NovelToon NovelToon
Cinta Di Atas Abu

Cinta Di Atas Abu

Status: sedang berlangsung
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: RizkaAube

Hidup Nara berubah dalam satu malam. Gadis cantik berusia dua puluh tahun itu terjebak dalam badai takdir ketika pertemuannya dengan Zean Anggara Pratama. Seorang pria tampan yang hancur oleh pengkhianatan. Menggiringnya pada tragedi yang tak pernah ia bayangkan. Di antara air mata, luka, dan kehancuran, lahirlah sebuah perjanjian dingin. Pernikahan tanpa cinta, hanya untuk menutup aib dan mengikat tanggung jawab. Namun, bisakah hati yang terluka benar-benar mati? Atau justru di balik kebencian, takdir menyiapkan sesuatu yang lebih dalam dari sekadar luka? Dan diantara benci dan cinta, antara luka dan harapan. Mampukah keduanya menemukan cahaya dari abu yang membakar hati mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RizkaAube, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter : 26

Zoya cepat-cepat mengangguk. “I-iya, Dok. Saya asisten pribadi beliau. Bagaimana kondisi Bu Nara?”

Dokter menarik napas. “Beliau mengalami kelelahan berat, ditambah tekanan emosional. Tapi ada satu hal lagi…” suaranya menurun,“Beliau sedang hamil muda. Itu sebabnya kondisinya mudah drop.”

Sejenak Zoya terpaku. Matanya melebar, mulutnya sedikit terbuka. “Ha… hamil?” suaranya bergetar.

“Ya. Usia kandungan masih sangat dini. Jadi mohon dijaga. Jangan stres, jangan terlalu lelah. Butuh istirahat yang cukup. Kalau tidak, risikonya cukup besar.”

Zoya memegangi dadanya, nyaris tidak percaya apa yang barusan ia dengar. Rasanya ada rasa bahagia aneh yang muncul, tapi bersamaan dengan itu juga ada kecemasan yang luar biasa. Bu Nara hamil… sebuah kabar besar yang bisa mengubah segalanya.

Beberapa menit kemudian, Nara perlahan membuka mata. Pandangannya samar, namun ia bisa merasakan genggaman hangat di tangannya. Saat sadar, ia mendapati Zoya duduk di samping ranjang, wajahnya masih pucat karena khawatir.

“Bu Nara…” bisik Zoya, suaranya lirih tapi lega. “Syukurlah, Ibu sadar juga.”

Nara mencoba bangun, tapi tubuhnya lemah. Saat itu ia menangkap ekspresi Zoya, dan seketika hatinya langsung tahu.

“Dokter… sudah bilang, ya?” suaranya lirih, nyaris tak terdengar.

Zoya terdiam, lalu mengangguk pelan.

Air mata Nara mengalir seketika. Ia menggenggam tangan Zoya erat-erat, seolah tak ingin dilepaskan.

“Zoya… aku mohon, jangan bilang siapa-siapa. Tentang ini. Aku belum siap, aku takut…” suaranya pecah.

“Bu Nara, tapi—”

“Tolong, Zoya.” Nara menangis lebih keras, bahunya bergetar. “Cukup kamu dan aku saja yang tahu. Jangan sampai orang lain tahu. Aku mohon… aku mohon…”

Melihat permohonan itu, hati Zoya remuk. Ia tidak tahu pasti kenapa Nara menyimpan hal ini, tapi keberanian untuk menyembunyikan sesuatu sebesar ini juga menunjukkan betapa kuatnya Nara bertahan.

Zoya meraih tangan Nara dengan kedua tangannya, menatap dalam. “Baik, Bu. Saya janji. Rahasia ini hanya kita berdua yang tahu. Sampai Ibu sendiri siap mengatakannya.”

Tangisan Nara pecah, ia menutup wajah dengan tangan satunya. Zoya memeluknya lembut, membiarkan Nara menangis di bahunya.

Suara langkah tergesa memecah keheningan. Pintu kamar terbuka, dan masuklah Melisa, Hendrik, Zean, dan Cika dengan wajah panik.

“Nara! Sayang, kamu kenapa?!” Melisa langsung menghampiri, menggenggam tangan menantunya dengan penuh kecemasan.

Nara buru-buru menghapus air matanya. Pandangannya singgah ke arah dokter, memberi tatapan penuh makna. Dokter itu langsung mengangguk halus, paham maksudnya.

“Kondisi pasien hanya kelelahan dan tekanan pikiran,” ujar dokter dengan nada tenang. “Tidak ada yang serius, hanya perlu istirahat total. Jangan terlalu banyak beraktivitas dulu.”

Melisa menutup mulut, menahan tangis lega. Namun di matanya ada kilatan kecewa halus yang tidak bisa sepenuhnya disembunyikan. Ia sempat berharap kabar yang berbeda. Meski begitu, kasih sayangnya pada Nara tidak berubah sedikit pun. Ia mengusap rambut menantunya dengan penuh kelembutan.

“Syukurlah, sayang. Mama kira kamu kenapa-napa tadi.” ucapnya, suaranya bergetar.

Zean berdiri di sisi ranjang, kedua tangannya terlipat di dada. Wajahnya tetap datar, seolah tidak peduli, namun matanya beberapa kali melirik ke arah Nara yang terbaring lemah. Tatapan itu cepat, singkat, tapi cukup untuk menunjukkan ada sesuatu yang sebenarnya ia tahan.

Ia menunduk sedikit, menatap Nara lebih lama dari biasanya. Bibirnya kemudian bergerak pelan. “Kau benar-benar sudah bikin orang panik,” ucapnya datar.

Kalimat itu jatuh dingin, terdengar seperti sindiran ketus di tengah suasana yang penuh kecemasan.

Melisa langsung menoleh, keningnya berkerut. “Zean! Bagaimana bisa kamu bicara begitu pada istrimu yang baru saja pingsan?!” Nada suaranya tidak tinggi, tapi cukup tegas untuk menunjukkan ketidaksukaannya.

Suasana kamar mendadak hening. Nara hanya terdiam, hatinya bergetar mendengar pertengkaran kecil itu. Zoya, yang berdiri di sudut, bisa menangkap dengan jelas. ucapan Zean mungkin terdengar dingin, tapi sebenarnya terselip rasa khawatir yang ia sembunyikan rapat-rapat.

Nara memilih tidak menanggapi. Ia hanya mengangguk pelan, menunduk dalam diam. Rahasianya tetap terkunci rapat. Kini hanya ia dan Zoya yang tahu.

Dan malam itu, meski dirinya dikelilingi keluarga yang begitu menyayanginya, ada satu hal besar yang tidak bisa ia bagi pada siapa pun. Sebuah rahasia berat yang membuat dadanya semakin sesak setiap kali mengingatnya.

...\~⭑ ⭑ ⭑ ⭑ ⭑\~...

Dan kini pagi yang indah telah tiba, suasana rumah sakit dipenuhi cahaya matahari yang menembus kaca jendela, membuat kamar perawatan VIP yang nara tempati terasa lebih hangat. Aroma antiseptik yang tajam sedikit tertutupi oleh semilir angin dari ventilasi. Nara baru saja membuka mata setelah tidur panjangnya, dan kali ini wajahnya tampak lebih tenang. Meski tubuhnya masih lemah, setidaknya warnanya tidak sepucat malam sebelumnya.

Seorang dokter perempuan masuk bersama seorang perawat. Wajahnya teduh, suaranya lembut namun tegas. Ia memeriksa tekanan darah Nara, melihat infus, lalu menatap dengan dihiasi senyum manis di bibirnya.

“Keadaan pasien sudah stabil. Tidak ada gejala berbahaya lagi,” ucap dokter itu. “Hari ini Ibu sudah boleh pulang, tapi ada catatan penting. Tolong jangan langsung bekerja. Minimal satu hari penuh hanya untuk istirahat. tidak ada aktivitas melelahkan.jangan lupa minum obat dan yang paling penting harus makan teratur.”

Melisa yang sejak tadi menunggu di sisi ranjang langsung mengangguk cepat. “Ya, Dok. Kami akan pastikan Nara benar-benar istirahat di rumah. Terima kasih banyak.”

Zean berdiri beberapa langkah dari ranjang, diam, tapi matanya menajam ketika mendengar pesan itu. Ia tidak bicara sepatah kata pun, hanya menyelipkan tangannya ke dalam saku celana, seolah menahan sesuatu yang ingin ia katakan.

Dokter itu menatap sekeliling, lalu memberi isyarat halus kepada Zoya untuk ikut menemaninya keluar sebentar. Zoya merasa sedikit ragu, lalu berdiri. Mereka melangkah menuju koridor yang sepi.

1
Bintang
Smgt 🌷
Etit Rostifah
lanjut ...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!