Seorang gadis yang di paksa orang tuanya untuk menikah muda untuk melindunginya dari masa lalu yang terus menganggunya. Namun siapa sangka jika gadis itu di jodohkan dengan seorang pemuda yang menjadi musuh bebuyutannya. Lalu bagaimana pernikahan mereka akan berjalan jika mereka saling membenci?mungkin kah cinta akan tumbuh dalam diri mereka setelah kebersamaan mereka
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ella ayu aprillia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26
Panas yang terik membuat Gisella menyembunyikan wajahnya di punggung calon suaminya itu. Ia membungkukkan badan mencoba menghindari terpaan matahari yang mengenai wajahnya hingga membuat wajah Gisella terasa panas dan juga mata yang silau.
Revan yang merasakan kedekatan itu menatap Gisella dari kaca spionnya. Ada sedikit rasa nyaman saat Gisella merebahkan kepalanya di punggung tegapnya dan memegang pinggangnya. Namun ia segera menggelengkan kepalanya seraya berucap.
"Elo ngapain pegang - pegang gue hah? Lepas atau gue turunin elo disini."
"Apa sih, orang cuma pegangan jaket doang, gue kepanasan tahu nggak sih."
"Gue nggak peduli lepasin tangan elo dari jaket gue. Yang ada jaket gue rusak kalau elo tarik gitu."
"Ck...dasar cowok nyebelin..ngeselin.."Gisella memukul - mukul punggung tegap Revan.
"Eh..diem nggak..elo lupa di belakang ada mobil bunda."
"Haaahh..Astaga.."
Tiinnn tinnn tiiin..
"Mampus gue.."lirih nya pelan. Ia menoleh dan meringis kecil seraya mengangkat tangan membentuk V. Dari dalam mobil, bunda dan mama Sinta menggelengkan kepala pelan melihat anak dan calon menantu mereka selalu bertengkar dan tidak pernah terlihat akur.
"Dasar mereka itu selalu saja bertengkar begitu."keluh mama Sinta jengah.
"Nggak papa Sin, namanya juga belum saling mengenal satu sama lain. Aku yakin kok kalau mereka akan saling sayang. Mungkin mereka hanya butuh waktu karena mereka belum mengenal satu sama lain. Meskipun mereka satu sekolah itu tidak menjamin kalau mereka dekat kan."tutur bunda Diana menenangkan.
Beberapa menit kemudian mereka sampai di basement mall terbesar di Jakarta.
"Kita makan dulu ya,kalian juga belum makan kan?"seru bunda Diana saat mereka sudah masuk mall.
"Iya bun."seru Gisella dan Revan bersamaan.
Mereka ber empat berjalan melewati berbagai macam restoran namun mereka masih belum menentukan memilih menu apa yang mereka makan.
"Sayang kamu mau makan apa? Mama bingung," tanya mama Sinta kepada anak dan calon menantunya. "Kita coba restauran korea aja ma."sahut Gisella dan Revan bersamaan.
Gisella dan Revan saling menatap dan sama - sama bersuara "elo ngapain ikut - ikutan gue"sahut keduanya.
Mereka akhirnya sama - sama diam dan sama - sama melengos. Mama dan bunda saling lirik lalu tertawa kecil "kalian kompak sekali. Mama yakin kalau kalian akan selalu kompak sampai kalian tua nanti."ujar mama Sinta bangga.
"Iya bunda juga seneng banget lihat kalian kompak begini."timpal bunda Diana.
Mereka akhirnya makan di restaurant Korea sesuai keinginan dua anak muda tersebut.
Mereka pesan makanaan yang cukup banyak karena Gisella yang penasaran dengan menu yang ada di drakor yang ia tonton.
Cukup lama mereka menunggu hingga beberapa menit kemudian pesanan mereka datang. Mata Gisella berbinar melihat deretan makanan yang ia pesan. Semua terlihat menggugah selera membuat air liurnya seakan akan mau menetes keluar.
"Wow...ini kelihatannya enak - enak banget,"seru Gisella semangat.
"Kamu yakin bisa makan ini semua?"tanya mama Sinta yang melihat meja penuh dengan makanan yang di pesan oleh putri kesayangannya itu. "Aman ma, aku bakal habisin semuanya, kalaupun nggak habis kan ada Revan yang bisa bantuin makan."
Revan memutar bola matanya malas, "gue nggak rakus kaya elo yang kaya belum makan sebulan."bisik Revan pelan pada Gisella yang duduk di sampingnya. Dengan gerakan cepat ia memukul lengan Revan. Pemuda itu tampak meringis kecil, "sakit,,,gila lo...belum apa - apa udah KDRT aja lo."seru Revan sambil mengelus - elus lengannya yang sakit.
Bunda dan mama sama - sama geleng kepala melihat tingkah keduanya. "Kalian bisa nggak sih akur sebentar saja," tegur bunda Diana.
"Maaf bun," ucap Gisella lirih sedangkan Revan hanya diam. "Cepat makan sebelum makanannya dingin." Timpal mama Sinta.
Mereka pun akhirnya makan dengan tenang. Tidak ada lagi drama yang dibuat oleh Revan ataupun Gisella. Sampai akhirnya mata Gisella melihat dua orang cewek yang sangat ia kenali tengah melintas di depan restauran tempat ia makan dengan keluarganya. Ia menyenggol - nyenggol tangan Revan seakan memberi kode. Revan menoleh,ia memicingkan mata melihat wajah Gisella yang tampak panik. "Elo kenapa? Habis lihat hantu."bisik Revan pelan takut akan di tegur oleh kedua wanita paruh baya di depannya.
"Itu ada Kania dan Selly." Gisella ikut berbisik.
Revan mengikuti arah pandang Gisel dan benar saja di luar restauran ada Kania dan Selly tampak celingukan. Sepertinya mereka juga akan makan siang.
Gisella menarik tangan Revan memintanya untuk menunduk karena Kania menatap ke arah mejanya. Untungnya mama dan bunda duduknya di depan.
Kepala Revan berbenturan dengan kepala Gisella.
"Aauuu...sakit.."ringis Gisella seraya memegang kepalanya yang terbentur dengan kepala Revan.
"Lagian ngapain sih lo narik - narik gue."kesal Revan yang juga merasakan sakit pada kepalanya. Revan dan Gisel sama - sama mendongak dan jarak wajah mereka sangat dekat. Mata mereka saling beradu, detak jantung mereka sama - sama berdebar keras.
Gisella dapat merasakan deru napas hangat Revan menerpa wajahnya. Hidung mancung mereka hampir bersentuhan.
"Eh Sel, gue tadi kaya lihat Gisella deh. Sama cowok pake seragam sekolah juga."ujar Kania melihat ke dalam restauran tepatnya di meja di mana ia tadi sempat melihat sahabatnya. Namun orang tersebut sudah tidak ada.
"Mana.."Selly ikut melihat ke dalam restauran tapi ia tidak Gisella di manapun.
"Nggak ada kok, elo salah lihat kali."seru Selly yang tidak melihat Gisella. "Tadi ada kok, tapi kok sekarang nggak ada ya. Tapi gue yakin kalau tadi tuh beneran Gisel."
"Udah elo pasti udah laper banget makanya mata elo mulai rabun. Kita makan aja yuk."
"Masa sih gitu, tapi gue emang udah laper sih."
"Udah ah nggak usah di pikirin, kan tadi Gisel bilang kalau dia ada acara sama mama nya."
"Sayang.. kalian ngapain malah pada ngumpet di situ?"tanya bunda Diana merasa aneh dengan kedua anak muda itu.
Revan dan Gisella kaget reflek mengangkat kepala mereka. Gisella menegakkan kepalanya dan tak di sangka kepalanya membentur dagu Revan. "Aaaahhhh...shitt.."ringisnya pelan.
Gisella melotot saat melihat dagu Revan yang tampak memar. "Eh sorry, gue nggak sengaja."
Gisella memegang pipi Revan. Melihat seberapa parah luka calon suaminya itu.
"Udah lepasin gue, nggak papa cuma luka kecil." Revan menghentak pelan tangan Gisel yang menyentuh pipinya. Entah kenapa ia merasa gugup saat tangan lembut itu membelai pipinya. Bahkan ia menikmati sentuhan kecil itu. Namun Revan terlalu gengsi mengakui perasaan itu dan tetap bersikap dingin kepada Gisella. Ia tidak ingin perasaan itu terus berkembang di hatinya karena sampai kapanpun ia tidak akan pernah menginginkan pernikahan ini. Gisella memutar bola matanya malas lalu kembali menikmati makan siangnya.
Bunda Diana dan mama Sinta menyaksikan itu dengan senyum tipis di bibir mereka. Meskipun sering bertengkar namun mereka dapat melihat jika Gisella ataupun Revan memiliki ketertarikan masing - masing.
Usai makan siang, mereka melanjutkan rencana di awal. Mereka sampai di sebuah toko perhiasan yang sangat besar dan mewah.
Gisella menatap setiap perhiasan yang berjejer rapi di dalam etalase. Gisel melihat - lihat cincin yang terpajang di sana seraya menunggu mama dan bunda nya pergi ke toilet.
"Selamat siang kak, ada yang bisa kami bantu?" sapa seorang pegawai mendekati Gisella.
"Saya mau cari cincin pernikahan kak?"jawabnya tersenyum ramah.
"Oh..cincin pernikahan buat kakaknya ya kak.?" Tanya nya lagi tetap ramah.
Gisella hanya diam, ia melirik ke arah Revan yang hanya duduk di sofa seraya memainkan ponselnya. "Bunda sama mama kemana sih lama banget ke kamar mandinya. Aku harus jawab apa?"gumam Gisel dalam hati.
Ia tidak mungkin kan bilang kalau cincin itu untuknya.