Melisa terpaksa menjalani kehidupan yang penuh dosa, demi tujuannya untuk membalaskan dendam kematian orang tuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Danira16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melayat
Tanpa menghiraukan jalanan, Rudy langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh, seakan saat ini Lusi sedang mempertaruhkan nyawanya antara hidup dan mati.
Setidaknya Rudy ingin melepas kepergian Lusi jika nantinya sang isteri tidak bisa bertahan, terlebih sejahatnya Lusi ia akan menemani sampai detik nafas isterinya berhenti.
Bukan karena ia juga tidak pedulikan Melisa dan anaknya, namun bagaimana pun Lusi sudah menemaninya hampir 20 tahun, dan jika ia acuh itu berarti ia sama jahatnya dengan Lusi.
Rudy tidak ingin dianggap keluarga Lusi sebagai suami yang tidak bertanggung jawab, karena saat ini Lusi masih menjadi isterinya. Dan itu sebabnya Lusi masih jadi tanggung jawabnya.
Sesampainya dirumah sakit, langkah kaki Rudy langsungenuju ke ruangan IGD dimana Lusi tengah berbaring dengan selang di mulutnya.
Rudy mendekati Lusi yang terlihat masih menutup matanya, nafasnya pun sudah tidak beraturan, seakan Lusi kehabisan oksigen.
Sang suami pun mengenggam tangan Lusi, mengusapnya dengan lembut sembari mengecupnya.
Tak lama direspon oleh Rudy, sang isteri pun membuka matanya. Tangannya bergerak perlahan merespon genggaman tangan Rudy.
"Lusi, aku sudah memaafkan mu." Ucap Rudy saat pelupuk mata Lusi mulai meneteskan air matanya.
Lusi mengedipkan matanya seakan ia ingin mengucapkan rasa terima kasihnya, karena saat ini ia tidak bisa bicara apapun. Jika melihat kondisi isterinya saat ini tentu saja Rudy tidak tega.
Namun terlihat Lusi mengurai senyumnya walau itu hanya sedikit saja dan sebentar, karena setelahnya alat monitor itu berbunyi nyaring dan dengan monitor yang menandakan nafas Lusi sudah tidak ada lagi.
Rudy terkejut dan mencari dokter untuk meminta tolong isterinya, tak lama dokter dan perawat datang mereka pun melakukan segala upaya dan cara untuk menghidupkan detak jantung Lusi.
Namun sayangnya detak jantung Lusi tidak kembali lagi, nafasnya sudah beberapa menit yang lalu lepas dari raganya.
Dokter menepuk bahu Rudy, seakan dokter pria itu menguatkan suami pasien.
"Maafkan kami pak, tapi isteri anda telah meninggal dunia." Ucap dokter itu.
"Terima kasih, anda telah berusaha mengupayakannya." Jawab Rudy dan langsung mendekati jasad Lusi.
Tangannya mengelus surai rambut Lusi dan mengecup jasad istrinya, kepedihan mulai terasa, Rudy meraung karena kehilangan seorang isteri.
Bahkan bukan hanya satu isteri, kini kedua istrinya pergi meninggalkannya seorang diri, air matanya mulai menetes.
Rudy kembali mengingat Melisa untuk mencoba lagi menghubungi nomer isteri keduanya, namun lagi-lagi Rudy menelan kekecewaan.
Tak ingin diam saja, jemari Rudy pun mengetikan sesuatu pada ponselnya, Rudy mengirimkan pesan pada Melisa dan mengatakan bahwa ibunya telah meninggal.
Saat ini Melisa sedang berbincang dengan Gita perihal masalah yang akan ia ambil kedepannya. Dan ternyata Gita memberikan satu informasi penting.
Yaitu informasi tentang Edward dan Budi. Ternyata saat ini benar apa yang dikatakan Lusi bahwa salah satu pembunuh ayahnya telah menjadi seorang pejabat.
Dan itu adalah Budi, pejabat yang kini menjabat dikota itu, sedangkan Edward telah memiliki perusahaan raksasa terbesar.
Dan lebih menyenangkan lagi, bahwa kedua orang jahat itu sama-sama tinggal di perumahan yang sama, dan bersebelahan.
"Ini foto kedua orang itu." Ucap Gita memberikan kemudahan foto pelaku pembunuhan ayahnya.
Melisa mengambil foto itu dan menatap tajam pada kedua benda itu. Senyuman mengerikan pun ia tampilkan pada foto itu.
"Apa yang akan kamu lakukan Mel? Apa rencana kamu?" Tanya Gita.
"Aku akan masuk dan mendekati keduanya, membuat mereka saling menikam satu sama lain." Senyum tipis Melisa.
"Oke aku akan dukung kamu,aku akan buat rencana untuk kamu bisa dekat dengan salah satunya." Ucap Gita yang memang cukup cerdik.
"Terima kasih ya Gita."
"Iya, santai aja Mel, kita kan sobatan." Balas Gita.
Namun tak lama kemudian Melisa mengambil ponselnya, hendak ingin mencari artikel tentang orang itu, namun ada salah satu pesan dari suaminya yang membuatnya penasaran dan ingin membuka pesan itu.
Melisa pun membuka pesan itu, ia terkejut saat pesan yang terkirim setengah jam yang lalu itu mengabarkan bahwa Lusi telah menghembuskan nafas terakhirnya dirumah sakit.
Sebagai seorang anak angkat, ia cukup sedih, namun karena mengingat kejahatan Lusi ia begitu marah dan sulit memaafkannya.
"Ada apa Mel?"
"Ibu angkat aku meninggal." Jawab Melisa dengan ekspresi sedihnya.
"Sejahat apapun dia, lebih baik kamu memaafkannya. Terlebih lagi dia ayah dari anak kamu Mel. Lihat sisi baik Lusi yang mau merawat kamu."
"Iya aku tahu Gita, tapi rasanya sulit....."
"Aku paham, tapi ibu angkat kamu pun juga telah diberi penyakit lama bukan dari tuhan? Untuk itu ia sudah membayar kejahatannya dengan ia terkena penyakit kronis dan membuatnya meninggal."
Melisa mencerna setiap ucapan dari temannya, yang sudah meninggal tidak mungkin lagi bisa hidup dan menerima konsekuensi darinya.
Lebih baik Melisa memaafkannya, yang lebih penting saat ini adalah tujuan awalnya yang sudah menghancurkan bisnis ayahnya hingga meninggalkannya.
"Aku akan pulang kerumah untuk menghadiri pemakaman Lusi, tapi aku tidak akan mau kembali kerumah itu."
"Iya terserah kamu saja Mel, toh tujuan hidup kamu belum kesampaian bukan?"
Melisa mengangguk, dan Gita pun memeluk sahabatnya. Akhirnya Melisa bersiap untuk pulang kerumah Lusi, tempat di mana ia dibesarkan.
Sedangkan kini jenasah Lusi sudah dibawa ambulance untuk dibawa ke rumah duka, Rudy mengikuti dari belakang dengan mengendarai mobilnya.
Sesampainya dirumah, jasad Lusi pun disucikan dan langsung dikafani, para tetangga mulai datang melayat untuk berbelasungkawa.
Namun yang ditunggu belum juga datang, ya Rudy menunggu Melisa isterinya. Dan penantian Rudy pun akhirnya terjawah sudah dengan datangnya Melisa yang kini tengah mengendong buah hatinya.
Semua para tetangga yang melihat Melisa membawa bayi mungil pun mulai berbisik-bisik. Karena tidak ada yang tahu bahwa Melisa telah menikah diam-diam, apalagi hamil.
Saat Melisa hamil pun dulu ia lebih banyak didalam rumah, ia hanya keluar saat malam hari. Itu pun saat ia ingin makan diluar atau memeriksakan kandungannya.
Sehingga kedatangan Melisa membawa samudera bayi, membuat semua mata menatap gadis yang masih berusia 19 tahun.
Hingga Rudy yang melihat isteri dan anaknya datang pria itu langsung berlari kecil dan merengkuh isterinya.
Melepas kerinduannya kepada isteri dan anaknya. Melisa hanya diam tak mau membalas pelukan Rudy.
"Boleh Melisa lihat ibu?" Tanya Melisa pada Rudy.
"Boleh, biar Samudera ayah gendong." Jawab Rudy.
Melisa pun menyerahkan bayinya pada ayahnya, lalu ia mendekati jasad Lusi yang telah tertutup kain kafan.
Tangan Melisa bergetar saat itu juga, ketika ia membuka kain penutup itu. Terlihatlah wajah Lusi, wajah ibu angkatnya yang telah merawatnya dari usia 3 tahun, sekaligus orang yang menghancurkan keluarganya.