Wati seorang istri yang diperlakukan seperti babu dirumah mertuanya hanya karena dia miskin dan tidak bekerja.
Gaji suaminya semua dipegang mertuanya dan untuk uang jajannya Wati hanya diberi uang 200ribu saja oleh mertuanya.
Diam-diam Wati menulis novel di beberapa platform dan dia hanya menyimpan gajinya untuk dirinya sendiri.
Saat melahirkan tiba kandungan Wati bermasalah sehingga harus melahirkan secara Caesar. ibu mertua Wati marah besar karena anaknya harus berhutang sama sini untuk melunasi biaya operasi Caesar nya.
Suaminya tidak menjemputnya dari rumah sakit. saat Wati tiba dirumah mertuanya dia malah diusir dan suaminya hanya terdiam melihat istrinya pergi dengan membawa bayinya.
Bagaimana nasib Wati dan bayinya? Akankah mereka terlantar dijalanan ataukah ada seseorang yang menolong mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyuni Soehardi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 26
Pagi hujan gerimis seolah mewakili air mata yang tertumpah, cuaca mendung sekelabu hati bu Warni yang menghadapi kenyataan suaminya telah mendua.
Wati menghangatkan masakan yang kemarin dibuatnya. Ibu mertuanya tidak jadi pulang makanannya hanya berkurang saat mereka makan siang.
Tapi pagi itu semua merasa tidak bersemangat. Wati menghidangkan masakannya dimeja makan tapi di ruang keluarga dia membuat kopi untuk dirinya dan suaminya serta teh panas untuk ibunya dan aneka roti yang kemarin sempat dibelinya.
Tampaknya semua orang lebih suka sarapan roti dan minuman panas untuk menghangatkan tubuh mereka dari cuaca yang lembab diluar sana.
“Bu bagaimana kalau untuk sementara ibu tinggal disini dulu?” Saran Wati.
“Apakah tidak apa-apa kalau ibu tinggal disini? Tapi ibu kan punya rumah walaupun cuma rumah kontrakan sih tapi sudah puluhan tahun kami hidup disana serasa rumah sendiri.” Kata ibu.
“Ya tidak apa-apa sesekali ibu di rumah kontrakan kalau bosan bisa kesini lagi.” Kata Wati.
“Ibu tidak bisa berpikir Wati. Ibu masih bingung.” Jawab ibu.
“Baiklah bu ibu tidak usah berpikir dulu kalau masih bingung. Untuk sementara ibu disini dulu saja sambil membantu saya menjaga Panji kalau saya sedang bekerja.” Kata Wati yang hanya ditanggapi dengan anggukan kepala saja oleh ibunya.
Pagi itu Dony datang ke kantor dan sebelum bertemu klien dia menghubungi kakaknya dan mengundangnya datang ke rumahnya setelah pulang kerja.
Sementara itu pasangan pengantin baru yang sudah tidak muda lagi sedang hangat-hangatnya dimabuk cinta. Janda setengah tuwir itu merasa menang karena suami sirinya lebih memilihnya daripada istri sah nya.
“Aku tahu mas gajinya tidak besar, bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Tapi aku bekerja dan menghasilkan uang yang bisa mencukupi kebutuhan rumah tangga kita. Aku hanya memerlukan pendamping, aku tidak ingin menua sendirian.” Ucapnya sambil mengelus kepala suami tuanya yang tidur berbantal melon kembarnya yang masih kencang.
“Terimakasih sudah menerima kekuranganku dek. Sebagai suami aku masih harus menafkahi istriku kecuali dia sudah mengajukan gugatan cerai.” Katanya sambil mulai membuka satu persatu kancing baju istri sirinya. Tua-tua keladi adalah julukan yang pas untuk pria yang masih doyan melon bohay.
Janda mandul yang sudah cukup lama ditinggalkan oleh suaminya itu sudah beberapa kali kawin cerai dengan beragam lelaki yang hanya tertarik dengan tubuhnya. Mulai dari brondong, preman, aki-aki yang akhirnya meninggal karena usia dan mewarisinya sejumlah uang untuk membuka usaha dan yang terakhir adalah suami orang.
Sore hari Tono dan Fitri untuk pertama kalinya mengunjungi apartemen Dony dan Wati.
Ketika mereka datang sudah disambut Wati dengan masakannya yang selalu menggugah selera dan untuk suguhan kali ini Wati membuat kue bingka dari daerahnya.
“Ayo masuk mas Tono, mbak Fitri.”kata Wati sambil menggendong Panji.
Fitri langsung mengambil Panji dari gendongan Wati. “Keponakan ku sudah besar, gembul sekali pipinya.” Gemas Fitri sambil mencium pipi Panji.
“Ibu tumben di apartemen Wati. Pantas Satria sendirian terus dua hari ini biasanya ibu selalu menemani Satria.”
“Ini mas kopinya” kata Wati sambil memberikan cangkir kopi kepada kakak iparnya.
Semua sudah berkumpul. Fitri agak heran dengan wajah serius adiknya.
“Mas Tono dan mbak Fitri kita sedang ada masalah yang serius. Aku mengundang kalian berdua kemari untuk mendengarkan saran kalian.” Kata Dony.
“Memangnya ada masalah apa Don.” Tanya Fitri.
“Ayah diam-diam sudah menikah lagi mbak.” Jawab Dony.
“Appaa…” keduanya berteriak sehingga membuat Panji kaget dan menangis. Wati mengambil Panji dari gendongan Fitri dan menenangkan anaknya.
“Dari mana kau tahu berita ini Don.” Kata Tono.
“Dari ayah sendiri saat kami memergoki mereka di mall kemarin.” Kata Dony.
“Wah ayah sudah gila” kata Fitri.
“Apa ibu tahu sebelumnya bu?”
“Ibu tidak tahu dan tidak menyangka samasekali. Ayahmu memang sering tidak pulang akhir-akhir ini. Ibu sih tidak curiga karena ibu pikir ayahmu sudah tua. Tidak mungkin selingkuh.”
“Sejak kapan ayah sering tidak pulang bu.”
“Sejak ibu sering menemani Satria dirumahmu.”
“Hmm….maaf Fitri tanya apa kalian masih melakukan hubungan intim?”
“Sudah tidak pernah sudah setahun lebih, sudah tua ngapain sih harus berhubungan? Sudah ada cucu juga.”
“Tapi laki-laki beda dengan perempuan bu. Laki-laki masih membutuhkan pelepasan terutama pagi hari. Kalau tidak ya ibu bisa lihat sendiri ayah menyalurkannya ke perempuan lain.” kata Tono.
“Apa ibu pernah menolak saat ayah minta dilayani?” tanya Fitri.
“Sering sih. Ibu sudah tidak menginginkan melakukan itu lagi. Sudah tua ngapain sih.” Jawab ibu.
“Lalu sekarang bagaimana kalau ayah menikah lagi? Ibu ikhlas tidak?” Tanya Tono.
“Perempuan mana sih yang rela dimadu. Ya pasti tidaklah Ton, kau ini ada-ada saja.” Ketus ibu.
“Lalu kalau ibu ingin ayah kembali apakah ibu sanggup merubah diri? Misalnya, selalu ada untuk suami, melayani suami diranjang, kebiasaan apa yang membuat ayah tidak suka ya ibu harus memperbaiki nya. Ayah tidak suka ibu sering sosialita. Suami pulang istri tidak dirumah kalau ada Wati ya Wati yang meladeni ayah makan dan menyediakan kopi pagi dan sore. Tapi begitu Wati pindah ayah cari yang lain kan?”
“Kok jadi ibu yang kalian hakimi seharusnya ayah kalian dong yang kalian marahi dan suruh buang itu perempuan.” Protes ibu.
Akhirnya bisa damai