Bagi Dira pernikahan adalah sebuah mimpi indah. Dira tak menyangka pria yang tiba-tiba mau menikahinya di hari pernikahan, disaat calon suaminya menghilang tanpa jejak, ternyata menyimpan dendam masa lalu yang membara.
Denzo tak menikahinya karena cinta melainkan untuk balas dendam.
Namun, Dira tidak tahu apa dosanya hingga setiap hari yang ia lalui bersama suaminya hanya penuh luka, tanya dan rahasia yang perlahan terungkap.
Dan bagaimana jika dalam kebencian Denzo, perlahan tumbuh perasaan yang tidak ia duga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ars Asta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Susana meja makan terasa suram. Setelah percakapan tadi Dira jadi terlihat muram. Wanita itu tetap melayani suaminya di saat perasaan terasa sesak. Ia melirik suaminya. Pria itu masih menampilkan wajah dinginnya. Ia bahkan tak melihat ke arah Dira sekalipun.
Makan malam berlangsung tanpa ada yang bersuara, hanya suara sendok dan garpu yang terdengar.
Bi Nina dan beberapa pelayan menyadari telah terjadi sesuatu pada Nonanya, tidak biasanya wanita itu diam seperti ini.
Bi Nina menatap khawatir pada Dira. Ia berdiri di belakang wanita itu.
Denzo meletakkan sendok dan garpunya, meneguk air sedikit lalu berdiri tanpa menoleh pada Dira. Pria itu meninggalkan ruang makan.
Bi Nina langsung mendekat ke Dira. "Nona gapapa kan?" tanyanya khawatir.
Dira tersenyum kecil mencoba menunjukkan bahwa dia baik-baik saja. " Aku gapapa, Bi."
"Nona, cerita saja sama Bibi." Bi Nina menatap sayu pada wanita yang masih memegang sendoknya itu.
"Iya Bi. Tapi aku gapapa beneran." Dira menoleh. "Gimana kalau Bibi temani aku makan."
Wanita itu menarik kepala Pelayan duduk di kursi di sampingnya.
"Tapi Non..."
"Udah makan aja Bi." Dira mengambil piring kosong dan menaruhnya di depan Bi Nina. Ia lalu mengambilkan nasi beserta lauk di piring itu.
Bi Nina hanya bisa pasrah tidak bisa menolak lagi.
"Makasih Non." Bi Nina akhirnya mulai makan.
Mereka makan sambil mengobrol kecil. Dira yang awalnya terlihat muram kini tertawa kecil.
***
Seorang wanita berjalan mondar mandir di depan sofa sedari tadi, ia meremas kedua tangannya gelisah menunggu Suaminya yang tidak masuk ke kamar sedari tadi. Wanita itu menatap jam dinding, yang menunjukkan pukul 11 malam.
"Apa Mas Denzo tidak tidur di sini lagi?" gumamnya pelan.
Setelah hampir setengah jam berdiri. Dira merasa kakinya pegal, ia memutuskan duduk di sofa.
"Apa Mas benar-benar makin marah padaku?" tanya Dira pada diri sendiri.
Wanita membaringkan tubuhnya di sofa sambil menunggu. Mungkin suaminya sedang bekerja itu yang Dira pikirkan mencoba berpikir positif.
Malam makin larut, mata Dira terasa berat dan butuh waktu lama ia pun tertidur.
Di sisi lain Pria yang dia tunggu sedang berada di ruang kerjanya. Ia tengah duduk di kursi besarnya membalikkannya ke arah belakang tepat jendela besar yang terhubung ke taman.
Di tangannya terselip 1 batang rokok yang sudah terbakar. Ia menghisapnya lalu menyemburkan asapnya. Matanya terlihat dingin memandang langit malam.
Seperti ini seharusnya. Wanita itu akan tiba besok, aku harap dia punya bukti lain.
Pria itu kembali menghisap rokok itu, asap rokok memenuhi ruangannya. Malam yang panjang itu Denzo menghabiskan 4 barang rokok, padahal ia sudah lama tak menyentuh dan menghindari rokok yang membuat candu itu.
***
Bandara Soekarno-Hatta itu dipenuhi hiruk-pikuk. Lantunan suara bergema dari pengeras suara, bercampur dengan derap langkah kaki penumpang yang bergegas menuju pintu keluar.
Seorang wanita menarik koper hitamnya sambil mengedarkan pandangan. Matanya menelusuri deretan orang yang berdiri di pagar pembatas.
Ia berjalan keluar melewati dinding pembatas. Seorang pria dengan jas hitam menghampirinya.
"Nona Nasya?" tanya Pria itu.
Wanita yang bernama Nasya itu langsung mengangguk.
Pria yang menghampirinya mengambil koper di tangannya.
"Mari Nona," ucap Pria itu sopan.
Nasya mengikuti langkah orang suruhan itu.
Di sepanjang jalan, Nasya menghirup udara dari negara yang ditinggalkan selama beberapa tahun. Hatinya terasa bergetar dan perasaan yang tidak dia mengerti.
Saat sampai di depan bandara, sebuah mobil hitam terparkir menunggunya.
Pria yang sedari tadi ia ikuti membukakan pintu mobil bagian belakang. Ia lalu masuk dan mobil melaju membelah jalanan menuju rumah seseorang yang telah menunggunya.
Beberapa waktu berlalu mobil mereka masuk di sebuah kediaman yang terlihat mewah. Wanita itu keluar perlahan, matanya melihat sekeliling.
"Silahkan masuk Nona."
Orang suruhan itu kembali membawa koper Nasya. Dengan langkah pelan mereka masuk.
Bi Nina datang menghampiri saat melihat wanita itu masuk bersama seorang suruhan Tuannya.
"Nona Nasya?" ucapnya terlihat kaget.
Pria berjas itu memberikan Kopernya di tangannya pada pelayan.
"Bi, Tuan memberikan informasi bahwa mulai sekarang Nona Nasya akan tinggal di sini," ucapnya menjelaskan.
"Tolong Bi Nina, atur keperluan Nona Nasya," pinta Pria itu.
Bi Nina hanya mengangguk singkat masih sedikit kaget. Juga takut kehadiran wanita ini akan mengganggu hubungan Tuan dan Nonanya.
Setelah Pria yang mengantar Nasya keluar.
Bi Nina mencoba bersikap ramah.
"Mari Nona saya antar ke kamar," ucap Bi Nina tersenyum.
"Makasih Bi, tapi saya mau kamarnya dekat dengan kamar Denzo ya," pinta Nasya dengan wajah cerianya.
Alis Bi Nina mengkerut. "Apa dia tidak tahu bahwa Tuan sudah menikah?" tanya Bi Nina dalam hatinya.
