NovelToon NovelToon
Jiwa Sang Pangeran Aerion

Jiwa Sang Pangeran Aerion

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Fantasi Wanita / Mengubah Takdir
Popularitas:714
Nilai: 5
Nama Author: Adrina salsabila Alkhadafi

Dikhianati. Dituduh berkhianat. Dibunuh oleh orang yang dicintainya sendiri.
Putri Arvenia Velmora seharusnya sudah mati malam itu.
Namun takdir memberinya satu kesempatan—hidup kembali sebagai Lyra, gadis biasa dari kalangan rakyat.
Dengan ingatan masa lalu yang perlahan kembali, Lyra bersumpah akan merebut kembali takhta yang dirampas darinya.
Tapi segalanya menjadi rumit ketika ia bertemu Pangeran Kael…
Sang pewaris baru kerajaan—dan reinkarnasi dari pria yang dulu menghabisi nyawanya.
Antara cinta dan dendam, takhta dan kehancuran…
Lyra harus memilih: menebus masa lalu, atau menghancurkan segalanya sekali lagi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adrina salsabila Alkhadafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 22: Perjalanan Astral dan Bisikan Ketidakseimbangan

dermaga rahasia di malam hari. Di hadapannya, Kael menunggunya dengan ekspresi cemas namun penuh kebanggaan.

​"Kau yakin harus melakukan ini, Lyra?" tanya Kael, Lyra memegang kedua tangan Lyra. "Dua tahun terakhir adalah kedamaian. Aku takut kau menciptakan kekacauan lagi."

​"Kedamaian ini palsu, Kael," balas Lyra, Lyra menatap Kael dengan tegas. "Anda sendiri yang bilang: Keseimbangan energi terganggu. Kita sudah mengalahkan musuh yang terlihat. Sekarang, saya harus mencari senjata melawan musuh yang tak terlihat."

​Kael memberikan Lyra sebuah gulungan peta kulit yang sangat tua. "Perpustakaan Astral. Legenda mengatakan itu terletak di Kepulauan Kabut, melampaui Lautan Sunyi. Perjalanan itu brutal, Lyra. Tidak ada yang pernah kembali."

​"Itu berarti Lyra Velmora harus menjadi yang pertama," Lyra tersenyum.

​Kael memberinya ciuman perpisahan yang dalam, penuh janji dan gairah. "Jangan lupakan syarat kita, Ratu-ku. Aku membutuhkan Warisan kita. Kembalilah dengan selamat."

​"Aku akan kembali," Lyra berbisik. "Dan saat itu, Eteria akan siap."

​Lyra kemudian bertemu dengan tim kecilnya—bukan lagi Kapten Militer, tetapi spesialis yang Lyra pilih sendiri:

​Dorian: Seorang navigator dan ahli kartografi yang licik. Mantan penyelundup yang diampuni oleh dekrit Lyra, yang satu-satunya orang yang mungkin memiliki peta menuju Kepulauan Kabut.

​Elara: Seorang herbalis dan tabib yang sangat diam. Elara adalah satu-satunya yang Lyra percayai untuk menjaga kesehatan Lyra dan mungkin membantu dengan 'syarat' Kael.

​Jax: Pengawal pribadi baru Lyra, mantan pengawal Kerajaan yang diselamatkan Lyra dari intrik Valerius. Loyalitasnya hanya kepada Lyra.

​Lyra menaiki kapal layar kecil yang disiapkan secara rahasia. Saat kapal menjauh dari pantai Eteria, Lyra melihat Kael berdiri sendirian di dermaga, sosoknya yang agung dan abadi.

​Perpisahan ini terasa berbeda, pikir Lyra. Dulu, Kael adalah kekuatan yang membawaku pergi. Sekarang, Kael adalah fondasi yang ku tinggalkan.

​Dorian, sang navigator, mendekati Lyra. "Lautan Sunyi, Yang Mulia. Kita harus berlayar ke arah selatan-barat selama berminggu-minggu sebelum kita menemukan arus yang membawa kita ke Kepulauan Kabut. Itu adalah perjalanan yang berbahaya."

​"Bagus," kata Lyra. "Bahaya adalah tempat kita belajar."

​Pelayaran di Lautan Sunyi adalah sebuah ujian. Lautan itu bukan hanya ganas, tetapi aneh.

​Setelah dua minggu, mereka memasuki zona laut yang tenang, tetapi Lyra mulai merasakan bisikan di benaknya. Bukan suara, tetapi rasa dingin yang tajam dan tidak menyenangkan.

​"Apakah kalian merasakan itu?" tanya Lyra, saat mereka berlayar di bawah langit yang terlalu tenang.

​"Hanya dinginnya laut, Yang Mulia," jawab Dorian, dengan mata yang terus waspada.

​Namun, Lyra tahu itu bukan dingin biasa. Itu adalah ketidakseimbangan energi yang Kael bicarakan.

​Malam itu, Lyra tidak bisa tidur. Lyra berdiri di dek, menatap air laut yang memancarkan cahaya biru redup.

​"Kau juga merasakannya, bukan?" sebuah suara berbisik.

​Lyra menoleh. Itu adalah Elara, tabib yang pendiam. Elara memegang sebuah kristal kecil di tangannya, yang berdenyut dengan cahaya samar.

​"Kau tahu tentang sihir, Elara?" Lyra bertanya.

​"Saya tahu tentang keseimbangan, Yang Mulia," Elara menjawab. "Sihir ada di mana-mana, di tumbuhan, di air, di udara. Di sini, di Lautan Sunyi, sihirnya terlalu padat. Terlalu liar. Itu mencoba mengambil energi dari makhluk hidup untuk mengisi kekosongan yang Anda ciptakan."

​"Kekosongan yang aku ciptakan?"

​"Ya. Anda menghancurkan dua artefak kuno—Liontin Segel dan Peninggalan. Itu seperti mencabut dua gigi dari rahang alam semesta," Elara menjelaskan, matanya yang tenang menatap Lyra. "Alam semesta sekarang lapar. Dan itu menargetkan Anda, karena Anda adalah pusat kehendak yang menyebabkan perubahan ini."

​Lyra merasakan bahaya yang jauh lebih besar daripada perang. Lyra tidak hanya bertarung melawan ratu lain, Lyra bertarung melawan hukum alam semesta.

​Tiba-tiba, Dorian berteriak dari kemudi. "Kabut! Kabut tebal muncul entah dari mana!"

​Kapal mereka diselimuti kabut yang dingin dan tebal. Lyra tidak bisa melihat apa-apa.

​"Ini bukan kabut biasa!" Lyra berteriak. "Ini adalah sihir! Elara, apa yang terjadi?"

​"Ini adalah Kabut Jiwa, Yang Mulia," kata Elara, Elara meraih tangan Lyra. "Ini mencoba menyerap energi kita. Jangan bernapas terlalu dalam! Fokus pada kehendak Anda!"

​Lyra merasakan kengerian menusuk. Kabut itu seperti makhluk hidup, mencoba memasuki pikirannya, mencoba mengacaukan kehendaknya. Lyra memejamkan mata, memegang erat memori Kael, memori takhtanya, memori janji Warisan.

​Aku adalah Ratu. Kehendakku tidak bisa dipatahkan.

​Lyra memaksakan kehendaknya ke udara. Kabut itu bergetar. Dorian berhasil memandu kapal keluar dari Kabut Jiwa, meninggalkan Lyra terengah-engah dan kelelahan.

​"Kita sudah melewati itu, Yang Mulia," kata Dorian, suaranya gemetar.

​Lyra melihat kristal Elara. Kristal itu kini bersinar terang. "Kita berhasil. Elara, bagaimana kau tahu?"

​"Karena saya adalah pengamat. Dan saya tahu bahwa Raja Aerion membutuhkan Anda kembali, dengan kehendak Anda utuh," Elara tersenyum penuh rahasia.

​Beberapa hari kemudian, mereka mencapai Kepulauan Kabut. Rantai pulau vulkanik yang diselimuti kabut abadi dan hutan yang belum terjamah.

​Lyra tahu Perpustakaan Astral pasti tersembunyi di sini. Lyra memimpin timnya ke daratan.

​Mereka mendaki melalui hutan yang aneh. Lyra melihat tanda-tanda sihir kuno di mana-mana—tumbuhan yang berpendar, batu yang melayang.

​Saat beristirahat, Lyra menarik Dorian ke samping.

​"Dorian, kau adalah orang yang mengenal dunia bawah," kata Lyra. "Sejujurnya, apa yang kau ketahui tentang Kepulauan Kabut ini?"

​Dorian terlihat gugup. "Hanya legenda, Yang Mulia. Dikatakan bahwa Perpustakaan Astral dilindungi oleh Pelayan Waktu. Makhluk yang menjaga agar pengetahuan tidak jatuh ke tangan yang salah."

​"Pelayan Waktu?"

​"Mereka adalah penjaga. Mereka tidak bisa dibunuh dengan pedang," Dorian menjelaskan.

​Tiba-tiba, Jax, pengawal setia Lyra, berteriak. "Ada pergerakan! Di pepohonan!"

​Mereka diserang oleh makhluk bayangan yang cepat dan gesit. Lyra dan timnya bertarung. Lyra menggunakan keterampilan Lyra si mata-mata, Lyra mengandalkan kecepatan dan kelincahan.

​Namun, di tengah pertempuran, Lyra melihat Dorian menarik diri dari pertempuran. Dorian tidak membela Lyra, Dorian hanya mengamati.

​Lyra menyadari sesuatu. Dorian tidak dipilih Lyra hanya karena keterampilannya. Dorian pasti memiliki agenda tersembunyi.

​Setelah mereka mengalahkan makhluk bayangan itu (dengan bantuan Elara yang menggunakan herbal pembakar sihir), Lyra menatap Dorian, matanya dipenuhi keraguan.

​"Dorian, kau tidak bertarung," Lyra menuduh.

​Dorian membungkuk dalam. "Saya adalah navigator, Yang Mulia. Bukan prajurit."

​Lyra tidak yakin. Lyra merasakan intrik yang familiar—bau pengkhianatan di tengah petualangan. Lyra telah meninggalkan Istana, tetapi intrik politik mengikutinya.

​"Kita akan lanjutkan," kata Lyra, tetapi sekarang Lyra menjaga jarak dari Dorian. Lyra tahu bahwa di dalam timnya sendiri, ada potensi ancaman.

​Lyra, Elara, dan Jax melanjutkan perjalanan, meninggalkan Dorian untuk menjaga kamp. Lyra tidak mempercayainya lagi.

​Mereka mencapai sebuah tebing curam. Di hadapan mereka, terukir di dinding batu raksasa, adalah Pintu Gerbang Astral—sebuah pintu melingkar kuno yang memancarkan cahaya perak redup.

​"Ini dia," kata Lyra, napasnya tercekat.

​Lyra mendekati pintu gerbang. Lyra tahu Lyra harus membukanya dengan kehendaknya, karena Lyra tidak punya Liontin.

​Tiba-tiba, suara datang dari belakang mereka. Itu adalah Dorian.

​"Maaf, Yang Mulia Ratu," kata Dorian, Dorian memegang sebuah pisau kecil. "Saya tidak bisa membiarkan Anda masuk ke sana."

​"Kau mengkhianati saya, Dorian?" tanya Lyra, tanpa terkejut.

​"Saya bekerja untuk Kekuatan Keseimbangan, Ratu," Dorian menjelaskan. "Kekuatan yang melindungi Perpustakaan ini. Jika Anda mengambil pengetahuan itu, Anda akan lebih mengganggu keseimbangan. Saya harus menghentikan Anda."

​"Siapa yang mengirim Anda?"

​"Bukan manusia. Bukan sihir. Itu kehendak alam semesta," Dorian membalas, matanya dipenuhi keyakinan fanatik.

​Dorian maju. Lyra siap bertarung. Namun, sebelum Dorian bisa menyerang, Elara bergerak. Elara melemparkan bubuk herbal ke wajah Dorian. Dorian menjerit, matanya terbakar.

​"Dia bukan pelayan saya, Lyra," Elara berkata. "Dia adalah penjaga keseimbangan. Saya adalah pelayan Anda."

​Lyra melihat kesempatan. Lyra mendekati Pintu Gerbang Astral. Lyra meletakkan tangan Lyra di batu yang dingin. Lyra memejamkan mata. Lyra memanggil semua yang Lyra miliki: kenangan Valerius, cinta Aerion, tekadnya sebagai Ratu.

​"Aku adalah Lyra Velmora. Aku adalah Ratu Eteria. Aku datang untuk mengambil pengetahuan yang menjadi hakku!" Lyra berteriak.

​Pintu Gerbang itu bergetar. Lyra merasakan semua energinya tersedot keluar, tetapi Lyra menahan. Kehendak Ratu berhasil.

​Pintu Gerbang Astral terbuka, memperlihatkan lorong yang dipenuhi cahaya bintang.

​"Kita masuk, Elara!" perintah Lyra.

​Lyra melangkah masuk, meninggalkan Dorian yang kesakitan dan pengkhianatan di belakang. Lyra tahu, perjalanan ini baru saja menjadi jauh lebih pribadi dan berbahaya.

1
Andira Rahmawati
aku kok aga bingung ya sama jln ceritanya...masih blm nyimak..
putri lindung bulan: iya maaf akan aku revisi lagi,karena masih pemula
total 1 replies
putri lindung bulan
Ketika hati hancur, dunia terasa runtuh. Namun, dari luka yang paling dalam, justru lahir kekuatan yang tak pernah kita sadari.
“Bangkit Setelah Terluka” bukan sekadar kisah tentang kehilangan, tapi tentang keberanian untuk memaafkan, bertahan, dan mencintai diri sendiri kembali.

Luka memang meninggalkan jejak, tapi bukan untuk selamanya membuat kita lemah.
Dalam setiap air mata, tersimpan doa yang tak terucap.


Cinta, pengorbanan, dan air mata menjadi saksi perjalanan hidup seorang wanita yang hampir kehilangan segalanya—kecuali harapan.

“Bangkit Setelah Terluka” menuturkan kisah yang dekat dengan hati kita: tentang keluarga, kesetiaan, dan keajaiban ketika seseorang memilih untuk tetap bertahan meski dunia meninggalkannya.

Bacalah… dan temukan dirimu di antara setiap helai kisahnya.
SHAIDDY STHEFANÍA AGUIRRE
Terima kasih untuk cerita yang luar biasa, tolong jangan berhenti!
putri lindung bulan: salam kenal
total 2 replies
putri lindung bulan
yang sudah baca,terimakasih ya.yuk berteman dengan ku💪💪💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!