Sinopsis:
Tertidur itu enak dan nyaman hingga dapat menjadi kebiasaan yang menyenangkan bagi banyak orang, namun jika tertidur berhari-hari dan hanya sekali dalam sebulan terbangun apakah ini yang disebut menyenangkan atau mungkin penderitaan..
Sungguh diluar nalar dan hampir mustahil ada, tapi memang dialami sendiri oleh Tiara semenjak kecelakaan yang menewaskan Ibu dan Saudaranya itu terjadi. Tidak tanggung-tanggung sang ayah membawanya berobat ke segala penjuru Negeri demi kesembuhannya, namun tidak kunjung membuahkan hasil yang bagus. Lantas bagaimanakah ia dalam menjalani kehidupan sehari-harinya yang kini bahkan sudah menginjak usia 16 tahun.
Hingga pertemuannya dengan kedua teman misterius yang perlahan tanpa sadar membuatnya perlahan pulih. Selain itu, tidak disangka-sangkanya justru kedua teman misterius itu juga menyimpan teka-teki perihal kecelakaan yang menewaskan ibu dan saudaranya 3 tahun yang lalu.
Kira-kira rahasia apa yang tersimpan..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caca4851c, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 26
Langsung saja Aku memasuki ruangan dengan nuansa putih itu, setelahnya Dokter Amy menutup pintu ruangan ini dengan rapat.
"Silahkan berbaring di ranjang itu Ara", ujar Dokter Amy dengan lembut.
Lantas Aku pun segera berjalan ke arah ranjang pasien yang ada, naik ke atasnya dan kemudian berbaring.
Dokter Amy pun meraih stetoskop yang ada di atas meja kerjanya itu dan berjalan mendekatiku. Dengan sigap Dia menempelkan ujung bulat pipih stetoskop itu ke dadaku, tak lama setelah itu meraih tangan kananku dan sedikit menekan denyut nadiku selama beberapa saat.
"Oke, kurang sedikit lagi akan selesai setelah Saya Ambil sampel darahnya", ujar Dokter Amy sembari berjalan ke arah rak alat-alat medis yang berada di samping meja kerjanya itu.
Dengan cekatan Dia tampak memilah-milah isi dalam rak itu dan berhenti ketika sudah menemukan sebuah jarum kecil. Dibawanya alat itu mendekat ke arahku yang sekarang sudah duduk di atas ranjang.
"Bentar, tidak akan terlalu sakit kok", serunya menenangkanku seraya memegang jari-jemari tanganku.
Tak lama setelah itu, dengan cepat ditusuknya salah satu ujung jariku menggunakan Gea blood lancet hingga setetes darahku keluar.
Usai mengambil sampel darahku, Dokter Amy tampak membawa sampel darah itu dan memasukkannya ke sebuah alat yang tidak Ku ketahui namanya.
'TIIT'
'TIITT'
Tidak membutuhkan waktu yang lama, alat itu bereaksi dengan cepat usai dimasuki sampel darahku itu. Dokter Amy tampak melihatnya sekilas sebelum akhirnya mengambil catatannya dan terlihat menuliskan sesuatu.
"Oke, Ara. Akhirnya sudah selesai", ujar Dokter Amy dengan menghampiriku sembari tersenyum ramah.
Dia membantuku turun dari ranjang dengan ukuran yang lumayan tinggi ini, dan menarik sebuah kursi yang ada di depan meja kerjanya ke arahku untuk Kududuki.
"Apakah Kamu sekarang baik-baik saja Honey?", tanya Dokter Amy yang melihatku dengan sorot mata penuh kecemasan.
"Saya baik-baik saja Dok", jawabku dengan apa adanya.
"Serius?", tanya Dia untuk memastikan sekali lagi.
"Ya, memangnya kenapa Dok?", tanyaku balik padanya.
"Ah, tidak mengapa..hanya saja wajahmu terlihat agak pucat", seru Dokter Amy.
"Oh ya, apa Kamu sering mimpi yang aneh?", tanya Dokter Amy secara tiba-tiba.
"Emm, sepertinya pernah. Namun itu hanya ketika diriku akan terbangun dari masa tidur panjang saja Dok", seruku.
"Hemmm" Dokter Amy tampak berpikir merenung sejenak sembari sesekali mengetuk-ngetukkan ujung jarinya ke atas meja.
"Coba perhatikan Saya lekat-lekat", ujar Dokter Amy yang sontak membuatku terkejut dan langsung berpaling ke arahnya.
"Percayalah, Apapun yang Kamu mimpikan...itu semua hanyalah bunga tidur", imbuh Dokter Amy dengan tatapan serius seraya menggenggam erat ke dua tanganku.
Sesaat Aku menjadi bingung, namun tidak lama setelahnya diriku kembali merasakan sebuah ketenangan.
...*** ...
Usai sesi pemeriksaan, Aku dan Dokter Amy pun beranjak dari ruangan dengan nuansa putih ini.
Dokter Amy lalu menggiringku menuju sebuah ruangan lain yang Kusadari bukanlah ruang tamu yang sedari tadi Ku tempati bersama Papa.
Sebuah ruang tidur dengan desain yang minimalis namun estetik, yangmana selain terdapat kasur dan lemari juga terdapat gantungan baju dengan bentuk doraemon, serta beberapa lukisan dengan objek hewan yang terpajang di atas dindingnya.
Dengan tatapan agak bingung Aku berbalik ke arah Dokter Amy yang langsung saja disadarinya, lantas Dokter Amy dengan tatapan hangatnya memegang tanganku sembari tersenyum manis.
"Tuan Revaldi menginginkan Saya untuk menjagamu sementara ini Dia sedang ada pekerjaan penting yang harus diurusnya", jelas Dokter Amy dengan begitu tenang.
'Whatt? Bagaimana mungkin'
Aku menatap Dokter Amy dengan ekspresi kurang percaya, pasalnya bagaimana mungkin Papa mau menitipkanku pada Orang lain yang masih tergolong asing bagiku, sekalipun Dokter Amy merupakan Teman dekat Papa dulu sewaktu menginjak bangku SMA.
(FLASHBACK)
Segera Kuparkirkan Mobilku begitu saja di depan halaman Rumah seperti biasanya, dengan langkah gontai sembari membawa tas selempangku melangkahkan kaki memasuki Rumah dengan desain minimalis di bagian depannya ini.
Kumasukkan tangan kananku ke dalam tas selempang dengan ukuran sedang ini, hingga Kutemukan sebuah benda pipih namun lonjong itu.
Cepat-cepat Kumasukkan kunci yang Kupegang ke dalam selop pintu hingga akhirnya pintu yang tadinya tertutup rapat ini terbuka dengan lebar.
Segera Kututup kembali pintu yang barusan Kubuka tatkala diriku telah masuk ke dalam rumah.
Seperti biasanya, hanya sepi dan sunyi yang Kurasakan tiap kali memasuki rumah ini semenjak enam belas tahun yang lalu Aku tinggal di sini.
Aku terus memasuki rumah ini lebih dalam lagi, melewati beberapa kamar dan juga lorong hingga tiba di sebuah kamar yang paling ujung dengan posisi berada di samping dapur.
Kubuka dengan kasar pintu kamar yang selama ini Kutempati, lalu Aku bergegas memasuki ruangan dengan nuansa vintage itu.
Dengan asal Kulempar tas selempangku ke sembarang arah dan langsung saja meloncat ke atas tempat tidur kesayanganku.
Tak lama setelah itu, kesadaranku semakin menghilang hingga akhirnya diriku terlelap dengan kondisi telentang setelah sekian lamanya menahan rasa kantuk yang berkali-kali menyergap sejak masih berada di Rumah sakit.
Baru saja memasuki alam mimpi, tiba-tiba saja Kurasakan deringan ponselku yang sedari tadi Kusimpan di dalam saku bajuku.
Dengan begitu beratnya kedua kelopak mataku paksakan untuk membuka, Kuraih benda persegi panjang pipih itu dari dalam saku bajuku dan Kudapati nama Seseorang yang sangat familiar bagiku terpampang jelas di atasnya. Segera kugeser tombol on yang ada di bawah nama orang itu.
'PIIP'
"Hallo, ada apa?", tanyaku to the point pada Seseorang yang berada di seberang sana.
"Hai, sebelumnya mohon maaf karena telah mengganggu waktu istirahatmu. Namun kali ini Aku juga membutuhkan bantumu lagi. Jadi sekali lagi juga maaf", seru Pria itu dengan suara beratnya.
"Ya, tidak masalah karena Kau sudah terbiasa merepotkanku. Cepat katakan saja apa yang perlu Kubantu!", seruku dengan begitu malas.
"Aku dapat pekerjaan penting secara mendadak besok, namun Nyonya Hannah saat ini masih sibuk mengurusi bisnisnya di kampung halamannya sehingga tidak bisa menemani Ara di rumah. Jadi tidak mungkin juga kan diriku membiarkan Ara tinggal sendirian bersama Andi", jelas Revaldi dengan panjang lebar.
"Ya, Kau bisa membawanya kemari besok. Kebetulan Aku tidak ada pekerjaan besok sehingga dapat menemaninya", seruku sembari menahan rasa kantuk ini yang kian menyergap.
"Terima kasih banyak Amy, Kau memang sahabat terbaikku selama ini", seru Revaldi dari seberang sana.
'Sahabat terbaik ya'
Memang Kau tidak pernah berubah selama ini Revaldi, dulunya Kupikir diriku lebih dari sekadar itu karena segala perlakuan manismu padaku. Tapi ternyata tidak semua hal yang manis akan tetap berakhir dengan penuh kemanisan.