Carmila harus menghadapi kenyataan pahit: suaminya membawa selingkuhan ke rumah, yang tak lain adalah sahabatnya sendiri. Pengkhianatan dari dua orang terdekatnya ini menghancurkan hati Carmila yang selama ini telah berjuang menjadi istri dan nyonya istana yang sempurna.
Dalam keterpurukannya, Carmila bertemu dengan Pangeran Kedua Kekaisaran, dan tanpa ragu mengajukan sebuah hubungan kontrak dengannya.
Apakah Pangeran Kedua itu akan menerima tawarannya, atau menolak secara dingin? Keputusannya akan menentukan arah permainan balas dendam Carmila, sekaligus membuka pintu pada skandal dan intrik yang tak terduga.
Revisi berjalan yaa!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon flowy_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Trik murahan.
Valerian menatapnya tajam. "Apa ucapanku terdengar seperti lelucon bagimu? Carmilla itu istriku."
"Terus kenapa?"
Valerian menarik napas pelan, suaranya terdengar menahan emosi. “Cara bicaramu seakan-akan kau punya hak atas dirinya. Sedekat apa pun kalian, aku tidak terima kau menodainya.”
Alistair menaikkan alisnya. “Lucu sekali, bukankah kau sendiri tidur dengan sahabat terdekatnya?”
Ucapan itu membuat Valerian terdiam. Pembicaraan ini seperti bergerak ke arah yang sama sekali tidak bisa ia kendalikan.
“Dan soal saputangan itu... memang benar.” Alistair menyilangkan tangan, ekspresinya kembali datar. “Kalau kau baru pertama kali melihat saputangan putih itu, mungkin selama ini perhatianmu pada Carmilla memang tidak cukup. Kau seharusnya bercermin dulu sebelum menyalahkan orang.”
“Omong kosong! Carmilla bahkan tidak pernah memakai saputangan putih!” Valerian membalas cepat.
Sebelum Alistair sempat merespons, seorang pelayan muncul di ambang pintu dan memberi hormat.
“Yang Mulia, Duchess Carmilla telah tiba.”
Pintu langsung terbuka. Valerian refleks menoleh, dan dari balik pelayan itu, muncul lah sosok wanita yang sangat ia kenal.
"Maaf. Aku ke sini karena ada sesuatu yang ingin ku bicarakan..."
Memamerkan rambut panjangnya yang bergelombang, Carmilla melangkah masuk dengan senyum lebar yang memancarkan kecantikannya.
Namun, senyumnya langsung memudar saat ia melihat sosok lain berada di dalam ruangan tersebut.
"Valerian?"
Carmilla berkedip pelan, seolah tak percaya dengan apa yang di lihatnya. 'Kenapa dia ada di sini?' ucapannya dalam hati.
Valerian tidak bisa menahan diri lagi.
Ia melangkah mendekat dan menangkap pergelangan tangan Carmilla sebelum wanita itu sempat menghindar.
“Carmilla. Kita perlu bicara.”
“Lepaskan aku… Apa sebenarnya yang kau inginkan?” Carmilla berusaha menarik tangannya, tapi langkahnya tetap terseret mengikuti tarikannya.
Begitu tiba di halaman belakang yang sunyi, Valerian melepaskan cengkeramannya dengan kasar.
“Kau… benar-benar ingin bercerai dariku?”
“Ya. Bukankah sudah kukatakan sebelumnya?” Carmilla mengusap pergelangan tangannya yang memerah, ekspresinya kesal dan jengah.
Valerian menahan emosi, satu tangannya bertolak pinggang sementara ia menunjuk ke arah istana Pangeran.
“Sebagai pria, aku bisa bilang… laki-laki itu tidak bisa di percaya. Dia melecehkanmu tepat di hadapanku.”
“Oh?” Carmilla mengangkat alisnya santai. “Apa yang Alistair katakan sampai membuatmu seperti ini?” Carmilla balik bertanya dengan nada acuh tak acuh.
“Kau tahu apa yang dia bilang tentang pertemuan pertama kalian? Dia bilang dia tidur denganmu!”
Carmilla tersenyum tipis, “Begitu rupanya… Tak kusangka Alistair bisa mengucapkan hal-hal yang terdengar menggoda seperti itu. Menarik.”
“Carmilla!” Wajah Valerian memerah padam, suaranya meninggi tanpa ia sadari. Itu adalah sisi dirinya yang belum pernah Carmilla lihat sebelumnya.
Sambil mengusap pergelangan tangannya, Carmilla tertawa kecil. "Apakah pertemuan pertamaku dengan Alistair sebegitu pentingnya untukmu?"
"Penting! Tentu saja sangat penting!"
'Karena itu akan menjadi poin paling krusial dalam perceraian kita nanti!'
Ia tidak tahu sejauh apa Carmilla sudah membaca arah perceraian ini, Yang jelas, ia belum siap menunjukkan kartu terpentingnya.
Valerian menyipitkan mata sejenak, sambil menatap Carmilla. Untungnya, Carmilla terlihat biasa saja.
“Hubungan antara aku dan Alistair tidak ada hubungannya dengan perkara ini,” ujar Carmilla, suaranya terdengar tenang namun tegas. Ia menyilangkan tangan di dada, lalu melangkah sedikit maju. "Yang terpenting sekarang adalah kenyataan bahwa kau yang berselingkuh lebih dulu.”
Valerian menatapnya tajam. “Jadi kau memang menyembunyikan sesuatu soal pertemuan itu, ya?”
Carmila menghela napas pelan. "Aku sudah menjelaskan berkali-kali bahwa pertemuan pertama yang ku ceritakan itu benar, Kalau kau memilih untuk tidak percaya... ya itu keputusanmu."
Ia terdiam sejenak sebelum melanjutkan ucapannya. "Ngomong-ngomong, apa kamu sudah memikirkan tawaranku?” ucapnya datar. “Setelah kupikir lagi, aku tidak bisa memberimu waktu terlalu lama. Jadi, aku ingin keputusan itu ada dalam waktu dua minggu.”
Valerian menggertakkan gigi sambil menatapnya tajam.
'Tampaknya dia belum selesai berpikir', pikir Carmilla, lalu ia melanjutkan perkataannya.
"Jangan berpikir untuk melakukan trik murahan apa pun dan berikan jawaban yang jelas. Jika dalam dua minggu kau tidak membawa surat yang sudah di isi, aku akan mengajukan gugatan ke pengadilan."
Setelah selesai bicara, Carmilla berbalik dan berjalan kembali menuju pintu masuk istana Pangeran.
Valerian menatap punggung Carmilla yang menjauh dengan tatapan penuh dendam.
Lalu, tanpa bisa menahan diri, ia berteriak hingga suaranya menggema, “Baik, kita lihat saja siapa yang menang! Kau atau aku!”
“Setelah itu, ia hanya mendengus kesal dan melangkah pergi begitu saja.”
Di sisi lain, Carmilla tetap berjalan santai. Beberapa langkah kemudian, ia berhenti dan menoleh sekilas ke arah Valerian yang telah menghilang.
“Jangan-jangan…” gumamnya lirih.
Sebuah dugaan tiba-tiba muncul di benaknya. Pantas saja pria itu terobsesi pada pertemuan pertama mereka.
'Rupanya bajingan itu, sedang bersiap menggugat balik, ya?'
......................
Saat Carmilla kembali memasuki ruangan, Alistair sudah menunggunya dengan tenang.
Raut wajahnya menyiratkan bahwa ia membutuhkan penjelasan lengkap mengenai situasi yang baru saja terjadi.
“Maaf soal kegaduhan tadi. Sepertinya Valerian datang menemuimu untuk melakukan trik murahan.”
"Trik murahan?"
“Ya. Lingkungan sekitarku akhir-akhir ini seperti medan perang,” gumam Carmilla. “Dan aku sedang mempersiapkan gugatan cerai.”
Alistair menatap Carmilla dengan ekspresi yang sulit diartikan.
Carmilla mengambil tempat di hadapannya, lalu duduk dengan tenang sambil menyilangkan tangan. “Aku sudah menawarkan perceraian damai. Tapi sepertinya Valerian memilih untuk melawan.”
Jika instingnya benar, Valerian pasti sedang mempersiapkan gugatan.
"Apakah pertemuan pertamaku dengan Alistair sebegitu pentingnya untukmu?"
"Penting! Tentu saja sangat penting!"
Carmilla teringat bagaimana Valerian menyipitkan mata saat mengucapkan kata-kata tersebut.
Itu adalah ekspresi yang sering ia tunjukkan ketika sedang mengamati reaksinya.
Sudah pasti benar. Valerian tidak punya niat untuk menyetujui perceraian damai begitu saja.
'Cih. Padahal aku menawarkan perceraian damai karena tidak ingin repot mengurusnya.'
Memang Valerian sangat bodoh. Atau mungkin, serakah.
Ia sudah menawarkan cara yang paling aman dan cepat. Valerian pasti tahu bahwa itu adalah pilihan termudah dan teraman baginya juga.
Hanya saja, ia tidak menginginkannya.
Pada akhirnya, Valerian sedang menggali kuburnya sendiri dan dengan patuh masuk ke dalamnya.
"Lalu sekarang bagaimana? Apa ini akan berlanjut ke pengadilan?"
“Ya. Bagiku itu malah lebih baik. Kalau dia mau menggali kuburnya sendiri, tentu saja aku akan menguburnya dengan rapi.”
Bagi Carmilla, proses gugatan cerai justru menjadi kesempatan untuk membuat Valerian jauh lebih terpojok dari pada rencana awal—tentu saja, dengan persiapan yang tepat.
“Ngomong-ngomong, Yang Mulia… bolehkah aku mengajukan satu tawaran?”
Alistair menoleh, sedikit bingung.
Senyum tipis terbit di bibir Carmilla. Ucapan Liam terlintas jelas dalam kepalanya.
"Anda harus memastikan bahwa semua fakta berpihak pada Anda, terutama soal waktu di mulainya hubungan mereka."
Setelah menerima saran itu, Carmilla akhirnya menemukan cara untuk membuktikannya—meski butuh waktu dan pertimbangan panjang.
Namun, untuk melaksanakan rencana tersebut, bantuan Alistair sangat di perlukan.
“Jika saya mengetahui keberadaan Silas apakah Yang Mulia bersedia membantuku?”
“Apa!” Alistair jelas terkejut dengan pertanyaan itu.
Dan itulah alasan Carmilla datang menemuinya hari ini.