya. Mereka berdua memulai di bawah perintah Pak Arman hampir bersamaan, puluhan tahun lalu. Namun dalam dunia mafia, persahabatan tidak ada harganya ketika pengkhianatan sudah terjadi.

“Baik, Pak,” jawab Boris pendek.

Pak Arman kembali berdiri tegak, menatap keluar jendela. “Setelah Surya… bersihkan juga semua jejaknya. Orang-orangnya, asetnya, semuanya. Aku tidak mau ada sisa-sisa yang bisa dipakai Silver Claw.”

Boris mengangguk sekali lagi. “Mengerti, Pak.”

Pak Arman mematikan cerutu di asbak kaca, lalu berbalik menghadap semua anak buah yang masih diam di kursi mereka.

“Dengar baik-baik,” suaranya berat, memenuhi ruangan. “Mulai malam ini, kita tidak hanya berurusan dengan pengkhianat. Kita berurusan dengan musuh baru yang mengira mereka bisa membeli kekuasaan di wilayahku. Tugas kita sederhana: tunjukkan pada mereka siapa yang benar-benar memegang kendali di kota ini.”

Anak buah di ujung meja menelan ludah. Mereka tahu itu artinya pembantaian akan segera terjadi.

Boris maju selangkah lagi. “Kapan Anda ingin kami mulai, Pak?”

Pak Arman menatap jam dinding, jarumnya hampir mendekati tengah malam. “Malam ini juga. Tidak ada penundaan. Aku tidak mau mereka sempat merencanakan langkah berikutnya.”

Boris mengangguk, lalu memberi kode kepada dua anak buahnya. Mereka segera keluar ruangan, mungkin untuk menyiapkan kendaraan dan senjata.

Sebelum Boris ikut pergi, Pak Arman menambahkan dengan suara yang nyaris seperti bisikan, namun penuh racun,

“Buatlah pesan itu… terlihat. Dunia harus tahu bahwa Arman tidak bisa disentuh.”

Boris berhenti sejenak, lalu menatap Pak Arman. “Pesan yang terlihat… dan berdarah. Saya mengerti, Pak.”

Pak Arman menatap balik, wajahnya dingin tanpa emosi. “Bukan hanya berdarah, Boris. Tapi pesan yang akan mereka ingat setiap kali mereka mencoba mengucapkan namaku.”

Boris mengangguk sekali lagi, lalu berjalan keluar ruangan dengan langkah berat. Beberapa anak buahnya mengikuti dari belakang. Malam itu, udara dingin di luar villa terasa semakin menusuk.

Di dalam ruangan, Pak Arman kembali berdiri sendirian di depan jendela, memandang lampu-lampu kota yang berkelip. Di balik tatapannya yang tenang, badai besar sedang bersiap meledak.

“Silver Claw…” gumamnya pelan, seolah berbicara pada dirinya sendiri. “Kalian sudah mengetuk pintu yang salah.”

1
Ertina Boru Manullang
ini penulisnya lote murahan, di bayar 200 bisa di entot semalaman sampe puas, coba aj KLO ada yg lagi pengen, pasti langsung mau
Ida Bolon Ida Borsimbolon
mantap,Tetap semangat berkarya💪☺️
Risno Simanullang
mkasi kk
Aiko
Gila keren!
Lourdes zabala
Ngangenin ceritanya!
Risno Simanullang: mkasi kk
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!